Sukses

KY Periksa Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur, Usut Dugaan Pelanggaran Etik

Komisi Yudisial (KY) memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan terdakwa dalam kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur. Pemeriksaan dilakukan untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

JPU Berpegang kepada Regulasi

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) turun tangan untuk memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang telah menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa kasus pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.

Pemeriksaan yang dilakukan di Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur, pada Senin, (19/8/2024) kemarin. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengungkap potensi pelanggaran etik dan perilaku hakim.

"Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari apakah ada dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim atau tidak," ungkap Anggota KY dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangannya pada Selasa, (20/8/2024).

Ketiga majelis hakim yang diperiksa adalah Majelis Hakim Ketua, Erintuah Damanik, serta dua hakim anggota, Heru Hanindyo dan Mangapul.

Pemeriksaan ini dipicu oleh laporan keluarga almarhum Dini Sera Afriyanti (29), yang mencurigai adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam persidangan.

"Tidak bisa menjelaskannya karena pemeriksaannya bersifat tertutup dan hanya digunakan untuk kepentingan pemeriksaan etik," jelas Mukti Fajar.

 

Sebelumnya, Kajati Jatim Mia Amiati menilai jika hakim Pengadilan Negeri Surabaya mengesampingkan keterangan ahli forensik pada kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti dengan Gregorius Ronald Tannur.

"Menghadapi hal ini tentu kami selaku jaksa penuntut umum (JPU) akan menggunakan upaya hukum luar biasa yaitu akan mengajukan kasasi demi menjamin adanya kepastian hukum bagi korban dan keluarganya," katanya dalam keterangan pers, Selasa.

Ia mengatakan, JPU sudah melaksanakan penuntutan secara profesional dan proporsional dengan membuat dakwaan secara berlapis dengan menerapkan Pasal 338 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP atau 359 KUHP atau 351 ayat (1) KUHP dan telah menuntut berdasarkan alat bukti, yang terungkap dalam persidangan dengan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara sengaja menghilangkan nyawa orang lain dalam dakwaan kesatu Pasal 338 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 12 Tahun penjara.

"JPU tidak sependapat dengan majelis hakim yang telah memutus bebas dan menyatakan kasasi dengan alasan hakim tidak menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya baik dari para saksi, bukti surat hasil visum, ahli kedokteran forensik dan bukti CCTV," katanya.

Dalam penegakan hukum, kata dia, JPU berpegang kepada regulasi atau aturan-aturan hukum yang berlaku untuk memidanakan orang yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana dengan penerapan dasar keadilan dalam sistem peradilan pidana sebagai instrumen dasar proses penemuan fakta di persidangan yang harus dilakukan secara adil dan patut bagi semua pihak.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.