Sukses

Pernyataan Lengkap Ketua Umum PBNU soal 5 Kader NU Bertemu Presiden Israel

Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) akhirnya buka suara setelah kelima kadernya kedapatan berfoto dengan Presiden Israel Isaac Herzog.

Liputan6.com, Jakarta Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) akhirnya buka suara setelah kelima kadernya kedapatan berfoto dengan Presiden Israel Isaac Herzog.

Foto itu viral di media sosial dan melukai perasaan warga negara Indonesia yang menyatakan membela Palestina dari serangan zionis Israel.

Diketahui, satu dari lima kader NU yang ikut dalam foto tersebut merupakan dosen di Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia) yakni Zainul Maarif.

Selain Zainul, identitas empat orang lainnya yakni Sukron Makmun (Wakil Ketua PWNU Banten), Munawir Aziz (Sekum PP Pagar Nusa).

Lalu, Nurul Bahrul Ulum (Wakil Koordinator Bidang Media Informasi, Penelitian, dan Pengembangan PP Fatayat NU), dan Izza Annafisah Dania (Wakil Koordinator Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup PP Fatayat NU).

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengungkapkan kelima kadernya itu bisa bertemu dengan Presiden Israel karena adanya ajakan dari salah seorang NGO Advokat Israel.

"Pertama, yang mengajak dia ini, saya dari informasi setelah saya tanya, memang dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel. Jadi memang ada di mana-mana di dunia ini, NGO yang memang beroperasi sebagai advokat Israel," ujar Gus Yahya di gedung pusat PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024).

Gus Yahya mengatakan advokat asal Israel itu memiliki tugas dalam membangun citra negara zionis itu. Alhasil, kelima kader NU itulah yang kemudian diundang dalam rangka untuk acara dialog.

Tujuan dari diajaknya kader NU dengan harapan agar mereka dapat menyebarkan kebaikan Israel kepada dunia, khususnya rakyat Indonesia.

"Ini yang mengajak dan konsolidasikan mereka ya memang canggih sekali biasanya caranya. Tapi sekali lagi, ini sudah sering sekali begini nih, baik di Indonesia, belahan dunia lain, Irak, dan sebagainya. Mereka melakukan hal begini karena tidak sensitif kemudian justru menimbulkan masalah," kata Gus Yahya.

"Israel itu berharap ini anak-anak ini bisa membantu Israel untuk menyebarkan artikulasi-artikulasi yang sesuai dengan kepentingan Israel," sambung dia.

Sementara untuk bagaimana cara mereka bisa terbang ke Israel, kata Gus Yahya, mereka tentunya tidak menggunakan visa asli Indonesia. Namun dia tidak mengetahui secara persis teknis akan hal tersebut.

"Jadi soal visa dan lain-lain saya kira itu sudah biasa. Biasanya mereka jelas bahwa visanya tidak dapat dari Indonesia karena memang tidak ada perwakilan Israel di sini ya, tapi itu bisa saja diatur. Soal teknis yang biasa dilakukan siapa pun yang melakukan perjalanan ke Israel," jelasnya.

2 dari 4 halaman

Gus Yahya Murka

Tidak heran, bila Gus Yahya pada akhirnya juga murka atas tindakan kelima kadernya itu. Bagaimana tidak, di satu sisi mencederai hati masyarakat Indonesia yang membela Palestina, di saat bersamaan juga tidak ada benefit yang didapat setelahnya.

"Memangnya dengan berangkatnya lima orang ini citra Israel jadi lebih baik di Indonesia? Kan enggak! Malah sebaliknya, justru orang-orang yang dibawa itu mengalami kerugian karena kredibilitas mereka kemudian menjadi tercederai," kata Gus Yahya.

Gus Yahya menegaskan, PBNU tidak tidak pernah turut serta terhadap lobi-lobi yang dilakukan Israel melalui segala bentuk cara. Termasuk dengan lembaga nonpemerintah atau sejenisnya yang berasal dari Israel dan bertindak sebagai lobbyist.

"Kegiatan dari lobi Israel di berbagai tempat di seluruh dunia ini terkadang tidak sensitif terhadap konteks realitas setempat, sehingga inisiatif yang dilakukan tidak membantu apa-apa (guna menyudahi invasi ke Palestina)," ujar Gus Yahya.

3 dari 4 halaman

Cerita Gus Yahya Pernah Berkunjung ke Israel

Namun, kader NU yang pernah ke tanah Israel bukan cuma kelima orang itu. Gus Yahya sendiri secara blak-blakan mengaku juga pernah ke Israel. Namun sebelum pergi, dia terlebih dahulu sowan ke para kiai NU.

