Liputan6.com, Jakarta Demokrasi kita sedang terancam. Keinginan rakyat untuk memilih calon pemimpinnya dibatasi partai politik. Rakyat akan "dipaksa" untuk memilih antara satu pasang kandidat atau kotak kosong.
Koalisi pendukung pemerintah Prabowo-Gibran jadi aktornya. Dengan memunculkan wacana Koalisi Indonesia Maju (KIM) "Plus". Artinya, partai politik yang tergabung dalam KIM ditambah partai lain di luar koalisi menjadi satu untuk mengusung kandidat di pemilihan kepala daerah.
Baca Juga
KIM Plus dinilai akan menyasar pilkada sejumlah provinsi strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah. Di Jakarta saja, koalisi ini sudah hampir berhasil menghadirkan satu kandidat yakni Ridwan Kamil.
Advertisement
Tagline "OTW Jakarta" yang digaungkan pascapemilu 2024, jadi sinyal kuat bekas gubernur Jawa Barat itu akan bertarung di Pilkada Jakarta. Kini, keinginan Ridwan Kamil itu sudah hampir pasti terealisasi. Partai Golkar resmi mengusungnya, dan langsung disambut baik oleh semua partai di KIM.
Jika KIM berhasil merekrut partai lain di luar pemerintah seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem, kemungkinan besar Ridwan Kamil akan melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta 2024.
Kalaupun ada lawan, skenario lainnya adalah melawan calon independen, yang secara hitung-hitungan elektabilitas jauh di bawah.
"Skema kotak kosong sedang dijalankan, sedang dimainkan dengan cara memborong partai-partai yang ada di Jakarta," ujar pengamat politik sekaligus Direktur Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, kepada Liputan6.com, Jumat, 9 Agustus 2024.
Jika semua partai di luar koalisi pemerintah bergabung ke KIM, maka PDI Perjuangan tidak mungkin bisa mengusung calon karena terbentur syarat minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD. Begitu juga dengan Anies Baswedan. Hampir dipastikan gubernur incumbent itu gagal "nyalon" lagi karena tidak punya kendaraan.
"Apa daya PDIP tidak punya koalisi. Apa daya Anies tidak bisa berlayar. Kalau diborong semua ada di koalisi KIM Plus, maka Ridwan Kamil bisa melawan kotak kosong. Karena memang skemanya begitu," kata Ujang.
Dalam demokrasi, pemilu melawan kotak kosong sangat tidak sehat. Sebab, rakyat tidak diberikan pilihan siapa yang bakal jadi pemimpinnya ke depan. Sementara itu, partai politik masih menjadi kendaraan bagi para kandidat untuk maju dalam pemilu. Jika semua partai politik bersatu untuk mengusung satu kandidat, kata Ujang, maka berlawanan dengan teori demokrasi.
"Kotak kosong dalam demokrasi, enggak sehat. Karena demokrasi itu dalam teorinya mengharuskan kompetisi yang sehat. Kalau kompetisi itu kan harus ada lawannya dong, harus ada kandidat lain. Bukan kotak kosong. Kalau kotak kosong kan tidak bisa kampanye, tidak bisa sosialisasi, tidak bisa melakukan pembelaan, tidak punya visi misi, tidak punya program, tidak punya janji dan sebagainya," kata Ujang.
"Tetapi fakta dan kenyataannya seperti itu. Oleh karena itu, kita dalam arah demokrasi yang kurang sehat, tapi itu terjadi. Kenapa? Karena regulasinya juga membolehkan lawan kotak kosong. Makanya partai-partai melakukan borong partai untuk melawan kotak kosong, walaupun dalam koteks demokrasi itu kurang sehat," Ujang menambahkan.
Â
Pragmatisme Partai Politik, Tak Perlu Berdarah-darah Lawan Kotak Kosong
Ujang memprediksi pilkada serentak kali ini bakal banyak kandidat kepala daerah melawan kotak kosong. Skenario itu, selain untuk memuluskan program-program pemerintah pusat di berbagai daerah, keberadaan KIM Plus dinilai karena pragmatisme partai politik.
Setelah bertarung di pileg dan pilpres 2024, partai politik sudah kehabisan amunisi untuk mengarungi pilkada serentak 2024. Sehingga, ditempuhlah cara mudah dan tidak butuh banyak effort.
"Mereka tenaganya sudah habis. Uangnya sudah habis. Maka mereka sifatnya taktis, pragmatis saja untuk tidak berkampanye ke rakyat, tapi membeli partai agar melawan kotak kosong. Agar potensi menangnya juga tinggi, tidak harus berdarah-darah berkampanye. Katakanlah melakukan serangan fajar dan lain sebagainya. Agar tidak melelahkan, ya diborong partai-partai untuk melawan kotak kosong," kata Ujang.
