Sukses

Densus 88 Polri Sebut Terduga Teroris Jakbar Tak Terkait Penangkapan di Malang

Tim Densus 88 Antiteror Polri melakukan penangkapan terhadap dua terduga teroris di Jakarta Barat.

Liputan6.com, Jakarta Tim Densus 88 Antiteror Polri melakukan penangkapan terhadap dua terduga teroris di Jakarta Barat.

Meski juga terpapar dengan paham radikal Daulah Islamiyah atau ISIS, petugas menyatakan tidak ada keterkaitan dengan operasi yang digelar di Malang terhadap terduga teroris inisial HOK.

“Tidak ada (keterkaitan). Jadi termasuk sosial media grup dan laman-laman atau website yang diakses juga berbeda,” tutur Kabag Renim Densus 88 Antiteror Polri Brigjen Aswin Siregar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2024).

Menurutnya, hal itu menunjukkan banyaknya grup sosial media serupa yang mencoba merekrut anggota teroris tanpa perlu bertemu langsung atau fisik.

Mereka dapat menyebarkan ideologi lewat grup sosial media atau pun propaganda di website dan internet.

“Jadi enggak ada kaitannya dengan yang di Malang kemarin. Dua orang ini sudah tidak tergolong remaja lagi, jadi berusia di atas 25 tahun,” jelas dia.

Dua terduga teroris Jakarta Barat berinisial RJ dan AM juga dengan sengaja mengunggah dukungan kepada Daulah Islamiyah alias ISIS di sosial media yang mereka miliki.

“Jadi yang bersangkutan bukan hanya menjadi simpatisan tapi juga aktif menyebarkan melakukan propaganda dukungan terhadap Islamic State atau Daulah Islamiyah tersebut,” Aswin menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Remaja Ditangkap

Tim Densus 88 Antiteror Polri mengulas awal mula terduga teroris remaja berinisial HOK terpapar ideologi ISIS hingga berujung keinginan melakukan bom bunuh diri.

Paham radikal tersebut nyatanya diterimanya melalui sosial media.

Kabag Renim Densus 88 Antiteror Polri Brigjen Aswin Siregar merespon pertanyaan publik perihal anak usia 19 tahun itu apakah benar pelaku murni atau ada yang mendalangi.

“Jadi kita mencoba melakukan profiling terhadap tersangka HOK, tersangka HOK ini memang sejak beberapa tahun terakhir tidak lagi mengikut pendidikan formal. Dia memang pernah bersekolah di SDIT, kemudian setelah itu lebih banyak mengikuti pendidikan pendidikan informal sampai dengan jenjang SMA,” tutur Aswin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).

Menurut Aswin, HOK pada sekitar bulan November 2023 berinteraksi dalam sebuah grup sosial media yang membawanya termotivasi untuk mendalami Daulah Islamiyah.

“Jadi prosesnya sangat cepat, itu pengaruh dari media sosial tersebut. Yang bersangkutan bergabung dengan salah satu grup, kemudian di grup tersebut terjadi interaksi antara tersangka dengan seseorang, kemudian yang bersangkutan ditawarkan untuk ikut lagi ke grup sosmed yang lebih spesifik. Bahkan itu berbayar. Yang bersangkutan membayar dengan uang jajannya,” jelas dia.

 

3 dari 3 halaman

Dapat Kiriman Video

Di dalam grup tersebut, HOK mendapatkan banyak video yang terkait dengan propaganda ISIS hingga Daulah Islamiyah.

Seperti konten eksekusi, peperangan, aktivitas baiat, hingga rekaman berbagai penjelasan atas tindakan yang dilakukan ISIS disebut telah sesuai dengan syariat Islam.

“Jadi video-video ataupun konten-konten tersebut didapat melalui sebuah grup sosial media. Karena yang bersangkutan masih penasaran, bergabung lagi ke dalam beberapa grup telegram kelompok-kelompok radikal yang lintas negara, lintas negara,” ungkap Aswin.

Tidak hanya itu, HOK juga bergabung dengan berbagai chanel sosial media yang berisikan penjelasan, bahwa pemerintah yang tidak menerapkan hukum Islam harus diperangi, konten syirik demokrasi, hingga video dan teks baiat kepada amir ISIS dan rekaman latihan perang Daulah Islamiyah.

“Kemudian tutorial cara menggunakan bahan-bahan pembuatan bahan peledak, seri-seri tauhid dalam versinya Daulah Islamiyah, kemudian beberapa musik atau lagu gitu ya yang berisi propaganda-propaganda,” kata dia.

Memasuki April dan Mei 2024, HOK mulai membeli barang yang merupakan bahan peledak untuk rakitan bom. Bahkan, kamarnya pun menjadi tempat uji coba perakitan bom, dan beralasan tengah bermain petasan ketika menimbulkan suara ledakan.

“Sehingga baru kemarin kita sama-sama lihat bahwa sebuah proses ya terjadi terhadap seorang remaja, dari mulai mendapatkan informasi salah tersebut, sampai dengan terpapar dan termotivasi untuk melakukan bom bunuh diri. Semuanya hanya dalam kurun waktu kurang lebih enam hingga tujuh bulan saja,” Aswin menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini