Liputan6.com, Jakarta Mobil-mobil mewah berjejer di halaman Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 22 Juli 2024. Tak luput uang-uang ditumpuk dan dipamerkan juga.
Hal ini bagian dari pelimpahan barang bukti atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.
Baca Juga
Dua tersangka yang juga menuai sorotan banyak, Harvey Moeis dan Helena Lim juga ikut dilimpahkan Kejaksaan Agung ke Kejari Jaksel. Keduanya nampak tidak berkata-kata saat digiring masuk anggota ke dalam Gedung Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Advertisement
Namun, Harvey sempat menoleh sebentar saat dirinya dipanggil awak media yang sudah menunggu kedatangannya.
Tentu banyak pertanyaan yang timbul. Apakah memang sosok Harvey Moeis dan Helena Lim merupakan otak dari kasus dugaan korupsi ini, atau Kejagung masih memburu pelaku utamanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan, pihaknya terus membuka peluang dan mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Menetapkan seseorang menjadi tersangka tentu didasarkan pada adanya bukti permulaan yang cukup yang diperoleh setidaknya dari dua alat bukti tentang keterlibatannya dalam perkara ini. Siapa saja yang memenuhi hal di atas tentu dapat ditetapkan sebagai Tersangka," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/4/2024).
Di sisi lain, dengan banyaknya barang bukti yang disita dari Harvey Moeis dan Helena Lim, Harli memberi sinyal ada kemungkinan upaya dimiskinkan. Dalam hal ini upaya mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Dalam rangka pembuktian perkara yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan, dan tentu upaya pengembalian kerugian keuangan negara," ungkap dia.
Selain itu, Harli mengungkapkan, pihak Kejagung tak menutup kemungkinan kasus korupsi komoditi timah ini membuka peluang kejahatan korporasinya jika ditemukan sejumlah unsur bukti dari proses penyidikan.
"Jika memang ada bukti-bukti yang kuat keterlibatan korporasi, tentu bisa dijerat sebagai pelaku," tutur dia.
Adapun berikut daftar barang sitaan Kejagung dari tangan Harvei Moeis dan Helena Lim yang dilimpahkan ke Kejari Jaksel:
Barang milik Harvey Moeis yang disita:
- 11 bidang tanah dan/atau bangunan dengan rincian: 4 bidang tanah dan/atau bangunan di wilayah Jakarta Selatan, 5 bidang tanah dan/atau bangunan di wilayah Jakarta Barat, 2 bidang tanah dan/atau bangunan di wilayah Tangerang
- Mobil dengan total 8 unit terdiri dari: 2 unit Ferarri, 1 unit Mercedes Benz AMG SLG GT, 1 unit Porsche, 1 unit Rolls Royce Cullinan, 1 unit Mini Cooper, 1 unit Lexus RX300, 1 unit Vellfire 2.5G
- Tas branded sebanyak 88 unit
- Perhiasan sejumlah 141 buah
- Uang sejumlah USD 400.000
- Uang Rp13.581.013.347
- Logam mulia
Barang milik Helena Lim yang disita:
- 6 bidang tanah dan/atau bangunan dengan rincian: 4 bidang tanah dan/atau bangunan di wilayah Jakarta Utara, 2 bidang tanah dan/atau bangunan di wilayah Kabupaten Tangerang
- Mobil dengan total 3 unit terdiri dari: 1 unit Toyota Kijang Innova, 1 unit Lexus UX300E, 1 unit Toyota Alphard
- Tas branded sebanyak 37 unit
- Perhiasan sejumlah 45 buah
- Uang sejumlah SGD 2.000.000
- Uang sejumlah Rp10.000.000.000
- Uang sejumlah Rp1.485.000.000
- 2 unit jam tangan mewah merek Richard Mile (RM).
Menanti Meja Pengadilan
Harli juga mengungkapkan, pelimpahan ini juga bagian dari upaya kejaksaan untuk segera menyidangkan Harvey Moeis dan Helena Lim.
"Yang pasti saya sampaikan, mungkin dalam waktu dekat, sudah ada juga yang akan dilimpahkan ke pengadilan. Beberapa waktu yang lalu saya sampaikan bahwa ini adalah bagian dari strategi penuntutan. Karena di sana ada penyelenggara negara, ada pihak swasta," kata dia.
Harli pun menegaskan,Jaksa Penuntut Umum akan terus secara bekerja keras menuntaskan perkara ini.
"Dan saat ini dalam proses menyiapkan surat dakwaan, mempelajari berkas perkara, dan pada waktunya akan dilimpahkan ke pengadilan," jelas dia.
Harli pun mengungkapkan, kurang lebih ada 30 jaksa disiapkan untuk menuntaskan kasus ini.
"Kami juga tadi mendengar, Kejari sudah mempersiapkan jaksa untuk ini ada kira-kira sekitar 30 jaksa yang akan ditugaskan dalam rangka menyelesaikan perkara ini. Mulai dari proses pra penuntutan hingga ke depannya," bebernya.
Harli pun juga mengatakan, bahwa Harvei Moeis dan Helena Lim ini memiliki peran masing-masing. Untuk Harvey, melakukan lobi-lobi dengan pihak PT Timah Tbk.
