Liputan6.com, Jakarta - Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci adalah salah satu kapal latih legendaris milik TNI Angkatan Laut Indonesia. Kapal ini sudah lama dikenal sebagai simbol kebanggaan dan warisan maritim Indonesia.
Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1953, KRI Dewaruci telah menjalankan berbagai misi, baik dalam negeri maupun internasional, termasuk misi pelayaran muhibah budaya jalur rempah (MBJR) tahun 2024.
KRI Dewaruci pertama kali dinahkodai komandan yang bernama Roosenow. Adapun Teluk Sabang di Pulau Weh, Aceh, menjadi kota pertama di tanah air yang disambangi KRI Dewaruci pada masa itu.
Advertisement
Nama "Dewaruci" sendiri diambil dari tokoh dalam pewayangan Jawa, yang menggambarkan keberanian, kebijaksanaan, dan kekuatan. Kapal ini sudah masuk dalam jajaran armada RI dan sudah diresmikan sebagai kapal latih bagi taruna AAL yang berbasis di Surabaya, Jawa Timur.
Kapal Dewaruci memiliki panjang 58,3 meter dan lebar 9,50 meter. Kapal ini memiliki tiga tiang utama, yakni tiang Bima, tiang Arjuna, dan tiang Yudhistira.
Ketinggian ketiga tiang itu berbeda-beda. Tiang Bima memiliki ketinggian 32,5 meter, tiang Arjuna 35,87 meter, dan tiang Yudhistira 33,25 meter.
Total ada 16 layar di tiang Bima, tiang Arjuna, dan tiang Yudhistira. Belasan layar itu akan dibentangkan saat Kapal Dewaruci melaju tanpa menggunakan mesin.
Program Jalur Rempah Bersama KRI Dewaruci
Tim Liputan6.com berkesempatan untuk mengikuti program pelayaran Jalur Rempah menggunakan KRI Dewaruci di batch dua alias batch Kayu Manis yang mengarungi Dumai, Sabang, Malaka, serta Tanjung Uban. Batch Kayu Manis ini sudah mengarungi samudera sejak 17 Juni-7 Juli 2024.
Selama pelayaran, peserta dan undangan MBJR ini telah diperkenalkan serangkaian kegiatan mengenai jalur rempah serta budaya-budaya khas nusantara, khususnya di titik Sabang, Malaka dan Tanjung Uban.
Kota Sabang menjadi titik singgah pertama KRI Dewaruci dan delegasi jalur rempah batch 2. Di sini, para peserta dan undangan disambut dengan berbagai kegiatan budaya lokal yang memperlihatkan kekayaan tradisi masyarakat Sabang.
Selain itu, mereka juga mengunjungi beberapa situs bersejarah, di antaranya seperti kawasan situs Anoi Hitam, Tugu 0 Kilometer hingga Museum Kota Sabang.
Setelah Sabang, kapal melanjutkan perjalanan ke Malaka. Di Malaka, laskar rempah dan undangan berkesempatan mengeksplorasi kota yang merupakan salah satu pusat penting dalam jalur rempah.
Kegiatan di sini meliputi tur ke museum-museum yang menampilkan sejarah Malaka dan perdagangan rempah, Selain itu, diadakan diskusi panel yang melibatkan para ahli sejarah dan budaya untuk membahas peran Malaka dalam jaringan perdagangan global pada masa lampau.
Advertisement
Berlanjut di Tanjung Uban
Pelayaran kemudian berlanjut ke Tanjung Uban, di mana peserta disambut dengan upacara adat dan berbagai pertunjukan seni tradisional.
Di Tanjung Uban, para peserta juga diberi kesempatan untuk berkunjung ke Pulau Penyengat yang merupakan salah satu pulau bersejarah dan pernah menjadi pusat kerajaan Riau-Lingga. Terdapat sejumlah peninggalan sejarah di pulau ini, mulai dari Istana Kantor hingga Masjid Sultan Riau.
Di sisi lain, peserta juga diperkenankan untuk menghadiri Festival Raja Ali Haji, sebuah perayaan tahunan yang bertujuan untuk memperingati dan mempromosikan warisan budaya serta sejarah Pulau Penyengat.
Festival ini dinamakan sesuai dengan Raja Ali Haji, seorang sastrawan dan cendekiawan Melayu yang terkenal dengan karya-karya sastranya, termasuk Gurindam Dua Belas.
Perjalanan ini, selain menjadi pengalaman edukatif yang mendalam, juga menjadi pelayaran yang berkesan bagi para peserta. Mereka membawa pulang tidak hanya pengetahuan baru, tetapi juga kenangan indah dan hubungan pertemanan yang terjalin selama pelayaran.
Program ini diharapkan terus berlanjut dan berkembang, memperkuat diplomasi budaya dan memperkenalkan kekayaan warisan Indonesia ke dunia internasional.