Sukses

Jaksa Tolak Novum Kubu Saka Tatal dalam Kasus Vina Cirebon, Begini Kata Ahli Pidana

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak bukti yang diajukan oleh Saka Tatal dalam upaya Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina dan Eky karena dinilai kurang konsisten, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai novum.

Liputan6.com, Jakarta Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak bukti yang diajukan oleh Saka Tatal dalam upaya Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina dan Eky karena dinilai kurang konsisten, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai novum.

Jaksa beralasan, novum yang diajukan oleh Saka Tatal bukanlah bukti baru. Pun dalam pernyataan Saka, menurut jaksa tidak konsisten dalam memberikan keterangan. Salah satunya yang menyebut Vina dan Eky pada 2016 meninggal karena kecelakaan lalu lintas tunggal.

Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, novum yang diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) semestinya adalah fakta-fakta baru yang belum pernah disampaikan selama proses persidangan ataupun saat pemeriksaan.

"Jadi jika novum pernah diajukan sebagai bukti, itu tidak memenuhi kriteria sebagai novum," ucap Fickar saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (27/7/2024).

Tapi menurut dia, novum itu tidak semestinya harus selalu baru sekalipun dalam novum Saka Tatal juga melampirkan bukti berdasarkan media sosial. Hanya saja dengan catatan ada pihak yang pernah menyatakan kalau bukti yang dilampirkan adalah bukti baru.

"Artinya, meski bukti itu sudah ada tapi belum diajukan dalam perkara, boleh saja ditempatkan sebagai novum. Hanya saja harus ada berita acara (baik penetapan PN atau akta notaris) yang menyatakan bahwa pernyataan orang yang baru menemukan bukti itu benar adanya," tutur pakar asal Universitas Trisakti itu.

Sementara dari sisi jaksa yang menolak dan menyatakan novum kubu Saka tidak ada yang baru adalah hal yang biasa. Sebab jaksa memiliki argumen tersendiri untuk memenangkan persidangan.

"Jaksa sebagai termohon pasti nenolak apa pun argumennya, karena bermaksud membatalkan putusan yang membenarkan dakwaan jaksa," ucap Fickar.

Hanya saja pada akhirnya, kata Fickar, semua keputusan ada pada hakim yang pada akhirnya menilai novum kubu Saka apakah baru baik melampirkan dari bukti media sosial ataupun bukti lainnya.

 

2 dari 2 halaman

Jaksa Tolak Novum Saka Tatal

Dianggap tidak konsisten, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak bukti yang diajukan oleh Saka Tatal dalam upaya Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Eky.

"Kami menilai pemohon tidak konsisten dalam menyatakan peristiwa tersebut, sehingga kami menganggap hal itu bukan novum atau bukti baru," ujar Gema Wahyudi, perwakilan JPU, setelah sidang lanjutan PK di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat, Jumat (26/7/2024).

Gema menjelaskan terdapat beberapa poin penting terkait kesimpulan JPU, untuk menanggapi 10 novum yang diajukan pihak pemohon dalam sidang PK tersebut.

Ia mengatakan JPU menyoroti adanya ketidaksesuaian dari pernyataan kuasa hukum pemohon, yang menyebutkan kalau penyebab kematian Vina dan Eky pada 2016 diduga karena kecelakaan lalu lintas tunggal. Padahal, kata dia, Saka Tatal sudah mengakui melakukan pemukulan terhadap korban Eky, tetapi kemudian pemohon mengubah narasinya dengan menghilangkan peristiwa penganiayaan pada kasus tersebut.

"Perlu diingat bahwa pemohon menyatakan kalau hal itu adalah peristiwa pembunuhan, tapi disangkal dilakukan oleh Saka Tatal, yang bersangkutan hanya melakukan pemukulan. Kemudian diubah lagi oleh pemohon menjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas tunggal," katanya.

Selanjutnya, Gema menyampaikan beberapa novum pada proses PK ini sebagiannya berasal dari media sosial yang isi serta informasinya tidak dapat diuji kebenarannya secara komprehensif. Selain itu, jaksa juga menemukan beberapa bukti yang diajukan oleh pemohon, sebenarnya sudah pernah dihadirkan dalam persidangan di tahun 2016.

Atas dasar tersebut, Gema menuturkan JPU akhirnya memutuskan untuk menolak novum yang diajukan oleh pihak pemohon. JPU berpendapat bahwa upaya PK dari Saka Tatal tidak memenuhi syarat, karena pihak pemohon belum bisa menghadirkan bukti baru yang dapat mempengaruhi keputusan hukum sebelumnya.

"Foto-foto yang dijadikan novum itu sudah ada dan terlampir di berkas perkara (tahun 2016). Hampir semuanya sudah pernah diperiksa dan memiliki kekuatan hukum tetap," katanya.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com