Liputan6.com, Jakarta - Air minum dalam kemasan (AMDK) selama ini dianggap sebagai pilihan yang lebih aman dan higienis dibandingkan dengan sumber air lainnya. Namun, penelitian terbaru mengungkap adanya senyawa berbahaya bernama bromat yang dapat terkandung dalam AMDK.
Peneliti Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rizka Maria menjelaskan, bromat adalah senyawa kimia yang bersifat karsinogen, artinya dapat memicu pertumbuhan sel kanker.
Baca Juga
"Paparan bromat dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, terutama kanker kandung kemih," ujar Rizka, melalui keterangan tertulis, Selasa (19/8/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, selain bersifat karsinogen, bromat juga dapat merusak organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal dan hati.
"Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara paparan bromat dengan peningkatan risiko penyakit," jelas Rizka.
Kemudian, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok mengingatkan agar masyarakat menghindari mengonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) dengan kadar bromat tinggi. Dia meminta para konsumen untuk selektif dalam memilih dan mengonsumsi AMDK.
"Konsumsi bromat dalam jumlah tinggi dapat meningkatkan risiko kanker," kata Mufti belum lama ini.
Menurut dia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan kalau batas aman kandungan bromat yang diperbolehkan adalah 10 mikrogram per liter atau 10 part per billion.
"Meski, hasil riset sebuah media mendapati masih ada kandungan bromat dalam AMDK yang melebihi ambang batas aman," tandas Mufti.
Â
Kandungan Menurut BPOM
Data yang didapat dari hasil uji laboratorium pada awal Maret 2024 lalu itu mengungkapkan bahwa dari 11 merek AMDK yang dijual di pasar, ditemukan rentang kandungan bromat paling rendah berada di angka 3,4 ppb dan paling tinggi 48 ppb.
Bahayanya, terdapat tiga sampel AMDK dengan kandungan bromat yang telah melebihi ambang batas yaitu 19 ppb, 29 ppb, dan 48 ppb. Hal itu seperti diungkap Plt Kepala BPOM Rizka Andalusia.
Padahal, lanjut dia, BPOM menyatakan bahwa kandungan bromat dalam AMDK tidak boleh melebihi ambang batas aman. Pasalnya untuk menghilangkan kandungan bromat dalam AMDK secara menyeluruh dinilai sulit.
"Bromat memang tidak boleh ada dalam AMDK, kandungannya dalam batas maksimal ada pasti. Kita menghilangkan sama sekali susah, tapi ada batas maksimal berapa yang boleh ditoleransi," kata Rizka.
Sayangnya, lanjut dia, belum ada aturan tegas terkait bromat di Indonesia.
Sementara itu, Dosen Administrasi Publik UNPAR Trisno Sakti Herwanto menilai, bromat merupakan isu yang relatif baru sehingga belum memiliki regulasi kuat.
Â
Advertisement
Perlu Jalan Panjang Regulasi
Trisno menilai diperlukan jalan panjang untuk membuat regulasi ketat terkait bromat karena banyak tarik ulur kepentingan.
"Sebagai sebuah kebijakan, kebijakan pengelolaan dan standarisasi AMDK tentu tidak berjalan dalam ruang hampa. Tentu terdapat tarik ulur kepentingan dalam penetapan dan pelaksanaannya, apapun bentuk kepentingan tersebut," kata Trisno.
Dia melanjutkan, kecerdasan masyarakat dan konsumen sangat dibutuhkan saat ini. Perilaku dan permintaan konsumen adalah hal yang pada akhirnya menentukan keberlanjutan dan pemberdayaan AMDK, terutama merek dagang lokal dan dalam negeri.
Trisno menilai, pemerintah seharusnya memiliki langkah preventif daripada selalu menunggu viral dan diprotes oleh masyarakat.
Upaya preventif itu, menurut dia, harus diikuti dengan edukasi masyarakat selaku konsumen demi mewujudkan lingkungan industri AMDK yang sehat.
"Kelonggaran regulasi hanya akan membuat masyarakat selaku konsumen akan selalu menjadi tumbal. Di satu sisi, produsen AMDK juga dituntut agar terus mematuhi aturan yang berlaku terkait standar produk yang dijual ke publik," ucap Trisno.
Dia menjelaskan, Pasal 8 ayat 1 huruf a undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan barang dan atau jasa harus sesuai dengan standar.
"Sehingga apabila bromat berbahaya bagi tubuh, maka seharusnya kandungan senyawa tersebut harus sesuai dengan batas aman di dalam setiap produk yang dijual ke konsumen," jelas Trisno.