Dalam konteks Pilkada Jakarta 2024, jika wacana KIM Plus terealisasi, ujungnya Anies Baswedan yang dinilai kuat elektabilitasnya berdasarkan hampir semua lembaga survei, maka tidak akan bisa maju karena tak memiliki partai. Dengan begitu, kandidat tunggal yang diusung KIM Plus akan mudah menang.
"KIM Plus ini koalisi super, koalisi jumbo, koalisi gemuk, di mana partai-partai realistis ingin menang, tapi tidak ingin mengeluarkan tenaga yang berat. Maka dengan memborong partai, dengan membangun skema KIM Plus, maka Anies tidak bisa berlayar di Pilkada Jakarta 2024," tuturnya.
Sehingga, kandidat tunggal yang diusung KIM Plus akan melenggang, menang mudah dengan melawan kotak kosong.
Menurut Ujang, saat ini kualitas demokrasi di Tanah Air sedang dipertaruhkan. Sehingga, rakyat sebagai pemegang mandat tertinggi, harus bisa mengawal.
"Demokrasi sedang dipertaruhkan. Namanya politik itu sah-sah saja, tapi kalau dalam demokrasi, itu ada kerugian. Kita kawal bersama. Rakyat mengawal proses demokrasi ke depan agar berjalan dengan sehat, kuat dan bermartabat. Kalau ada sesuatu yang menyeleweng dari demokrasi, harus kita ingatkan, harus kita kritisi," ujar Ujang.
KIM Plus akan Bikin Banyak Pilkada 2024 Lawan Kotak Kosong
Sementara itu, pengamat politik dari lembaga survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio menilai, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Pilkada Serentak 2024Â bakal memunculkan banyak calon tunggal melawan kotak kosong.
Menurut pria yang akrab disapa Hensat itu, PDI Perjuangan akan menjadi satu-satunya parpol yang tidak bergabung di KIM Plus.
"Ya ada KIM Plus ini bisa bikin banyak pilkada jadi lawan kotak kosong. Jadi kemunculan kotak kosong ini calon-calon tunggal karena KIM Plus kekuatannya kan semuanya itu (parpol) kecuali PDIP," kata Hensat, Senin, 5 Agustus 2024.
KIM Plus, lanjut Hensat, berpotensi menjadi penguasa di gelaran Pilkada Serentak 2024. Sebab, calon kepada daerah yang diusung KIM Plus hanya melawan kotak kosong.
"Bahkan PKS juga masuk sana (KIM Plus), jadi semua partai di Senayan. Masuk Senayan 8 partai itu kecuali PDI Perjuangan, jadi 7 partai itu udah di KIM Plus. Ya dampaknya mereka akan menguasai pilkada," ucap Hensat.
Hensat memandang, KIM Plus dengan kotak kosongnya menunjukkan bahwa Indonesia berada pada era demokrasi siasat. Demokrasi, kata dia, kemungkinan tak berjalan dengan sehat.
"Ya kotak kosong di mana-mana, ini kan era demokrasi siasat. Bisa jadi nanti demokrasinya sesat, bisa jadi nanti demokrasinya jahat," ucap Hendri Satrio.
Baca juga Kaesang Pangarep: Kotak Kosong di Pilgub Jakarta Sangat Sulit
Â
Advertisement
Tolak Kotak Kosong di Pilkada Jakarta
Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menolak tegas wacana kotak kosong di Pilkada 2024, khususnya di Jakarta. Saat ini, PDIP tengah melakukan komunikasi dengan parpol lain seperti PKB, NasDem dan PKS untuk menyiapkan calon untuk maju Pilkada Jakarta.
Namun, untuk mencegah adanya strategi melawan kotak kosong, hal itu bergantung dengan keberanian parpol lain. Sebab, PDIP tidak bisa mengusung calon sendiri di Pilkada Jakarta, melainkan harus berkoalisi.
"(Mencegah kotak kosong) tergantung apakah masih ada partai politik yang masih punya keberanian," kata Deddy saat dikonfirmasi, Rabu, 7Â Agustus 2024.
Menurut Deddy, Pilkada Jakarta membutuhkan parpol yang berani dan juga memiliki semangat dan nurani untuk tetap menjaga iklim demokrasi Indonesia. "Parpol yang masih punya nurani untuk menjaga demokrasi," tegas Deddy.
Baca juga: Deddy Sitorus PDIP: Bubarkan Saja Pilkada Jakarta, Daripada Buang Anggaran untuk Kotak Kosong
Sementara itu, Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Effendy Choirie alias Gus Choi mengaku sedih jika Pilkada Jakarta hanya ada satu calon saja atau melawan kotak kosong.
