Sukses

Kejagung Limpahkan Kasus LPEI ke KPK

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan adanya kesamaan antara kasus LPEI diusut versi Kejagung dengan versi KPK. Pelimpahan itu juga demi efektivitas penanganan perkara.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini sempat dilaporkan langsung oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan adanya kesamaan antara kasus LPEI diusut versi Kejagung dengan versi KPK. Pelimpahan itu juga demi efektivitas penanganan perkara.

"Bahwa kegiatan ini adalah bukti sinergitas antara Kejaksaan, dengan KPK sebagai sesama aparat penegak hukum dalam rangka untuk percepatan efisiensi dan efektivitas penanganan perkara, sehingga perkara itu tidak terhambat oleh adanya kegiatan yang sama antara lembaga," kata Kuntadi di gedung KPK, Kamis (15/8/2024).

Dalam perkembangan kasus ini, pihak Kejaksaan Agung, seperti yang disebutkan oleh Kuntadi, mengungkapkan bahwa terdapat empat perusahaan yang terlibat.

Keempat perusahaan tersebut bergerak di bidang kelapa sawit, batubara, nikel, dan perkapalan. Mereka diduga melakukan kecurangan (fraud) dalam kasus dugaan korupsi terkait pembiayaan ekspor sebesar Rp2,5 triliun di LPEI.

Selain keempat perusahaan tersebut, terdapat empat PT lainnya yang juga sempat diselidiki oleh Kejaksaan Agung. Namun, Kuntadi mengakui bahwa hingga saat ini belum ditemukan adanya keterkaitan kasus pada perusahaan-perusahaan tersebut.

"Maka kita sepakati untuk efisiensi penanganannya, pada hari ini kita sepakati untuk lebih lanjut ditangani oleh KPK. Dan kami sangat mendukung segala langkah-langkah hukum kami yang telah kita lakukan sebelumnya, termasuk dokumen-dokumen yang telah kami dapatkan, semuanya akan kita serahkan dan dalam proses penanganannya kita akan men-support penuh KPK, komunikasi akan tetap kita laksanakan," ujar Kuntadi.

 

2 dari 3 halaman

Koordinasi KPK-Kejagung

Pada saat yang bersamaan, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menambahkan pihaknya bakal berkoordinasi dengan penyidik Kejagung untuk mendalami empat perusahaan yang terlibat di LPEI.

"Kalau nanti ternyata ada irisan lagi ya nanti kami akan berkoordinasi dan kita bisa akan selesaikan. Intinya adalah penanganan perkara ini bisa berjalan lebih efektif dan efisien karena tidak ada lagi tumpang tindih," Asep menutupnya.

Dalam kasus LPEI yang ditangani oleh KPK diklaim sudah lebih dulu diselidiki sejak 19 Maret 2024. Selain itu telah ditetapkan tujuh orang tersangka. Salah satunya adalah seorang penyelenggara negara.

Selian itu, ada juga penyitaan hasil penggeledahan di kantor swasta kawasan Balikpapan, Kalimantan Timur. Hasilnya, ditemukan berupa uang kurang lebih Rp4,6 miliar, 6 unit kendaraan, 13 buah logam mulia, 9 jam tangan, 37 tas mewah, 100 perhiasan, serta barang bukti elektronik berupa laptop dan hard disk.

Penyidik juga menyita beberapa dokumen yang kesemuanya diduga ada keterkaitannya dengan perkara yang tengah disidik.

 

3 dari 3 halaman

Kerugian Negara Diduga Rp3,4 Triliun

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut adanya dugaan kecurangan atau fraud dari kasus LPEI ini. Alhasil mengakibatkan negara rugi hingga Rp3,4 Triliun.

"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun," ungkap Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan Selasa (19/3) malam hari.

"Sehingga yang sudah terhitung dari 3 korporasi penyaluran kredit PT LPEI ini sebesar Rp3,451 triliun," lanjut dia.

Pada saat yang bersamaan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut dugaan terjadinya fraud tersebut semula adanya penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI.

"Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," ujar Alexander.

KMKE dalam hal ini diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta adanya indikasi ketidakwajaran dari berdasarkan laporan keuangan tentang waktu Juni 2015. Dimana laporan ketidakwajaran tersebut dijadikan rujukan analisa pembiayaan ke PT PE.

"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PT PE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," ucap Alex.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com