Sukses

Kejar Mimpi Lewat Beasiswa Tanoto Foundation

Sisi Kepemimpinan menjadi salah satu hal paling menarik yang diajarkan Tanoto Foundation.

Liputan6.com, Jakarta - Senyum bahagia terpancar di wajah Muhammad Fauzi (21), Briliana Nazah (20), Agfa Audinata (20). Mereka semringah bisa berkumpul bersama ratusan mahasiswa penerima beasiswa dari Tanoto Foundation di ajang Tanoto Scholars Gathering 2024.

Muhammad Fauzi, Briliana Nazah, dan Agfa Audinata merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation tahun lalu. Mereka berasal dari kampus berbeda-beda dengan jurusan yang berbeda pula.

Fauzi kuliah di Universitas Brawijaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dengan jurusan manajemen. Briliana Nazah dari Universitas Diponegoro, Fakultas Teknik, Prodi Teknik Sipil. Sementara Agfa Audinata dari Universitas Gajah Mada, jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian.

Ketiganya tertarik dengan beasiswa Tanoto Foundation. Selain untuk meringankan beban biaya kuliah dan orang tua, mereka kepincut program Pengembangan Kepemimpinan.

"Aku ngerasa program Pengembangan Kepemimpinan ini sesuai dengan jurusan aku di manajemen gitu, yang mana kita memang di belajar untuk menjadi seorang pemimpin," kata Fauzi di APRIL Learning Institute, Riau, Minggu (29/7/2024).

Hal senada dikatakan Agfa Audinata. Sisi Kepemimpinan menjadi salah satu hal paling menarik yang diajarkan Tanoto Foundation.

"Karena Tanoto ini enggak hanya dibantu dari segi finansial, tapi juga dari leadershipnya juga, jadinya aku mau apply beasiswa Tanoto dan aku kayak udah coba melihat dari beasiswa-beasiswa lainnya, ini beasiswa yang bener-bener ngasih leadership itu emang dari Tanoto," ucapnya.

Fauzi melanjutkan, bukan hanya Kepemimpinan yang dilatih, tapi Tanoto Foundation juga membantu para penerima beasiswa mengembangkan soft skills mereka.

"Gimana caranya kita berpikir yang logik dan terstruktur juga untuk menganalisis sebuah masalah dan itu benar-benar kepakai di jurusan Manajemen, dimana kita memang selalu dapet case dan kita harus cari sebuah solusi," ucap Fauzi.

"Selain itu di soft skills juga aku bener-bener terbantu banget karena di sini aku belajar untuk meregulasi emosi aku, terus juga belajar untuk empati ke orang lain yang mana itu menjadi sebuah soft skill yang kita butuhkan untuk menjadi pemimpin," tambahnya.

2 dari 3 halaman

Tanoto Scholars Gathering 2024, Ketua MPR Bamsoet Tegaskan Pentingnya Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Muda

Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa kemajuan artificial intelligence (AI) memberikan disrupsi pada dunia pendidikan. Masifnya AI Generatif seperti ChatGPT, Gemini, dan lainnya, membuat siswa/mahasiswa bisa dengan mudah mendapatkan berbagai pengetahuan akademik, bahkan tanpa perlu bertanya kepada guru/dosen di kelas.

"Grand View Research melaporkan, pasar teknologi AI di dunia pendidikan meningkat dari USD 36,37 juta pada tahun 2020 menjadi USD 556,9 juta pada tahun 2021, dan mencapai USD 2,5 milliar pada 2022. Temuan lain dari Deloitte, nilai pasar AI Generatif mencapai USD 44 milliar pada 2023, dan USD 66 milliar pada 2024. Allied Market Research memprediksi pasar teknologi AI di dunia pendidikan alan mencapai USD 88,2 milliar pada tahun 2032," ujar Bamsoet dalam Pembekalan Kebangsaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada Tanoto Scholars Gathering 2024, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (29/7/24).

Hadir antara lain, CEO Tanoto Foundation Benny Lee, Country Head Tanoto Foundation Indonesia Inge Kusuma, Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Indonesia Michael Susanto, serta Head of Strategic and Impact Communication Tanoto Foundation Indonesia Deviani Wulandari.

Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, sebagai dosen, dirinya perlu kerja keras mengoreksi berbagai tugas maupun disertasi mahasiswa, karena harus bisa membedakan mana yang tugasnya dikerjakan oleh AI mana yang dikerjakan oleh kemampuan mahasiswa sendiri. Karenanya ia mendorong para peserta didik harus bijaksana menggunakan AI, jangan hanya memanfaatkannya untuk copy paste mengerjakan tugas. Kehadiran AI harusnya bisa memperluas jangkauan pengetahuan, bukan justru menjadikan peserta didik kehilangan jati dirinya sebagai pencari ilmu.

"Daripada menghalangi kemajuan AI, dunia pendidikan kita justru harus adaptif. AI bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktifitas pembelajaran, hingga manajemen pendidikan. Disisi lain, orientasi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan akademik, melainkan juga harus memiliki karakter. Karenanya pemahaman terhadap wawasan kebangsaan harus dikedepankan, bersamaan dengan sikap berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, urgensi penanaman wawasan kebangsaan semakin penting, mengingat banyak hasil survei mengindikasikan melemahnya penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Misalnya tahun 2017, survei CSIS menemukan sekitar 9,5 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain. Tahun 2018, survei LSI menemukan fakta bahwa hanya 6,2 persen siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi wawasan kebangsaan.

Tahun 2020, hasil survei Komunitas Pancasila Muda mencatat masih ada sekitar 19,5 persen responden yang merasa tidak yakin bahwa nilai-nilai Pancasila penting, atau relevan bagi kehidupan mereka. Pancasila hanya dianggap sekedar istilah yang tidak benar-benar dipahami makna filosofisnya.

"Tahun 2022, hasil survey Litbang Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia, melaporkan hanya 28,6 persen siswa yang memahami Pancasila di ruang kelas, sementara 2,7 persen siswa memahaminya dari media sosial. Berbagai hasil survei tersebut menjadi gambaran betapa Pancasila semakin terealisasi dan terpinggirkan dari diskursus kebangsaan generasi muda bangsa," pungkas Bamsoet.

3 dari 3 halaman

Tanoto Scholars Gathering 2024, Bambang Brodjonegoro Beri Wejangan ke GenZ Menuju Indonesia Emas 2045

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menjadi salah satu pembicara dalam acara Tanoto Scholars Gathering 2024 di APRIL Learning Institute, Riau, Minggu (28/7/2024). Bambang banyak memberikan wejangan kepada para penerima beasiswa dari Tanoto Foundation.

Mantan Menteri Keuangan RI itu menjelaskan, banyak negara yang gagal menjadi high-income countries. Bahkan berdasarkan data Bank Dunia, dari 101 negara middle-income countries pada 1960, hanya 13 negara (12,87%) yang berhasil menjadi high-income countries pada 2008.

"Hari ini kita statusnya masih menengah ke atas. Masih jauh dari high-income countries, dari negara maju. Karena itu, peran kalian (penerima beasiswa Tanoto Foundation/GenZ) sangat penting. Indonesia punya visi 2045 dan tahun itu kita sudah harus menjadi negara maju," kata Bambang.

Ia mengatakan, mengangkat status menjadi negara maju tidak mudah. Bahkan kansnya sulit dan mayoritas negara-negara gagal.

"Kita lihat Cina, Korea Selatan, Jepang naik kelas karena sukses memanfaatkan bonus demografi. Indonesia sedang mengalami ini, dari 2015 sampai 2045. Setelah itu kita akan masuk ageing population seperti Jepang dan Korsel sekarang. Tapi, kita harus hati-hati. Jangan bonus demografi, jadi beban demografi," tambahnya.

Bambang menjelaskan, Indonesia saat ini sangat tertinggal dalam bidang science and technology, terutama dalam hal komitmen investasi di bidang tersebut. Banyak researcher Indonesia, kata dia, yang merasa puas jika sudah publish di International Journal.

"Mereka juga sudah puas di prototype, jadi saya baru ngerti kenapa tingkat import kita terhadap produk dan servis itu tinggi sekali, karena jarang sekali produk dari engineer kita yang akhirnya bisa masuk ke ranah industrialisasi dan komersialisasi."

"Nah, jadi tantangan terbesar buat Anda semua (menuju Indonesia Emas 2045) adalah bagaimana mendekatkan sains teknologi dengan komersialisasi," ucapnya.

Ia juga menegaskan peran generasi muda ke depan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) adalah sebagai Critical Thinkers, Change-Makers, Innovators, Communicators, dan Leaders.