Liputan6.com, Jakarta - Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan 107 guru honorer yang nonaktif akan didistribusikan ke sejumlah sekolah daerah setempat yang membutuhkan sehingga mereka mendapatkan jam mengajar di sekolah baru nanti.
“Ini jangan diartikan memberhentikan guru tapi kami memadupadankan data supaya dapat data yang akurat,” kata Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Jakarta, Sabtu 20 Juli 2024.
Ia mencontohkan di satu sekolah guru bahasa Inggris ada banyak, sehingga guru honorer ini tidak mendapatkan jam mengajar sehingga menjadi nonaktif. Mereka akan diberikan sekolah yang membutuhkan ilmu mereka dan tentu tidak jauh dari rumah para guru ini.
Advertisement
Menurut dia, saat ini ada 4.000 guru honorer yang ada di DKI Jakarta dan honorarium mereka dibiayai oleh APBD DKI Jakarta, dan 107 guru ini masuk dalam data yang 4.000 guru honorer yang terdata di Jakarta.
“Saya akan memanggil kepala sekolah pada Senin (22/7) dan guru ini untuk dilakukan penyelesaian dan kami memerintahkan agar kepala sekolah tidak lagi merekrut guru tanpa rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan,” kata dia yang dikutip dari Antara.
Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Budi Awaluddin menambahkan pihaknya melakukan penataan dan pendistribusian guru agar mereka ditempatkan di sekolah yang membutuhkan ilmu mereka.
“Kami sudah menggelar rapat dan melakukan hal ini sesuai dengan arahan Pj Gubernur agar guru yang non aktif dapat mengajar sesuai bidang ilmunya,” kata dia.
Penggunaan Diksi Cleansing Dinilai Sadis
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai kebijakan pemecatan guru honorer, seperti yang terjadi di DKI Jakarta, dapat menyebabkan terjadinya persoalan kekurangan guru di sekolah-sekolah.
"Kebijakan cleansing guru honorer bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah yang pada akhirnya mengganggu proses belajar mengajar," kata Dede dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (19/7/2024).
Pada akhirnya, kata dia melanjutkan, peserta didik menjadi pihak yang dirugikan, terutama di saat mereka baru memasuki tahun ajaran baru sekolah seperti sekarang.
Dede pun menyoroti penggunaan kata "cleansing" untuk kebijakan penataan guru honorer itu. Menurut dia, kebijakan yang dinamai "cleansing" terhadap para guru honorer di DKI Jakarta tersebut kurang humanis.
"Cleansing itu kata yang terlalu sadis, cleansing itu kan pembersihan atau seperti membasmi. Itu tidak boleh," ucap Dede seperti dilansir dari Antara.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta telah menyatakan bahwa kebijakan "cleansing" terhadap setidaknya 107 guru honorer dilakukan sebagai Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK.
Temuan BPK menyebut bahwa peta kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
Adapun para guru honorer ini digaji dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Disdik DKI juga menyampaikan pihak sekolah mengangkat guru honorer tanpa rekomendasi dari Disdik sehingga melanggar aturan.
Advertisement