Liputan6.com, Kupang Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan semangat kepada 18 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berusia 17 hingga 41 tahun. Mereka merupakan calon pekerja migran ilegal yang dijanjikan untuk bekerja di berbagai negara seperti Hongkong, Singapura dan Taiwan.Â
Lantaran harus menghadapi kesulitan ekonomi, mereka tergiur pada iming-iming gaji besar, fasilitas lengkap dan status pekerjaan di luar negeri. Akan tetapi, mimpi mereka itu belum juga terwujud, sementara kontrak yang mengikat mereka membuat mereka tidak bisa mundur dan kembali ke kampung halaman. Mereka pun terjebak di penampungan di Blitar sampai akhirnya diamankan pada Juli lalu. Meski demikian, Mensos Risma memberikan semangat agar mereka bangkit dan berdaya.Â
Baca Juga
"Tidak mudah bekerja di luar negeri. Saya tahu kalian kesulitan, tapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Percayalah Tuhan akan membantu kita, Tuhan tidak tidur. Tuhan akan membantu kita jika kita berusaha, siapapun bisa sukses," ujar Mensos Risma di Sentra Efata Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Advertisement
Kementerian Sosial mengambil langkah sigap dalam menangani 18 perempuan korban TPPO asal Nusa Tenggara Timur. Mereka diamankan pihak berwenang di Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada Jumat (19/7) dan kemudian dikembalikan ke Nusa Tenggara Timur. Selain memberikan dorongan semangat, Mensos Risma juga melakukan pemberdayaan bagi ke-18 perempuan korban TPPO tersebut.Â
Â
Tak hanya itu saja, Mensos Risma juga membuka peluang usaha sesuai dengan minat dari para korban TPPO. Mensos Risma juga membuka kesempatan jika ada yang ingin tinggal di sentra selama berlatih untuk berwirausaha.Â
Putri Aprilia Charisima (23) dan ke-17 temannya akhirnya bisa menginjakkan kaki kembali di Kupang pada 30 Juli 2024. Mereka kini mengikuti berbagai program pelatihan di Sentra Efata Kupang, seperti pelatihan tata boga, pertanian, beternak, dan menenun, sesuai dengan minat dan kondisi daerah asal mereka. Berbagai macam pelatihan tersebut berlangsung selama satu hingga dua bulan, bergantung pada jenis pelatihannya.Â
Putri merasa tak percaya dan penuh haru mengetahui Mensos Risma mendatangi mereka dan berdialog dari hati ke hati. Putri bahkan kesulitan berbicara dan menitikkan air mata saat menceritakan kisahnya kepada Mensos Risma.Â
"Di tempat asal saya kesulitan air. Jadi meskipun memiliki lahan, tetap kesulitan untuk menanam," ujar Putri terbata-bata sembari menahan tangis. Layaknya seorang ibu, Mensos Risma menepuk-nepuk bahu Putri dan memberinya waktu untuk menenangkan diri.Â
Selain mendengarkan keluhan, Mensos Risma juga menawarkan solusi bagi mereka, misalnya saja bagi Sariyanti Ngongo (25). Wanita asal Desa Kalumbitillu, Sumba Barat Daya ini ingin bekerja di luar negeri demi membiayai orang tuanya yang sakit. Mensos Risma pun menawarkan untuk membawa orangtuanya ke Sentra Efata agar dibantu untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.Â
Mensos Risma juga berpesan agar bukan hanya para korban TPPO ini yang ditangani, tapi juga sanak keluarga mereka. Tak hanya itu, Mensos Risma juga menyarankan agar para wanita ini mengikuti tak hanya satu macam pelatihan, misalnya saja pelatihan tenun dan jahit sekaligus agar mereka bisa meningkatkan produktivitas mereka.
Â
Â
(*)