Pada saat ke Israel, Gus Yahya mengaku tidak membawa bendera NU melainkan atas nama pribadi.

"Dari segi status, memang kurang lebih status sama, saya juga ke Israel atas nama pribadi, dan saya mempertanggungjawabkannya secara pribadi. Kalau saya waktu ke sana saya tidak pernah menyebut NU, tidak pernah," ungkap Gus Yahya.

Gus Yahya mengatakan dirinya ke tanah Israel karena ada ajakan dari seseorang. Hanya saja dia tidak menyebut kapan hal itu dilakukan ataupun siapa yang mengajaknya.

"Sebelum berangkat saya sowan ke sana kemari. Bahkan saya waktu itu memberi syarat kepada yang mengundang, mereka harus ada yang mau saya ajak untuk ketemu kiai saya, dan saya ajak salah seorang tokoh Yahudi untuk bertemu Kiai Miyamun berdialog lama sekali," ceritanya.

Pun setelah dirinya kembali ke Tanah Air, Gus Yahya kemudian melaporkan kegiatannya selama di sana sebagai bentuk tanggung jawab pribadinya.

4 dari 4 halaman

PBNU Tidak Bertanggung Jawab

Atas tindakan kelima orang yang itu, Gus Yahya mengucapkan permohonan maaf kepada masyarakat luas. Dengan catatan dirinya atau pengurus PBNU tidak turut bertanggung jawab, mengingat kelima kader NU bepergian ke Israel tanpa ada persetujuan dari pihak pengurus pusat NU.

"Maka saya katakan kepada teman-teman pimpinan lembaga ini, sampaikan kepada teman-teman yang berangkat, ini urusan pribadi mereka. Silakan pertanggungjawabkan secara pribadi di hadapan publik," kata Gus Yahya.

Gus Yahya menyebut pertemuan yang dilakukan oleh kelima kadernya itu tidak akan membuat citra Israel di Indonesia akan menjadi lebih baik, justru malah sebaliknya. Namun beda halnya dari sudut pandang Israel yang mungkin bisa menimbulkan citra yang baik di mata umat Islam.

"Justru orang-orang yang dibawa itu mengalami kerugian karena kredibilitas mereka kemudian ya menjadi tercederai," ujar Gus Yahya.

Dia menegaskan, PBNU sudah memiliki kebijakan tersendiri dalam membangun komunikasi, khsususnya dalam kancah internasional. Pun yang dilakukan oleh kelima kader NU itu juga yang bertemu dengan Presiden Israel tidak dalam rangka membawa bendera NU.

"Kepentingan-kepentingan yang ingin melibatkan khususnya eksponen-eksponen NU berhubungan secara kelembagaan dengan otoritas yang resmi dan harus dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang dan juga mempertimbangkan sensitivitas-sensitivitas yang ada di sekitar yang dilakukan," jelas Gus Yahya.

Yahya juga mengaku tidak bisa menyalahkan pihak Israel dalam hal ini, sebab mereka juga memiliki kepentingan tersendiri.

Namun demikian ia tetap meminta maaf kepada publik atas tindakan kadernya yang dianggap telah mencederai masyarakat Indonesia yang mendukung rakyat Palestina.

Sementara untuk sanksi yang menunggu bagi para penerus jejak Gus Dur tersebut diserahkan kepada masing-masing Badan Otonom (batonom) NU yang mengayomi kelima kadernya.

"Soal sanksi kita serahkan nanti jelas dari PWNU DKI akan melakukan proses, termasuk dalam soal keterlibatan LPWNU DKI tadi akan diproses dan akan diberi sanksi. Aturan kita sudah cukup jelas dan rinci," ucap Gus Yahya.

Gus Yahya menegaskan, PBNU tetap tidak bisa mentolerir tindakan kelima kadernya itu. Alasannya, mereka bertemu dengan Presiden Israel tanpa sepengetahuan pengurus PBNU.

"Mengenai kesalahan dan sanksi ini, kalau bisa dikatakan bahwa mereka tahu tidak tahu mereka telah melanggar satu aturan bahwa semua engagement internasional harus melalui PBNU dan mereka tidak melakukan itu," tegas Gus Yahya.

Sementara itu, untuk saksi yang akan diberikan kepada Zainul Maarif nantinya akan dikenakan sanksi kode etik dari pihak kampus.

Di saat yang bersamaan, Gus Yahya mengungkap permintaan maafnya kepada masyarakat dan memastikan kejadian tersebut tidak akan terulang lagi.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com