Sukses

Respons Pihak Rafael Alun Usai MA Minta KPK Kembalikan Aset yang Disita

Menurut MA, aset itu harus dikembalikan sebab dimiliki atas nama istri dari RAT yaitu Ernie Meike.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembalikan aset milik mantan pejabat Ditjen Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (RAT). Putusan tersebut tersebut tertuang dalam putusan kasasi.

Menurut MA, aset itu harus dikembalikan sebab dimiliki atas nama istri dari RAT yaitu Ernie Meike.

Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Rafael Alun, Junaedi Saibih merespons baik putusan tersebut. Namun dia mengaku pihak Kuasa Hukum belum mendapatkan salinannya secara lengkap.

“Jika menurut aturan perundangan yang berlaku dan fakta persidangan memang sudah seharusnya, aset rumah tersebut dikembalikan karena perolehan harta tersebut bukan dari hasil gratifikasi ataupun suap,” kata Junaedi melalui keterangan tertulis diterima, Kamis (25/7/2024).

Junaedi meyakini, sejatinya harta RAT telah diikutsertakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan masuk dalam perlindungan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Tax Amnesty). Maka dari itu, tidak sepatutnya ikut disita KPK.

"Memang dari awal kita sudah bilang ini harusnya nggak boleh (disita) karena harta itu sudah dilaporkan dalam tax amnesty," tutur Junaedi.

Junaedi meyakini, berdasarkan aturan dalam UU Tax Amnesty, harusnya pengembalian harta yang sempat disita pihak KPK juga berlaku untuk sisa harta lainnya. Hal itu tertuang dalam pasal 20 UU Tax Amnesty.

“Data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan UU Tax Amnesty tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana. Itu dijamin dalam UU,” tegas Junaedi.

“Jadi kalau ada yang bertanya apakah itu akan jadi bahan penuntutan? Maka akan bertentangan dengan asas hukuman pidana. Jadi mungkin hakim sudah melihat itu (aturan tax amnesty),” imbuhnya.

Junaedi juga mengkritik kejelian KPK dalam melihat sumber harta dari kliennya. Khususnya yang berasal dari PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo. Menurut dia, apa yang dihasilkan dari sejumlah perusahaan tersebut merupakan penghasilan kotor (bruto) sebelum dipotong gaji karyawan dan biaya operasional lainnya. Artinya, tidak ada keterlibatan untuk ikut disita KPK.

"Belajar bagaimana caranya menghadirkan bukti yang benar, karena tidak mungkin masa perusahaan semuanya lalu itu dilimpahkan menjadi kesalahan Pak RAT? selain Pak RAT ada pemegang saham lain dan kontrol keuangan itu bukan Pak RAT,” kritik dia.

“Apalagi Pak RAT bukan merupakan pemegang saham pengendali seperti yang dituduhkan di persidangan,” imbuh dia menandasi.

2 dari 3 halaman

Bukti

Sebagai informasi, sejumlah barang bukti yang diperintahan untuk dikembalikan meliputi Barang bukti perkara TPPU nomor 434 berupa uang tunai senilai Rp 199.970.000 yang berasal dari pencairan deposito berjangka atas nama Ernie Meike Torondek.

Selanjutnya, ada jugaxbarang bukti perkara TPPU nomor 436 berupa uang tunai senilai Rp 19.892.905,70 yang berasal dari rekening tabungan atas nama Ernie Meike Torondok.

Lalu, barang bukti perkara gratifikasi nomor 552/perkara TPPU nomor 412 berupa satu bidang tanah berikut bangunan rumah yang berdiri di atasnya di Jalan Simprug Golf, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dengan luas 766 meter persegi atas nama Ernie Meike.

3 dari 3 halaman

KPK Ikuti Proses Hukum

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menyebut KPK masih memiliki waktu selama 30 hari sebelum putusan hakim Berkekuatan Hukum Tetap (BHT). Menurut dia, KPK masih belum menerima salinan putusan kasasi MA.

"Nanti dulu, kami kan masih nunggu anunya (salinan putusan)," kata Ghufron di Gedung KPK, Kamis (25/7/2024).

Sejalan dengan itu, lanjut Ghufron, KPK juga akan mempelajari putusan MA yang justru berpihak kepada Rafael untuk mengembalikan sejumlah aset hasil Gratifikasi yang telah disita.

"Sepanjang sekali lagi kami masih akan mendalami putusan tersebut ya. Sekali lagi KPK akan taat sesuai dengan keputusan-keputusan hakim. Kalau kemudian itu adalah putusan akhir atau BHT ya, berkekuatan hukum tetap tentu kami akan laksanakan," Ghufron menandasi.