Sukses

Pasca Hasyim Asy’ari Dipecat, Mahfud Sarankan Seluruh Komisioner KPU RI Diganti

Mahfud berpandangan, berdasarkan alasan tersebut, secara umum KPU dinilai sudah tak layak menjadi penyelenggara pemilihan umum kepala daerah yang sangat penting bagi masa depan Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menko Polhukam dan Mantan wakil presiden 2024, Mahfud Md angkat suara soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari.

Menurut dia, dugaan ‘dosa’ KPU RI tidak berhenti sampai di situ. Berdasarkan info dari obrolan yang bersumber dari Podcast Abraham Samad SPEAK UP, disebut setiap komisioner KPU sekarang memakai 3 mobil dinas mewah, penyewaan jet pribadi untuk alasan dinas namun berlebihan, juga fasilitas lain jika ke daerah yang bersifat asusila.

“DPR dan Pemerintah perlu bertindak dan tidak diam,” tegas Mahfud seperti dikutip dari cuitan di akun X miliknya, Senin (8/7/2024).

Mahfud berpandangan, berdasarkan alasan tersebut, secara umum KPU dinilai sudah tak layak menjadi penyelenggara pemilihan umum kepala daerah yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. Maka dari itu, sebagai pakar hukum, Mahfud mendorong agar semua komisioner KPU RI dicopot dari jabatannya dan diganti dalam waktu dekat.

“Pergantian semua komisioner KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda Pilkada November mendatang,” saran Mahfud.

Meski diganti, Mahfud memastikan hal itu bukan sebagai upaya mendiskualifikasi hasil ketetapan Pilpres dan Pileg 2024 yang sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pilpres dan Pilleg 2024 sebagai hasil kerja KPU sekarang sudah selesai, sah, dan mengikat,” tegas dia.

Mahfud mencatat, MK dalam putusan No. 80/PUU-IX/2011 menyebutkan "jika komisioner KPU mengundurkan diri maka tidak boleh ditolak atau tidak boleh digantungkan pada syarat pengunduran itu harus diterima oleh lembaga lain". Melalui landasan hukum tersebut, maka sangatlah dimungkinkan bagi seluruh komisioner untuk diganti.

“Ini mungkin jalan yang baik jika ingin lebih baik,” Mahfud menandasi.

2 dari 3 halaman

Dinilai Bisa Berpotensi Dijerat Korupsi Selain Kasus Etika

Sebelumnya, Ketua Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam menilai, kasus asusila mantan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari bisa tidak hanya soal pelanggaran etika. Namun bisa ditelusuri ke ranah pidana dengan dugaan korupsi.

"Temuan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah bisa menjadi salah satu bukti awal dari aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan langkah proaktif. Apalagi ada pembayaran hotel yang hampir 1 bulan (untuk CAT) saya kira harus ditelisik," kata Arif kepada awak media di Jakarta, seperti dikutip Minggu (7/7/2024).

Arif mendorong, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus proaktif, apakah mereka sudah melansir soal pertanggungjawaban anggaran KPU pada satu bulan yang lalu. Sebab berdasarkan putusan DKPP, terkuak ke publik ada beberapa fasilitas negara yang dianggap disalahgunakan.

Jadi lakukan langkah cepat, audit investigatif," saran Arif.

Dengan demikian, Arif yakin Hasyim bisa dijerat dengan tindak pidana lewat upaya proaktif dari aparat penegak hukum yang kaitan dengan kasus korupsinya.

"Jadi bukan hanya etik tapi ada tindakan pidana korupsi, jadi kita mendorong KPK jangan hanya saat pemilu saja memantau money politik serangan fajar, KPK kewenangannya cukup besar berkontribusi dalam demokrasi elektoral kita," tandas Arif.

3 dari 3 halaman

Sanksi Pemberhentian

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap untuk Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari terkait kasus dugaan asusila.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Selain itu, DKPP RI mengabulkan pengaduan pengadu seluruhnya, dan meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mengganti Hasyim dalam kurun waktu 7 hari sejak putusan dibacakan.

"Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan," ujarnya.

Terakhir, DKPP RI meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.