Sukses

Dinilai Dipaksakan dan Tak Penuhi Unsur Pidana Korupsi Tol MBZ, Hakim Diharapkan Tolak Dakwaan JPU

Sahabat DD semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) berharap majelis hakim bisa melihat dengan jernih serta mempertimbangkan segala tuntutan yang disangkakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap DD.

Liputan6.com, Jakarta Sidang putusan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Sheikh Mohammed Bin Zayed (Tol MBZ) akan digelar pada Selasa (30/07), setelah ditunda oleh Hakim Ketua Fazhal Hendri dengan alasan berkas putusan belum selesai. 

Majelis hakim akan menjatuhkan vonis terhadap empat terdakwa yang disangkakan oleh Kejaksaan Agung telah melakukan tindakan korupsi merugikan negara senilai 510 miliar rupiah.

Keempat terdakwa tersebut yakni Eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono (DD), bersama Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin (YM), Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite (TBS) dan Eks Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas (SB).

Menanggapi sidang putusan besok, Rachmad Mekaniawan, sahabat DD semasa kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) berharap majelis hakim bisa melihat dengan jernih serta mempertimbangkan segala tuntutan yang disangkakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap DD. 

Rachmad menyoroti fakta persidangan terkait tender investasi proyek jalan Tol MBZ. Ia menyebutkan, melalui Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), PT JJC telah memenuhi semua yang diperjanjikan dengan pemerintah atau dalam hal ini diwakilkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sehingga dia mempertanyakan, apakah benar yang dituduhkan Jaksa bahwa DD telah merugikan negara Rp510 miliar rupiah? 

“Jadi dakwaan JPU kepada DD tidak berdasarkan fakta. Sudah terbukti bahwa tidak ada aliran dana sama sekali, jadi yang disebut merugikan negara itu apa, yang menguntungkan pihak tertentu itu siapa?" tanya Rachmad.

Lebih jauh Rachmad menyinggung adanya kesalahan yang dituduhkan jaksa terhadap DD. Menurutnya, tuduhan Jaksa menjadi rancu ketika menganggap proyek Tol MBZ sama seperti proyek konvensional lainnya, dimana pihak kontraktor mengisi harga satuan (unit price). 

Kontrak proyek konvensional sangat mengikat apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan gambar maka disitulah terjadi korupsi. Sedangkan proyek Tol MBZ merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menggunakan metode Design and Build. 

Rachmad yang hampir tidak pernah absen mengikuti persidangan DD menilai banyak logika Jaksa yang membingungkan. 

Senada disampaikan keluarga DD yang menegaskan bahwa Tol MBZ yang sudah dioperasikan sejak 2019 terbukti aman dan dapat mengurangi kemacetan arus lalu lintas tol Jakarta-Cikampek. "Terkesan dakwaan JPU mengada-ada dan dipaksakan karena tidak paham persoalan," ujarnya.

"Di sisi lain masyarakat diuntungkan dengan beroperasinya Tol MBZ, Pemerintah pun demikian diuntungkan secara ekonomi. Majelis hakim sepatutnya mempertimbangkan untuk menolak dakwaan JPU yang tidak terbukti dalam fakta persidangan," lanjutnya.

 

(*)