Sukses

Dua Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Tol MBZ Minta Dibebaskan, Ini Pembelaannya

Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Tol MBZ meminta agar majelis hakim membebaskan keduanya dari segala tuntuntan dan denda.

Liputan6.com, Jakarta Dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Tol MBZ, eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono dan Ketua Panitia Lelang PT JJC, Yudhi Mahyudin meminta agar majelis hakim membebaskan keduanya dari segala tuntuntan dan denda.

Salah satu terdakwa, Djoko Djiwono berharap agar majelis hakim dapat memberikan keputusan yang sebaik-baiknya bagi dirinya maupun keluarga.

"Putusan terbaik untuk saya dan keluarga tentunya adalah membebaskan saya dari tuntutan dan pengenaan denda yang diajukan oleh jaksa penuntut umum," ujarnya.

Djoko juga menjadikan faktor usia sebagai pertimbangan agar hakim memutuskan bebas untuk dirinya. Pasalnya, kini ia sudah berusia 65 tahun dan semakin sempit dalam menjalani sisa kehidupan.

"Saya masih ingin berkontribusi dan mencari ladang ibadah melalui kompetensi dan profesionalisme yang saya miliki, selain saya juga memiliki anak yang membutuhkan biaya untuk sekolahnya," ujarnya.

Selain itu, Djoko menilai selama 36 tahun bekerja di Jasa Marga, dirinya tidak pernah melakukan pelanggaran apa pun. Ia pun menegaskan, dalam dugaan kasus korupsi Tol MBZ, dakwaan yang dikenakan adalah mengenai ketidakcermatan dan penggunaan data kurang tepat.

“Saya juga tidak berpikir dan bertindak sendiri saat pelaksanaan pembangunan Tol MBZ, baik dari internal PT JJC maupun stakeholder lain, eksternal dan otorisator pemerintah ikut membantu, memantau, mengawasi, memberi masukan serta rekomendasi, sehingga proyek ini selesai dan sudah digunakan oleh sedikitnya ratusan ribu pengguna setiap bulannya,” jelasnya.

2 dari 3 halaman

Tidak Terbukti Bersekongkol

Djoko mengaku tidak membaca adanya tulisan “Bukaka” pada salah satu dokumen pelelangan yang secara etika pelelangan dianggap suatu pelanggaran. Meskipun sebetulnya pada proses pelelangannya sendiri tidak terdapat insiden mengenai penulisan tersebut.

"Sebagai manusia biasa, saya mohon maaf dan menyesal atas hal tersebut dan dari ratusan halaman dokumen pelelangan saya tidak membacanya, namun saya tidak pernah memerintahkan atau mempengaruhi kepada siapa pun anggota panitia untuk melakukannya," ujarnya.

Djoko mengungkapkan, hal itu tidak dapat membuktikan tuntutan mengenai dugaan persekongkolan dalam mengurangi volume mutu konstruksi yang membuat Tol MBZ tidak aman dan nyaman dan memunculkan larangan kendaraan golongan II sampai dengan golongan IV tidak boleh melewati.

"Alhamdulillah, Tol MBZ telah dioperasikan, sudah digunakan dan sangat membantu masyarakat dalam melancarkan lalu lintas di koridor Jakarta-Cikampek yang tadinya selalu menghadapi kemacetan yang tinggi, setiap waktu sebelum adanya jalan layang ini," ungkapnya.

Sementara itu penasihat hukum Djoko Djiwono, Adi Supriyadi mengungkapkan, sesuai dengan fakta persidangan yang ada seperti persekongkolan semua terbantahkan dalam persidangan. 

"Tidak ada persekongkolan, tidak ada perbuatan melawan hukum, dan tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh Djoko, bilapun ada perubahan seperti bahan baku itu bukan wewenang Djoko," ujarnya. 

Untuk itu, dalam rangka keadilan dan untuk kepentingan hukum Adi meminta kliennya dibebaskan dari segala tuduhan serta nama baiknya dipulihkan. Adi menyebut, selama berkarier di Jasa Marga, Djoko tidak pernah melakukan tindakan pidana dan pada persidangan ini menunjukan sikap kooperatif dan berkelakuan baik. 

"Jadi tidak ada undang-undang yang dilanggar, dan jika dipaksakan (melanggar UU), dari aspek kemanfaatan nyatanya jalan tol itu sudah ada dan sudah digunakan secara nasional, sehingga tidak ada alasan memenjarakan beliau," ujar Adi.

3 dari 3 halaman

Dibebaskan dari Tuntuntan serta Denda

Selain Djoko, Ketua Panitia Lelang PT JJC, Yudhi Mahyudin memohon majelis hakim mempertimbangkan membebaskan dirinya dari segala tuduhan. Ia juga mengaku menderita sakit berkepanjangan seperti kerusakan fungsi ginjal akut yang saat ini hanya berfungsi 23%, diabetes lebih dari 15 tahun, serta beberapa kondisi dan penyakit lain yang memerlukan perawatan dan pengobatan secara rutin dari dokter spesialis.

Selain itu, Yudhi meminta untuk dibebaskan dari denda sebesar Rp1 miliar. Dirinya menyebut, tidak memiliki kemampuan untuk membayar denda tersebut.

“Saya tidak memiliki kemampuan untuk membayar dan rekening saya saat ini yang diblokir sebanyak tiga rekening, dananya pun diperkirakan tidak lebih dari Rp10 juta saja dan satu-satunya penghasilan saya saat ini hanya dari uang pensiun saja," ujarnya.

Yudhi juga membeberkan bahwa selama bekerja di Jasa Marga, ia tidak pernah menerima sanksi dalam bentuk apa pun dari perusahaan, bahkan dirinya memperoleh penghargaan medali emas pada akhir masa kerjanya.

"Saya menyadari dan menyesali bahwa dalam menjalankan tugas kepanitian tersebut mungkin ada kekurangan dan ketidaktelitian saya, di mana saya menjalankan tugas juga karena saya selaku karyawan Jasa Marga yang bertujuan untuk memberikan pengabdian kepada bangsa dan negara," bebernya.

 

(*)