Sukses

PHK di DKI Tertinggi per Juni 2024, Heru Budi: Tidak Murni Warga Jakarta

Menurut Heru Budi Hartono, tingginya angka PHK di Jakarta berbanding lurus dengan banyaknya angka pendatang yang masuk Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK paling tinggi di Indonesia sepanjang Juni 2024.

Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, ada 32.064 pekerja yang kena PHK di Tanah Air sepanjang Juni 2024. Dari jumlah tersebut, 7.649 orang terkena PHK di DKI Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono tak menampik tingginya jumlah PHK itu. Namun, Heru menyebut, tidak semua pekerja adalah warga asli Jakarta.

"Begini, berdasarkan data memang PHK tinggi (di Jakarta). Berdasarkan data yang ada, tidak murni itu adalah warga Jakarta yang sudah lama tinggal," kata Heru di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).

Menurut Heru, tingginya angka PHK di Jakarta berbanding lurus dengan banyaknya angka pendatang yang masuk Jakarta.

Pendatang memang dibolehkan tinggal di Jakarta dengan berbagai ketentuan. Heru menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga tidak bisa menghalangi warga daerah yang merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.

"Jadi ada beberapa warga yang memang datang ke Jakarta, langsung dia kan kalau ke Jakarta tinggal dengan saudaranya, dengan temannya, dengan jaminan lainnya sesuai dengan aturan kependudukan. Kan dia boleh pindah," kata Heru.

"Nah, ini ada sebagian yang belum dapat pekerjaan. Nah itu juga termasuk di dalam data (PHK) itu," lanjutnya.

Heru memastikan, tingginya angka PHK di Jakarta ini bakal menjadi perhatian serius Pemprov DKI. Pihaknya, akan berupaya menekan angka PHK dan pengangguran di Jakarta.

"Ini menjadi perhatian. Iya, kami fasilitasi (pekerja yang terkena PHK)," ujar Heru.

2 dari 2 halaman

Industri Tekstil PHK Massal, Menteri Investasi Bongkar Penyebabnya

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengamini adanya fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di industri tekstil.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa sekitar 11.000 buruh di industri tekstil mengalami PHK.

"Saya harus menyampaikan bahwa benar apa yang disampaikan terjadi PHK di beberapa tempat, khususnya di Jawa Barat PHK-nya ini ada dua. Satu adalah relokasi pabrik dari Jawa Barat ke daerah lain di daerah Jawa itu ada ditemukan, ada juga yang memang pabriknya ditutup," kata Bahlil di Kantor BPKM, Jakarta, Senin (29/7/2024).

Bahlil menyebut PHK massal yang terjadi di industri tekstil dalam beberapa waktu terakhir disebabkan oleh dua faktor. Yakni mesin produksi yang sudah memasuki usia tua dan biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan negara lain.

"Masalahnya ada dua mesinnya sudah tua yang kedua biaya ekonominya sudah tinggi dibandingkan negara-negara lain," ucap Bahlil.

Secara spesifik, lanjut Bahlil, tingginya biaya produksi ini berbanding terbalik dengan produktivitas pekerja. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya keuangan perusahaan yang akhirnya terpaksa melakukan efisiensi.

"Nah ini juga terkait dengan produktivitas kerja kita, jadi sebenarnya kita ini harus mencari jalan tengah hak-hak buruh tetap kita perhatikan, tapi buruh juga harus memperhatikan keberlangsungan perusahaan. Kalo ini tutup yang rugi kita semua," ujarnya.

Â