Liputan6.com, Jakarta - Head of Leadership Development & Scholarship Tanoto Foundation, Michael Susanto, mengungkapkan bahwa pihaknya menyasar mahasiswa-mahasiswa dari latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung dalam pemberian beasiswa.
“Saat ini ada sekitar 80% (penerima beasiswa) dari lower social economic background. Jadi memang mereka yang secara finansial memang perlu (bantuan) dan juga mereka misalnya dari generasi pertama yang masuk ke perguruan tinggi,” kata Michael di sela-sela kegiatan Tanoto Scholars Gathering 2024 di Pangkalan Kerinci, Riau, Senin (29/7/2024).
Baca Juga
Karena itu mulai tahun ini, Tanoto Foundation bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud- Ristek) untuk mengikutsertakan mahasiswa penerima KIP Kuliah pada program Teladan.
Advertisement
“Dari situ kami akhirnya memutuskan bahwa seharusnya memang program-program seperti ini lebih banyak diberikan kepada mereka yang disadvantage seperti itu. Akhirnya dari Kemendikbud-Ristek kami kerja sama menerima 100 lagi dari peserta KIP Kuliah. Jadi tahun ini kita terima 260,” imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa program Teladan dimulai sejak 2019. Hal itu dilatarbelakangi kondisi banyaknya lulusan pendidikan tinggi di Indonesia yang tidak langsung mendapat pekerjaan atau tidak mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak.
Program Teladan memiliki tiga tahap pengembangan, yakni lead self (semester 2-4), lead others (semester 5-6), dan professional preparation (semester 7-8). Saat ini, para penerima beasiswa Teladan atau Tanoto Scholars angkatan 2023 tengah menjalani program Tanoto Scholars Gathering (TSG) di Pangkalan Kerinci, Riau pada 28-30 Juli 2024.
Kejar Mimpi Lewat Beasiswa Tanoto Foundation
Senyum bahagia terpancar di wajah Muhammad Fauzi (21), Briliana Nazah (20), Agfa Audinata (20). Mereka semringah bisa berkumpul bersama ratusan mahasiswa penerima beasiswa dari Tanoto Foundation di ajang Tanoto Scholars Gathering 2024.
Muhammad Fauzi, Briliana Nazah, dan Agfa Audinata merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation tahun lalu. Mereka berasal dari kampus berbeda-beda dengan jurusan yang berbeda pula.
Fauzi kuliah di Universitas Brawijaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dengan jurusan manajemen. Briliana Nazah dari Universitas Diponegoro, Fakultas Teknik, Prodi Teknik Sipil. Sementara Agfa Audinata dari Universitas Gajah Mada, jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian.
Ketiganya tertarik dengan beasiswa Tanoto Foundation. Selain untuk meringankan beban biaya kuliah dan orang tua, mereka kepincut program Pengembangan Kepemimpinan.
"Aku ngerasa program Pengembangan Kepemimpinan ini sesuai dengan jurusan aku di manajemen gitu, yang mana kita memang di belajar untuk menjadi seorang pemimpin," kata Fauzi di APRIL Learning Institute, Riau, Minggu (29/7/2024).
Hal senada dikatakan Agfa Audinata. Sisi Kepemimpinan menjadi salah satu hal paling menarik yang diajarkan Tanoto Foundation.
"Karena Tanoto ini enggak hanya dibantu dari segi finansial, tapi juga dari leadershipnya juga, jadinya aku mau apply beasiswa Tanoto dan aku kayak udah coba melihat dari beasiswa-beasiswa lainnya, ini beasiswa yang bener-bener ngasih leadership itu emang dari Tanoto," ucapnya.
Fauzi melanjutkan, bukan hanya Kepemimpinan yang dilatih, tapi Tanoto Foundation juga membantu para penerima beasiswa mengembangkan soft skills mereka.
