Sukses

Rapat Panja UU Pilkada: Baleg DPR Setujui Usia Cagub 30 Tahun saat Pelantikan, Kaesang Bisa Maju

Rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menyepakati menggunakan putusan MA terkait batasan usia calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub).

Liputan6.com, Jakarta - Rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menyepakati menggunakan putusan MA terkait batasan usia calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub).

Rapat Panja DPR RI digelar pada Rabu (21/8/2024) dan hanya berlangsung satu jam pada pukul 11.00-12.00 WIB.

Putusan MA menyebutkan batas usia cagub dan cawagub berusia 30 saat pelantikan. Dengan kesepakatan itu, maka Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep bisa maju Pilkada Jawa Tengah (Pilkada Jateng).

Diketahui, perdebatan terjadi dalam Rapat Panja terkait Revisi UU Pilkada. Perdebatan dimulai saat membahas soal batasan usia cagub dan cawagub akan ditetapkan saat pendaftaran atau pelantikan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) menyebutkan pada DIM nomor 72 yakni 'Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota."

"Keputusan MK menolak, sedangkan keputusan MA sejalan dengan usulan pemerintah dengan catatan berusia 30 saat pelantikan," ujar Awiek dalam Rapat Panja Baleg DPR, Rabu (21/8/2024).

Kemudian, fraksi PAN, Gerindra, hingga PAN menyatakan sepakat untuk menggunakan keputusan MA.

"Tidak ada kewenangan kewenangan MK menegaskan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat," kata Anggota Baleg dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PDIP Sebut Harus Gunakan Putusan MK

Sementara itu, anggota Baleg dari PDIP menyatakan harus menggunakan keputusan dari MK.

"Dalam DIM nomor 68, calon gubernur dan calon wakil gubernur, jadi calon, calon, calon jadi kita belum bicara lagi soal bupati dan gubernur terpilih," kata Anggota Baleg dari PDIP TB Hasanuddin.

"Jadi teorinya karena calon jadi penerapan saat pendaftaran penetapan, menurut hemat kami, saya baru baca dan logikanya masuk," sambung dia.

Hasanuddin mengibaratkan syarat usia untuk masuk militer diterapkan saat mendaftar bukan saat sudah menjabat.

"Waktu ditetapkan sebagai calon taruna Akmil itu adalah batasnya, tidak sesudah letnan 2. Ini bapak-bapak loh yang buat konsepnya,” kata Hasanuddin.

Awiek lantas mengetuk palu sidang dan menyatakan mengacu pada putusan MA.

"Setuju ya merujuk MA ya?," Awiek mengetuk Palu.

"Setuju atas apa ini pimpinan? Sudah dihitung per fraksi," tanya Anggota Baleg PDIP Putra Nababan.

"Ya keputusan MA. Fraksi PDIP sudah diberi kesempatan ngomong fraksi lain kan punya hak sama. Mayoritas. Silakan lanjut, tidamperlu mengatur fraksi lain. Fraksi lain menyatakan persetujuannya ya kita fair aja ya," sambung Awiek.

3 dari 4 halaman

MK Kabulkan Parpol Bisa Usung Calon Gubernur Meski Tak Dapat Kursi DPRD, Ini Syaratnya

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada.

Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.

Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2024. MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.

Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.

Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada tersebut tentu berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).

"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ungkapnya.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan."

4 dari 4 halaman

Syarat Parpol dan Gabungan Parpol Dapat Mendaftarkan Pasangan Calon di Pilkada

Atas gugatan tersebut, MK memutuskan mengabulkan sebagian dengan amar putusan yang mengubah isi dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebagai berikut:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.