Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada Majelis Hakim yang menangani perkara gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, untuk memeriksa saksi Ahmad Riyadh. Dia adalah seorang advokat yang juga yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara Gazalba.
"Perlu kami sampaikan karena saksi Ahmad Riyadh diperiksa di BAP dalam sumpah Yang Mulia mohon dipertimbangkan kiranya dapat diterbitkan penetapan untuk tindak lanjut atas proses tersebut yang Mulia demikian Yang Mulia," kata Jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin, (22/7/2024).
Jaksa beranggapan keterangan yang diberikan oleh Anggota Komite Eksekutif (EXCO) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu memberikan keterangan bohong dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diberikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Advertisement
Sebab dalam persidangan, Riyadh secara mendadak mencabut seluruh keterangannya di hadapan Majelis Hakim. Oleh sebab itu dia dapat berpotensi dikenakan pasal Obstruction Of Justice (OOJ) atau perintangan penyidikan.
Menanggapi hal itu, Ketua Hakim, Fahzal Hendrik tidak bisa memberikan penetapan tersebut. Namun dia mempersilahkan kepada penyidik KPK bila ingin mengusut keterangan bohong dari saksi.
"Itu sebetulnya Pak Ndak bisa majelis hakim membuat penetapan silakan itu urusan penyidik ya," kata Fahzal.
"Siap yang Mulia," saut Jaksa.
"Silakan saja kalau bapak mau melakukan pengusutan, itu wilayahnya beda wilayah penyidikan, ya, jangan dicampur aduk," Fahzal manambahkan.
Â
Didakwa Terima Gratifikasi
Sebelumnya, mantan Hakim Agung Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), USD181.100 (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut," ujar Jaksa saat membacakan dakwaan, Senin (6/5).
Atas dakwaan gratifikasi, mantan hakim agung itu terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Â
Advertisement
Nilai Gratifikasi
Jaksa membeberkan dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Uang gratifikasi itu, kata jaksa, diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyad selaku penghubung antara Jawahirul dengan Gazalba pada 2022 seusai pengucapan putusan perkara, di mana Ahmad Riyad menerima uang Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi haruslah dianggap suap," ucap dia.
"Karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia dan berlawanan dengan kewajiban terdakwa," sambungnya.
Â
Reporter:Â Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Â