Sukses

Cerita Sandi Damkar Depok, Urunan Beli Bensin hingga Anggota Terjerat Pinjol

Anggota Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok, Sandi Butar Butar, mengungkap suka duka hingga fenomena yang dialami petugas DPKP berstatus honorer.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok, Sandi Butar Butar, mengungkap suka duka hingga fenomena yang dialami petugas DPKP Kota Depok berstatus honorer.

Pria yang membongkar kasus dugaan korupsi BPJS dan bobroknya alat operasional itu menceritakan kisah mengharukan hingga anggota pemadam kebakaran (damkar) terjerat pinjaman online (pinjol) dan bank keliling berkedok koperasi.

Duduk di samping pengacara Deolipa, Sandi menceritakan suka duka berjuang bertugas menangani kebakaran hingga penanganan pohon tumbang. Tidak sedikit anggota DPKP Kota Depok harus memutar otak akibat kendala minimnya operasional.

"Pernah waktu itu penanganan pohon tumbang, kami terkendala kehabisan bensin," ujar Sandi Butar Butar kepada Liputan6.com, Minggu malam (18/8/2024).

Sandi harus melakukan urunan dengan anggota lainnya untuk membeli bensin saat membantu warga memangkas pohon tumbang. Totalitas anggota damkar Depok harus merogoh kocek mengeluarkan uang pribadi untuk membeli bensin.

"Waktu itu bensin kita beli hasil urunan sekitar Rp25 ribu sampai Rp45 ribu, padahal gaji kita Rp3,2 juta per bulan," ucap Sandi.

Sandi pun pernah mengalami kendala saat kehabisan bahan bakar saat pemangkasan pohon tumbang, harus memutar otak karena sudah tidak dapat menutupi membeli bahan bakar. Sandi bersama temannya harus meminta bantuan ketua lingkungan untuk membeli bahan bakar mesin Chainsaw.

"Sampai bilang, 'Bang ini serus pemadam enggak ada bensin, duit negara?'. Ya kita jawab apa adanya," terang Sandi.

Mendapati protes warga, Sandi menceritakan sejujurnya saat penanganan pohon tumbang kehabisan bahan bakar. Mengetahui hal tersebut warga pun memaklumi kinerja petugas DPKP Kota Depok akibat minimnya anggaran operasional.

"Mungkin makanya banyak warga yang bilang, panggil pemadam bayar apa enggak," kata Sandi.

Kejadian kehabisan bahan bakar kerap dialami petugas saat melakukan penanganan. Apabila dianalogikan dengan angka 1 sampai 10 kali laporan, kendala kehabisan bahan bakar saat penanganan mencapai angka 7.

"Ya hampir 70 persen," kata Sandi.

2 dari 2 halaman

Terjebak Pinjol untuk Kebutuhan Hidup

Sandi pun tidak memungkiri, gaji yang diterima sebagai tenaga honorer DPKP Kota Depok sebesar Rp3,2 juta hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup. Namun begitu, untuk kesehatan, petugas mendapatkan jaminan BPJS.

"Mohon maaf, pejabat pernah marah karena banyak tagihan, karena anggota berutang," ungkap Sandi.

Sandi menuturkan, tingginya kebutuhan hidup dan bayaran menjadi petugas damkar Depok dengan risiko kerja cukup tinggi, membuat sejumlah anggota harus berutang.

Hal itu buntut dari minimnya anggaran operasional kerja dengan kendala anggota harus urunan apabila kehabisan bensin, ditambah bayaran anggota Rp3,2 juta, membuat anggota terjebak pada utang.

"Ada yang datang ke pos ngakunya dari koperasi ingin nagih utang anggota. Ada juga yang terjebak pinjol," ucap Sandi Butar Butar.

Melihat dan mengalami fenomena tersebut, Sandi ingin membantu anggota, salah satunya transparansi anggaran operasional. Menurutnya, apabila anggaran operasional diberikan dengan benar, maka anggota DPKP tidak perlu urunan membeli bahan bakar dari kantong pribadi.

"Ada yang berutang Rp3 juta sampai Rp20 juta buat kebutuhan keluarganya," pungkas Sandi.