Sukses

Akademisi Harap Mendikbud Turun Tangan Atasi Isu Jual-Beli Gelar Profesor

Dosen Universitas Jakarta, Fikri Ardiansyah, mendorong Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim bisa turun tangan dan memberi penjelasan ke publik.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia pendidikan tengah diramaikan kabar hadirnya para oknum di dubnia akademisi yang diduga meraih gelar profesor lewat proses abal-abal atau instan.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Universitas Jakarta, Fikri Ardiansyah, mendorong Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim bisa turun tangan dan memberi penjelasan ke publik.

“Menteri Pendidikan harusnya bisa jadi penengah dan jadi jembatan. Terutama, untuk menyelamatkan harga diri pendidikan kita, kita sudah sangat maju. Sistem perguruan tinggi kita juga bersaing,” kafa Fikri seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (25/9/2024).

Fikri mengaku prihatin dan mewanti, jangan sampai isu tersebut ditumpangi para pihak tak bertanggungjawab hendak menjatuhkan marwah pendidikan di Indonesia. Jika benar adanya jual beli gelar, dia pun mendorong ada penindakan hukum.

"Kalau ada pelanggaran, silakan ditindak lanjut. Tapi, kita juga harus jeli, jangan sampai nanti justru ini jadinya delegitimasi,” dorong dia.

2 dari 3 halaman

Profesor Gelar Kehormatan

Sebagai Kandidat Doktor Ilmu Politik dari Universitas Nasional, Fikri menjelaskan gelar profesor adalah gelar kehormatan. Ia meyakini, tidak semua mereka yang mendapatkan gelar itu diperoleh lewat jalur abal-abal. Sebab sejatinya gelar profesor tidak mudah diperjual-belikan.

“Jangan gara gara ramai begini kita pukul rata. Ini kan lama-lama jadi membentuk opini publik bahwa gelar itu bisa seenaknya diraih dengan jual-beli. Kan nggak benar juga kalau begitu”, tegas pria yang juga mengajar di Universitas Satyagama ini.

3 dari 3 halaman

Bola Salju

Fikri berharap, kabar miring terkait jangan sampai isu ini menggelinding seperti bola salju karena berlarut dilayani oleh publik.

“Ujungnya, akan terjadi ketidakpercayaan atau trust issue pada dunia pendidikan di Indonesia,” pungkas Alumni dari Fakultas Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.