Sukses

Baleg: Tidak Ada Rapat Dadakan, DPR Berkuasa Bentuk UU

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) membantah bahwa rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada, digelar secara mendadak dan untuk menganulir putusan MK terkait pilkada.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada. 

“Tidak ada yang dadakan, RUU ini usul inisiatif DPR yang diusulkan sejak november 2023,” kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Awiek mengklaim, putusan MK justru akan diakomodir di RUU tersebut. Dan ia mengingatkan pembuat UU tetaplah DPR. 

“Putusan MK nanti diakomodir, yang paling urgent adalah parpol non parlemen  bisa ikut mengusung paslon itu yang paling urgent, yang digugat itu toh. Soal rumusan kalimat tentu DPR punya kewenangan,” kata dia.

Politikus PPP itu mengaku bahwa putusan MK itu final dan binding, namun ia menyebut DPR lah yang berkuasa membentuk UU.

“Yang penting kami mengingatkan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 bahwa DPR memegang kekuasaan dalam pembentukan UU, itu klir. Ya terserah DPR gitu kan,” kata dia.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo menyebut rapat hari ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada. 

"Jam 10.00 (rapat Panja RUU Pilkada)," kata Firman saat dikonfirmasi, Rabu (21/8/2024).

Menurut Firman, kemungkinan pembahasan terkait Pasal 7 dan 40. Menurutnya kepusan MK sangat mendadak sehingga pihaknya harus gerak cepat.

"Karena ini kan mendadak sekali, karena kami pun terima sebetulnya undang-undang ini kan cukup lama menjadi inisiatif DPR. Tapi selama ini kan digantung gak ada berkelanjutan, tiba-tiba Mahkamah Konstitusi tadi ada perintah dari pimpinan untuk membahas undang-undang ini," kata dia.

Selain itu, menanggapinadanya kabar RUU Pilkada itu untul menganulir putusan MK, menurutnya putusan MK bersifat final and binding sehingag putusan MK tak bisa dianulir oleh undang-undang.

"Kalau manganulir menurut saya rasanya sulit, karena keputusan MK tidak bisa dianulir bahkan keputusan MK wajib dilaksanakan," ucapnya.

2 dari 3 halaman

Melihat Celah Hukum di Putusan MK soal Usia Calon Kepala Daerah

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yakni A Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee.

Dalam amar putusan, majelis hakim menegaskan syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.

"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," tutur Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

Meski begitu, Praktisi Hukum Nasrullah berpendapat, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.70/PUU-XXII/2024 tidak memuat amar yang mengubah ketentuan terkait syarat usia calon gubernur di usia 30 tahun.

"Sehingga norma tersebut tetap berlaku, bahkan permohonan pemohon dinyatakan ditolak oleh MK," kata Nasrullah, Selasa (20/8/2024).

Dia menyebut soal tafsir MA tidaklah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku khususnya ketentuan syarat usia calon gubernur dalam UU Pilkada.

Menurut Nasrullah, MK sendiri dalam putusannya tidak memuat amar yang membatalkan ataupun konstitusional bersyarat terhadap norma syarat usia calon gubernur dalam UU Pilkada dalam rangka membatasi tafsir terhadap ketentuan tersebut

"Menurut saya, anak muda siapapun itu yang telah memenuhi syarat untuk dicalonkan, tetap terbuka ruang untuk dicalonkan dalam kontestasi pilkada ini," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

MK Tolak Gugatan Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yakni A Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee.

Dalam amar putusan, majelis hakim menegaskan syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.

"Persyaratan usia minimum harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

Menurut Saldi Isra, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Namun begitu, MK menolak memasukkan ketentuan rinci tersebut ke dalam bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pilkada yang dimohonkan Anthony dan Fahrur.

Sebab, pasal ketentuan syarat usia calon kepala daerah tersebut dinilai sudah terang-benderang maknanya, bahwa syarat itu harus dipenuhi pada masa pencalonan.

"Setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis dan praktik selama ini, dan perbandingan, pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cheto welo-welo," jelas dia.

"Sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," sambung Saldi.