"Gimana caranya kita berpikir yang logik dan terstruktur juga untuk menganalisis sebuah masalah dan itu benar-benar kepakai di jurusan Manajemen, dimana kita memang selalu dapet case dan kita harus cari sebuah solusi," ucap Fauzi.
"Selain itu di soft skills juga aku bener-bener terbantu banget karena di sini aku belajar untuk meregulasi emosi aku, terus juga belajar untuk empati ke orang lain yang mana itu menjadi sebuah soft skill yang kita butuhkan untuk menjadi pemimpin," tambahnya.
Advertisement
Tanoto Scholars Gathering 2024, Ketua MPR Bamsoet Tegaskan Pentingnya Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Muda
Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan bahwa kemajuan artificial intelligence (AI) memberikan disrupsi pada dunia pendidikan. Masifnya AI Generatif seperti ChatGPT, Gemini, dan lainnya, membuat siswa/mahasiswa bisa dengan mudah mendapatkan berbagai pengetahuan akademik, bahkan tanpa perlu bertanya kepada guru/dosen di kelas.
"Grand View Research melaporkan, pasar teknologi AI di dunia pendidikan meningkat dari USD 36,37 juta pada tahun 2020 menjadi USD 556,9 juta pada tahun 2021, dan mencapai USD 2,5 milliar pada 2022. Temuan lain dari Deloitte, nilai pasar AI Generatif mencapai USD 44 milliar pada 2023, dan USD 66 milliar pada 2024. Allied Market Research memprediksi pasar teknologi AI di dunia pendidikan alan mencapai USD 88,2 milliar pada tahun 2032," ujar Bamsoet dalam Pembekalan Kebangsaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada Tanoto Scholars Gathering 2024, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin (29/7/24).
Hadir antara lain, CEO Tanoto Foundation Benny Lee, Country Head Tanoto Foundation Indonesia Inge Kusuma, Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Indonesia Michael Susanto, serta Head of Strategic and Impact Communication Tanoto Foundation Indonesia Deviani Wulandari.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, sebagai dosen, dirinya perlu kerja keras mengoreksi berbagai tugas maupun disertasi mahasiswa, karena harus bisa membedakan mana yang tugasnya dikerjakan oleh AI mana yang dikerjakan oleh kemampuan mahasiswa sendiri. Karenanya ia mendorong para peserta didik harus bijaksana menggunakan AI, jangan hanya memanfaatkannya untuk copy paste mengerjakan tugas. Kehadiran AI harusnya bisa memperluas jangkauan pengetahuan, bukan justru menjadikan peserta didik kehilangan jati dirinya sebagai pencari ilmu.
"Daripada menghalangi kemajuan AI, dunia pendidikan kita justru harus adaptif. AI bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktifitas pembelajaran, hingga manajemen pendidikan. Disisi lain, orientasi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan akademik, melainkan juga harus memiliki karakter. Karenanya pemahaman terhadap wawasan kebangsaan harus dikedepankan, bersamaan dengan sikap berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, urgensi penanaman wawasan kebangsaan semakin penting, mengingat banyak hasil survei mengindikasikan melemahnya penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Misalnya tahun 2017, survei CSIS menemukan sekitar 9,5 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi yang lain. Tahun 2018, survei LSI menemukan fakta bahwa hanya 6,2 persen siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi wawasan kebangsaan.
Tahun 2020, hasil survei Komunitas Pancasila Muda mencatat masih ada sekitar 19,5 persen responden yang merasa tidak yakin bahwa nilai-nilai Pancasila penting, atau relevan bagi kehidupan mereka. Pancasila hanya dianggap sekedar istilah yang tidak benar-benar dipahami makna filosofisnya.
"Tahun 2022, hasil survey Litbang Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia, melaporkan hanya 28,6 persen siswa yang memahami Pancasila di ruang kelas, sementara 2,7 persen siswa memahaminya dari media sosial. Berbagai hasil survei tersebut menjadi gambaran betapa Pancasila semakin terealisasi dan terpinggirkan dari diskursus kebangsaan generasi muda bangsa," pungkas Bamsoet.