Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menyebut bahwa tren kejahatan narkoba di Indonesia kembali ke era tahun 2000-an. Hal ini karena maraknya clandestine lab atau laboratorium rumahan yang memproduksi narkoba.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa mengatakan, era awal tahun 2000-an merupakan masa-masa di mana narkoba diproduksi secara rumahan.
Baca Juga
"Kita kembali ke era awal tahun 2000, di mana clandistine lab itu menjamur, sampai puncaknya di Cikande itu dihadiri oleh presiden (SBY meninjau pabrik ekstasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten pada 2005)," kata Mukti, Sabtu (13/7/2024).
Advertisement
"Emang dari tahun 2000-an yang lebih happening adalah memproduksi atau membuat clandistine lab di daerah Indonesia baik itu ekstasi, maupun sabu," sambungnya.
Meski begitu, berjalannya waktu modus itu pun kemudian dapat terbaca oleh polisi. Hingga akhirnya, berubah pada modus baru lainnya.
Perubahan itu dengan cara mengirimkan narkoba menjadi lewat atau melalui jalur-jalur tikus yang tersebar di sejumlah pulau di Tanah Air.
"Yaitu sabu berapa puluh ton dikirim ke Indonesia, barang jadi, ekstasi pun barang jadi, melalui pintu-pintu masuk jalur-jalur tikus di wilayah Indonesia," ujarnya.
"Kalau resmi kan Soetta, mereka keluar, Aceh, Riau, Batam, Jambi, nanti ujungnya di Lampung, Bakaheuni, penyeberangan antara pulau Sumatera dan Jawa. Di Kalimantan pun demikian dari Entikong sampai ke Kaltara, yaitu Sebatik," sambungnya.
Â
Modus Pengiriman Barang Jadi Terendus Polisi
Setelah modus baru itu menjamur dan menyebar luas, kini modus lama clandestine lab pun kembali lagi. Salah satunya digunakan atau diterapkan oleh gembong narkoba asal Indonesia, Freddy Pratama yang kini masih diburu polisi.
"Jadi udah di era itu punah, ubah pola menjadi pengiriman. Sekarang pola pengiriman sudah terdeteksi oleh polisi, jaringan-jaringan FP (Freddy Pratama) sudah terbongkar, wilayah timur dan wilayah barat sehingga itu sudah terbacalah oleh polisi. Sekarang berubah, dengan modus baru kembali ke awal 2000-an. Cuma caranya berbeda," pungkasnya.
Â
Reporter: Nur Habibie
Merdeka.com
Advertisement