Sukses

Kebijakan Pemerintah dalam Mengimpor Beras Dikritik

Kebijakan pemerintah dalam mengimpor beras dikritik. Terlebih, mencuat persoalan demurrage impor beras.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah dalam mengimpor beras dikritik. Terlebih, mencuat persoalan demurrage impor beras.

Salah satu yang menyorotiya adalah Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Hal itu diungkapkan Hasto saat merespons permintaan maaf Presiden Jokowi di acara Dzikir dan Doa Kebangsaan di halaman Istana Merdeka.

Hasto menegaskan seluruh kebijakan Presiden harus dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Sehingga, bukan langsung meminta maaf kepada rakyat jelang masa akhir jabatannya.

Ia mencontohkan soal data impor beras karena terbukti tahun ini harus impor 6 juta ton.

"Partai menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan dari seorang presiden itu dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Contohnya kami yang selama ini getol menolak impor beras sekarang terbukti bahwa data-data yang sebelumnya disampaikan ternyata manipulatif," kata Hasto di Halaman Masjid At Taufiq, depan Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (3/8) malam.

Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan kasus dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2024.

"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jawaban Bapanas-Bulog soal Laporan SDR

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengaku pihaknya menghormati pelaporan ke KPK. Dia menyebut, laporan itu menjadi bagian dari hak masyarakat di negara demokrasi.

"Tentu kita hormati dan hargai pelaporan dari masyarakat tersebut sebagai hak dalam berdemokrasi. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK juga mesti kita hormati dan dukung sepenuhnya," kata Ketut dalam keterangan di Jakarta, Jumat 12 Juli 2024, seperti dilansir Antara.

Ketut memastikan, pihaknya sudah bekerja sesuai dengan aturan yang secara teknis tidak masuk ke dalam pelaksanaan importasi. Sebab hal itu menjadi kewenangan Perum Bulog.

"Dan Bulog juga sudah mengklarifikasi bahwa terkait perusahaan Vietnam tersebut tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog," ujar Ketut.

Sementara itu, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto mengatakan sebenarnya tidak pernah ada penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Maka dari itu, dia meyakini pihaknya tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan yang dimaksud pelapor.

“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” ujar Suyamto.

Meski begitu, Suyamto mengungkap entitas yang bersangkutan memang pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor, namun tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog. Oleh karena itu, dia meyakini apa yang dilaporkan adalah tidak berdasarkan fakta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini