Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menilai, kebijakan cleansing atau bersih-bersih guru honorer dengan melakukan pemecatan masal adalah tindakan ngawur dan tidak berperikemanusiaan.
"Itu (cleansing) jelas tindakan yang ngawur, tidak berperikemanusiaan, tidak pakai otak," kata Darmaningtyas kepada Liputan6.com, Rabu (17/7/2024).
Baca Juga
Menurutnya, cleansing tak harusnya dilakukan di awal tahun ajaran baru. Terlebih prosesnya dilakukan secara mendadak tanpa ada pemberitahuan kepada guru honorer sebelumnya.
Advertisement
"Harusnya cleansing itu ya dilakukan di akhir tahun ajaran sehingga para guru sudah tau kalau di tahun ajaran baru mereka tidak ada jam mengajar lagi," ucapnya.
"Tapi kalau itu dilakukan di awal tahun ajaran dan secara tiba-tiba, jelas tidak berperikemanusiaan," sambung dia.
Darmaningtyas pun meminta agar para pengambil kebijakan berpikir logis serta membayangkan apabila kebijakan serupa menimpa diri mereka.
"Kalau itu terjadi pada keluarga pengambil kebijakan, apa tidak sakit hati?," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan ratusan guru honerer di DKI Jakarta diputus kontraknya secara sepihak dengan dalih adanya cleansing guru honorer.
Iman menyatakan, per Selasa 16 Juli 2024, ada total 107 guru honorer yang telah dipecat.
"Sudah kami terima sudah masuk 107. Seluruh Jakarta dari tingkat SD, SMP, SMA," kata Iman dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (16/7/2024).
Menurut Iman, pemberitahuan cleansing guru honorer itu dibagikan dalam bentuk formulir pada 5 Juli 2024. Adapun kala itu merupakan minggu pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran 2024/2025 di Jakarta.
"Para guru honorer mendapatkan pesan honor, yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah. Selain itu, kepala sekolah mengirimkan formulir cleansing guru Honorer kepada para guru honorer agar mereka isi," ungkap Iman.
Guru Honorer Merasa Terpukul
Akibat hal ini, Iman bilang para guru honorer di DKI Jakarta merasa terpukul dengan pemberitahuan mendadak soal pemberhentian mereka."Mereka shock, ada yang sudah mengajar 6 tahun atau lebih. Mereka sebenarnya sedang menunggu seleksi PPPK 2024, namun jika diberhentikan seperti ini kesempatan mereka untuk ikut PPPK juga hilang," ujar Iman.
Iman menyatakan, sampai 15 Juli 2024, tercatat ada 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing di DKI Jakarta. Jumlah mereka yang terdampak cleansing diprediksi cukup banyak.
Padahal, lanjut Iman praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Penyelenggaraan kebijakan ASN, harusnya berlandaskan asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, hingga keterbukaan.
"Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM)," kata dia.
Advertisement
Ratusan Guru Honorer di Jakarta Dipecat Mendadak, Kok Bisa?
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta melakukan pembersihan data guru honorer di awal tahun ajaran baru 2024/2025. Ratusan guru honorer terpaksa kehilangan pekerjaan mereka sebagai buntut dari kebijakan cleansing yang dilakukan oleh Disdik DKI Jakarta.
Plt. Kepala Disdik DKI Jakarta, Budi Awaluddin, mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menemukan adanya ketidaksesuaian antara peta kebutuhan honorer dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) serta ketentuan sebagai penerima honor.
"Kami melakukan cleansing (guru honorer) hasil temuan dari BPK," tegas Budi dalam keterangan tertulis.
Penataan tenaga honorer di satuan pendidikan negeri di wilayah DKI Jakarta telah dilakukan sejak 11 Juli 2024. Hal ini sesuai dengan mandat Permendikbud Nomor 63 tahun 2022 pasal 40 (4).
Permendikbud tersebut mengatur bahwa guru yang dapat menerima honor harus memenuhi persyaratan seperti berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.
Merujuk pada Peraturan Sekretaris Jenderal (Persesjen) Kemdikbud Nomor 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honorer di sekolah negeri ialah adanya rekomendasi dari Dinas Pendidikan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa dari 4.000 guru honorer yang ada di satuan pendidikan di Jakarta, tidak ada satu pun yang diangkat oleh Dinas Pendidikan. Hal ini menyebabkan NUPTK mereka tidak dapat diproses sesuai dengan ketentuan berlaku.
"Guru honorer saat ini diangkat oleh kepala sekolah tanpa rekomendasi dari Dinas Pendidikan yang dibiayai oleh dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)," ungkap Budi.
Klaim Sebagai Peningkatan Mutu Pengajar
Padahal, sejak 2017 hingga 2022, Disdik DKI telah mengeluarkan instruksi terkait pengangkatan guru honorer yang harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK 2024, ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
Budi menekankan bahwa langkah pembersihan data guru honorer ini dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kompetensi pengajar di Jakarta.
Mutu serta kompetensi dari tenaga pengajar menjadi prioritas untuk ditata, karena sentuhan serta pola mengajar dari guru maka dapat langsung terlihat prestasi yang dapat diraih oleh siswa/i di sekolah, pungkasnya.
Langkah tegas Disdik DKI ini memicu perdebatan di tengah masyarakat. Ada yang mendukung langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun ada juga yang menyoroti dampak sosial dari pemecatan ratusan guru honorer.
Â
Advertisement