Sukses

DPRD Kota Depok Minta Hasil Investigasi Kasus Mark Up Nilai SMPN 19 Dibuka

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok belum mengetahui secara terbuka hasil investigasi kasus mark up nilai SMPN 19 Depok. Saat ini, hanya tiga guru honorer dipecat usai kasus mark up nilai SMPN 19 Depok mencuat ke publik.

Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok belum mengetahui secara terbuka hasil investigasi kasus mark up nilai SMPN 19 Depok. Saat ini, hanya tiga guru honorer dipecat usai kasus mark up nilai SMPN 19 Depok mencuat ke publik.

Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Qonita Lutfiyah, mengatakan hasil investigasi kasus mark up nilai SMPN 19 Depok pada saat PPDB belum dipublikasikan. Tersiar kabar terdapat sejumlah guru hanya diberikan sanksi dan pemecatan terhadap guru honorer.

"Ya kalau memang dirasa sanksi itu, misalkan tidak sesuai, ya berarti kan investigasinya harus betul-betul terbuka, menyeluruh dan transparan," ujar Qonita saat ditemui Liputan6.com di kawasan Depok, Senin (19/8/2024).

Keterbukaan investigasi sanksi kasus mark up nilai SMPN 19 Depok dinilai perlu dibuka kepada publik. Komisi D DPRD Kota Depok tidak ingin timbul kecurigaan terhadap terkait hasil investigasi mark up nilai SMPN 19 Depok.

"Jangan sampai hasil investigasinya A, ternyata kondisi real nya B," tegas Qonita.

Pemberian sanksi terhadap guru yang terlibat pada mark up nilai merupakan dari hasil investigasi. Namun, publik tidak mengetahui hasil investigasi secara terperinci dan hanya mengetahui pemecatan guru honorer, serta pemberian sanksi kepada guru ASN.

"Ya, kalau masalah itu (sanksi) sih sebetulnya ujung pangkalnya di hasil investigasinya itu gitu. Jadi kami mempertanyakan hasil investigasi," jelas Qonita.

DPRD Kota Depok tidak ingin kasus mark up nilai menjadi pertanyaan publik, khususnya pada pemberian sanksi. DPRD Kota Depok ingin mengetahui alur pemberian sanksi yang berhubungan dengan pelanggaran pada mark up nilai SMPN 19 Depok.

"Kalau memang masyarakat menilai ini enggak adil (pemecatan honorer), kok begini, ya kita minta untuk terbuka saja," terang Qonita.

Keterbukaan hasil investigasi untuk menghindari kecurigaan publik terhadap kasus tersebut. DPRD Kota Depok tidak ingin pemecatan guru honorer namun guru ASN dan kepala sekolah hanya diberikan sanksi ringan karena dianggap menjadi kambing hitam.

"Iya (kambing hitam), ini kan masih tanda tanya juga nih, saya juga kan enggak bisa masuk terlalu dalam karena saya juga enggak tahu secara jelas. Ya sudah kita minta dibuka saja seterang-terangnya dan menyeluruh,” kata Qonita.

DPRD Kota Depok tidak ingin adanya paradigma kurang baik pemberian sanksi kepada para guru yang terlibat mark up nilai. Pemerintah Kota Depok, khususnya Dinas Pendidikan untuk berani memberikan hasil investigasi secara terbuka.

"Iya artinya supaya tidak memunculkan pertanyaan, kita kan enggak boleh juga suudzon sama orang. Ya sudah kita buka saja supaya tidak simpang siur, tidak ada yang merasa benar tapi disalahkan, salah tapi dibenarkan," tutur Qonita.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Fair Jika Hanya Guru Honorer yang Dipecat

Sebelumnya, anggota Komisi X DPR RI, Nuroji mengatakan, mark up nilai SMPN 19 Depok perlu dilakukan pembuktian lebih dalam. Hal itu terkait kecurangan yang dilakukan sejumlah oknum guru di SMPN 19 Depok.

"Apakah honorer yang melakukan kecurangan itu, itu yang harus dibuktikan dulu. Kalau cuma menjadi kambing hitam, ya kasihan juga," ujar Nuroji saat ditemui Liputan6.com, Jumat (16/8/2024).

Nuroji menilai, keberanian guru honorer melakukan mark up nilai ada indikasi untuk mencari uang tambahan, dengan mempertimbangkan pemecatan apabila ketahuan. Namun, keberanian guru honorer melakukan tindakan tersebut, kemungkinan telah diketahui sejumlah guru di sekolah tersebut.

"Tapi sedikit banyak kepala sekolah mengetahui dan tanggung jawab juga, karena dia sudah mengakui," ucap Nuroji.

Terlepas dari itu, lanjut Nuroji, tidak mungkin guru honorer melakukan tindakan tersebut tanpa sepengetahuan atau diketahui guru lainnya. Melakukan penambahan nilai, kemungkinan sudah diketahui pimpinan atau atasannya.

"Enggak mungkinlah tanda tangan honorer (mark up nilai), tanda tangan honorer juga enggak laku," jelas Nuroji.

Nuroji menganggap sanksi pemecatan hanya diberikan kepada guru honorer dinilai tidak adil. Sanksi pemecatan turut diberikan kepada guru ASN atau pejabat di sekolah tersebut dikarenakan mengetahui dugaan mark up nilai.

"Jadi enggak fair kalau cuma honorer yang dipecat, sebelumnya kan kepala sekolah sudah mengakui dan akan menerima sanksinya," tegas Nuroji.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.