Sukses

Jokowi Khawatir Dampak Perubahan Iklim, PAN Komitmen Percepat Transisi Energi

Polusi udara yang meningkat di kota-kota besar di Indonesia dan membahayakan kesehatan merupakan bukti nyata pentingnya menghadapi dampak perubahan iklim.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi kembali memberikan perhatian pada ancaman dampak perubahan iklim. Kali ini berkaitan dengan ancaman kelaparan 500 juta orang secara global dan turunnya produktivitas pertanian.

Merespons hal ini, Sekjen PAN Eddy Soeparno menyampaikan perhatian Presiden Jokowi terhadap ancaman perubahan iklim itu sebaiknya menjadi kesadaran bersama stakeholder dan para pengambil kebijakan dari pusat sampai daerah.

"Presiden Jokowi sangat concern karena beliau memahami bahwa yang paling merasakan dampak perubahan iklim nantinya adalah masyarakat kecil dan saudara-saudara kita yang tidak mampu," kata Eddy, Minggu (7/7/2024).

"Tentu harapannya dengan atensi khusus Presiden Jokowi ini kita semua punya kesadaran yang sama terhadap dampak perubahan iklim, khususnya para pengambil kebijakan dari pusat sampai daerah," imbuh dia.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini menyebut polusi udara yang meningkat di kota-kota besar di Indonesia dan membahayakan kesehatan merupakan bukti nyata pentingnya menghadapi dampak perubahan iklim.

Karena itu sejak mengemban amanat di DPR RI, Eddy mengaku fokus pada upaya mempercepat transisi energi menuju energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT)

"Sejak bertugas sebagai pimpinan Komisi VII DPR RI saya terus berupaya membangun kerja kolektif agar percepatan transisi energi bisa dilakukan dengan dasar hukum yang kuat. Itulah kenapa RUU EBT terus kami upayakan agar segera disahkan," kata dia.

"Saat ini bauran energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 13 persen. Padahal Indonesia kaya dengan sumber-sumber energi terbarukan," lanjutnya.

 

2 dari 2 halaman

Gunakan Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Pria dengan pengalaman 20 tahun di Perbankan dan Lembaga Keuangan internasional ini menambahkan, selain penguatan komitmen membangun sumber energi geothermal, tenaga surya dan angin, Indonesia juga perlu meningkatkan produksi biomassa, tanaman tebu, sorgum dan tentunya kelapa sawit untuk kebutuhan bioetanol, biodisel dan bioavtur.

“Implementasi program B35 saja dapat menghemat impor diesel sekitar 9,84 juta kiloliter (KL) per tahun. Ini setara dengan penghematan devisa sekitar USD 5,54 miliar per tahun. Apalagi jika penggunaan bioetanol juga dimanfaatkan secara massif untuk Pertalite, niscaya impor BBM akan menurun drastis dan kita menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan," jelasnya.

Secara khusus, Eddy juga menyampaikan prioritas kebijakan energi Prabowo-Gibran adalah melanjutkan kebijakan Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia Raja Ekonomi Hijau dunia.

"Mempercepat transisi energi menuju energi terbarukan adalah bagian dari upaya mewujudkan visi-misi Prabowo-Gibran menjadi Raja Ekonomi Hijau Dunia dengan memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia," tutup Anggota DPR RI Jawa Barat III Kota Bogor dan Cianjur ini.