"Kita sedih kalau Jakarta hanya calon tunggal atau calon dua, tapi yang satu itu kotak kosong. Sebagai aktivis yang lama di sini (PBNU) yang terus berwacana tentang demokrasi dulu. Kemudian kita di era demokrasi, rakyat dikasih pilihan orang yang bernyawa, yang 1 tidak bernyawa," kata Gus Choi kepada wartawan di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu, 7Â Agustus 2024.
"Berarti kan memang yang tidak bernyawa bisa dipilih, tapi kan namanya enggak bernyawa kan enggak bisa memimpin," sambungnya.
Gus Choi pun berharap, calon yang akan maju di Pilkada Jakarta 2024 nanti adanya nama Anies Baswedan hingga Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.Â
"Nah karena itu kita sedih kalau calonnya hanya satu. Kita berharap calon DKI ini ada Mas Anies. Jadi, ada Pak Anies, ada RK kalau otw ke sini, ada Ahok, wah bagus. Rakyat dikasih pilihan, wah bagus banget, betul enggak?" ujar Gus Choi.
Selain itu, Gus Choi berharap agar tiga partai yang telah mendukung Anies Baswedan maju di Jakarta tetap konsisten hingga pada saatnya nanti.
Tiga partai itu yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Kita harap semua konsisten pada yang sudah Koalisi Indonesia Maju ya sudahlah, itu kan sudah banyak partainya, yang dengan Mas Anies tiga partai ini ya sudahlah jalan. Yang PDIP kalau mau Ahok dan punya koalisi lain, ya silakan, itu saya kira lebih menarik," pungkasnya.
Bantah Desain Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menyatakan kotak kosong di Pilkada 2024 tidak melanggar aturan apa pun, termasuk di Pilkada Jakarta 2024.
"Kotak kosong itu, satu, ya itu tidak ada larangan terhadap kotak kosong itu, dan tidak melanggar ketentuan apa pun ya," kata Wddy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024.
"Jadi bagi kami kalau memang tercipta kotak kosong, ya memang itu kenyataan politiknya demikian," sambungnya.
Meski demikian, Eddy menegaskan Koalisi Indonesia Maju (KIM) tidak pernah mendorong atau mendesain adanya kotak kosong, apalagi kotak kosong untuk menjegal calon kepala daerah tertentu.
"Kita tidak ada desain khusus ya untuk kita menciptakan kotak kosong di manapun ya. Tetapi ya kita kan melihat bahwa kotak kosong itu bisa terjalin ketika semua partai-partai sepakat mengusung pasangan calon yang sama, ya apakah karena ada ikatan ya emosional atau karena ada pandangan bahwa ini adalah calon yang terkuat," paparnya.
Menurut Eddy, fenomena melawan kotak kosong di pilkada sudah lama terjadi di daerah seluruh Indonesia dan bukan hal baru.
"Di kabupaten kota banyak calon-calon yang akan maju itu menargetkan untuk bisa mendapatkan kotak kosong. Dan ini saya rasa fenomena baru ya yang semakin kental kita lihat di pilkada tahun 2024. Ini juga merupakan catatan. Tetapi bukan berarti bahwa itu merupakan hal yang dilarang," pungkasnya.
Baca juga Ridwan Kamil: Saya Enggak Suka Lawan Kotak Kosong, Nanti Debat Sama Siapa?
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid membantah akan ada salah satu calon di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024 melawan kotak kosong. Hal ini dikarenakan memang belum terlihat untuk menuju ke arah itu.
"Saya belum melihat sampai ke sana (kotak kosong). Yang jelas yang saya lihat ingin ada kolaborasi kerja sama dari partai-partai politik yang ada," kata Jazilul kepada wartawan di Kantor DPPÂ PKB, Jakarta Pusat, Selasa, 6Â Agustus 2024.
"Kan sudah tidak ada lagi sebenarnya istilah-istilah seperti itu kan, kalau pilpres selesai ya selesai. Pilkada lihat saja di banyak tempat, ada macam-macam itu, zig zag antara partai-partai ya di lokalnya," sambungnya.
Selain itu, Wakil Ketua MPR RI ini ingin agar Pilkada Jakarta 2024Â nanti dapat berjalan dengan aman dan lancar.
"Ada keinginan untuk melakukan kerja sama kolaborasi dalam pemerintahan ke depan dan sebagian dimulai dari pilkada. Kan kita ingin pilkada berjalan lancar, apalagi di DKI enggak ada riuh-riuh supaya semuanya lancar," ujar Jazilul.
Advertisement