"Bahwa Tersangka HM selaku perwakilan PT RBT mengikuti rapat-rapat dan melakukan lobi-lobi dengan pihak PT Timah Tbk, terkait kerjasama sewa-menyewa penglogaman timah untuk memfasilitasi CV VIP, PT SBS, PT SIP, dan PT TIN," jelas dia.
Kemudian, untuk Helena Lim disebutnya melakukan inisiasi pengumpulan keuntungan dari sejumlah perusahaan atau PT.
"Dari kerja sama tersebut, Tersangka HM menginisiasi pengumpulan keuntungan dari CV VIP, PT SBS, PT SIP, dan PT TIN untuk diserahkan kepada PT QSE yang difasilitasi oleh Tersangka HLN," ujarnya.
"Dengan modus seolah-olah pemberian Corporate Social Responsibility (CSR) untuk selanjutnya diserahkan kepada masing-masing tersangka lainnya," sambungnya.
Menyusuri Jejak Harvey Moeis dan Helena Lim untuk Memburu Pelaku Utama
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, untuk mengungkap kasus lebih dalam, semuanya tergantung dari penyidik Kejagung.
"Itu tergantung penyidik, kuncinya ada di situ. Bisa jadi HL (Helena Lim) dan HM (Harvey Moeis) itu juga kaki tangan ada bos besarnya, bisa jadi seperti itu," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/7/2024).
Menurutnya ada bebeapa kemungkinan, misalnya Helena Lim dan Harvey Moeis memang tak mengaku dan menumbalkan mereka saja.
"Tetapi penyidik yang pandai bisa menelusuri itu. Umpamanya dia ini pemegang saham di PT apa , tu kan bisa naik ke atas bisa ditelusuri benang merahnya. Ada PT ini ke ujungnya siapa bosnya. Itu bisa dapat kalau mau penyidiknya kerja keras. Tapi kalau berhenti pada pengakuan keduanya, ya berhenti di situ saja," jelas Abdul.
Soal upaya memiskinkan pelaku korupsi, dia mengungkapkan semuanya juga kembali sejauh mana penyidik bisa menelisik asal muasal harga kedua orang tersebut.
"Yang susah ini uang. Kalau yang masuk ke dalam sistem perbankan dalam negeri maka sistem nasional kita ada PPATK bisa melakukan penelusuran. Tapi yang susah itu yang disimpan di luar negeri Karena sistem kita enggak bisa nembus karena menjadi rahasia bank," jelas Abdul.
Hal serupa terkait peranan kejahatan korporasi. Apakah Helena Lim maupun Harvey Moeis melakukan perbuatan itu atas instruksi korporasi atau individual.
"Tinggal buktikan saja. Apakah ini merupakan kebijakan korporasinya atau perusahaannya? Itu harus dilihat, melihatnya dari mana? Nah lihatlah dari hasil-hasil rapat umum pemegang sahamnya atau rapat direksinya. Itu bisa dilacak, Makanya saya bilang ketika menyita itu jangan hanya menyita yang berbentuk aset, tetapi juga surat-menyurat yang ada kaitannya dengan perbuatan," ungkap Abdul.
Dia pun berharap kasus ini diusut tuntas. Karena dia menduga ada permainan orang dalam, dalam hal ini PT Timah.
"Karena kalau dia di area yang tidak ada konsesinya, tidak ada izinnya, itu kan belum tentu (ada timahnya). Karena belum ada penelitian di situ. Apakah memang ada timah di situ? tapi ini kan sudah matang kemudian digarap. Karena itu menurut saya, tidak cukup hanya swasta saja yang diproses tapi orang-orang di PT Timah yang memiliki kewenangan dan tugas mengawasi penambangan di areanya itu juga harus kena, karena dia membiarkan," tutur Abdul.
"Saya yakin mereka mengetahui itu tapi didiemin, diduga karena ada uang sogok atau uang suap dan menurut saya itu harus disikat juga," pungkasnya.
Advertisement
Kejagung Harus Bisa Buktikan TPPU Helena Lim dan Harvey Moeis
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan, Kejagung harus maksimal dalam persiapan penyidangan Harvey Moeis dan Helena Lim.
Menurut dia, yang dikejar bukan hanya delik korupsinya tapi juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau money laundrying yang diduga dilakukan keduanya.
"Saya rasa dengan ditetapkannya para tersangka dengan delik korupsi dan TPPU menjadi upaya kearah pemiskinan. paling tidak merampas hasil pidana dari korupsi maupun hasil lain yang disamarkan dari kasus timah ini," kata Agus kepada Liputan6.com, Selasa (23/7/2024).
Meski sudah diterapkan TPPU, dia merasa yakin dalam upaya memiskinan para pelaku korupsi tak akan maksimal. Pasalnya, belum ada Undang-Undang Perampasan Aset.
"Apakah akan maksimal memiskinkan sepenuhnya tentu tidak karena belum ada UU Perampasan Aset," ungkap dia.
Selain itu, Agus juga membeberkan alasan Kejagung harus maksimal dalam persidangan, pasalnya bisa mencari otak atau pelaku utama dalam kasus dugaan korupsi komiditi timah ini.
"Tentunya kita semua berharap nanti terbuka semua di pengadilan tipikor, peran masing-masing terdakwa ditambah kesaksian ahli dan bukti lain yang dimiliki Jaksa," pungkasnya.