Sukses

Masinton PDIP soal Revisi UU Pilkada: Ini kan Maunya Istana

Politikus PDIP Masinton Pasaribu menyatakan, kebutnya revisi Undang-Undang Pilkada dan pengabaian keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pengajuan calon kepala daerah adalah keinginan dari Istana.

Liputan6.com, Jakarta Politikus PDIP Masinton Pasaribu menyatakan, kebutnya revisi Undang-Undang Pilkada dan pengabaian keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pengajuan calon kepala daerah adalah keinginan dari Istana.

“Ini kan memang maunya Istana ini. Ya ini maunya Istana, dia mereaksi putusan MK nomor 60/2024,” kata Masinton di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Menurut dia, pihak istana kaget dengan keputusan mendadak MK yang mengembalikan syarat batas usia pencalonan kepala daerah.

“Kaget kan, karena MK mengembalikkan syarat, usia pencalonan Calon Kepala Daerah,” kata Masinton.

Menurut dia, KPU harus mengikuti keputusan MK bukan UU Pilkada. Sebab, keputusan MK adalah yang tertinggi.

“Konstitusi itu hukum tertinggi. Silakan semua tanggal 27 dan 29 Agustus ini yang memenuhi syarat sesuai putusan Mahkamah Konstitusi datang beramai-ramai ke KPU Jakarta berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi itu,” kata dia.

Sebelumnya, meski demikian, Fraksi PDIP di DPR menyebut itu jelas bertentangan dengan keputusan MK.

"Ini bertentangan dengan keputusan MK. Nah kalau keputusan MK itu adalah ya untuk semuakan ya disini hanya ditulis untuk yang tidak memiliki kursi," kata TB, saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Lebih lanjut, Fraksi PDIP akan terus memperjuangan agar keputusan MK dapat diakomodir. TB menyebut, Fraksi PDIP akan membuat nota khusus penolakan.

"Bagaimana sikap Fraksi PDIP kami akan meneruskan perjuangan untuk tetap kita mendorong agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan aturan yang kesepakatan yang sudah Kita sepakati Kita akan taat azas kepada keputusan MK.Ya kami akan membuat nota khusus penolakan," imbuh dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Putusan Baleg

Sebelumnya, Baleg DPR menuturkan, partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.

Berikut ketentuan pasal 40 yang diubah dalam Panja Baleg DPR:

(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

(2) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilin tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.

3 dari 3 halaman

Baleg Bantah Revisi UU Pilkada Digelar Mendadak

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) membantah bahwa rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada pada hari ini digelar secara mendadak dan untuk menganulir keputusan MK terkait Pilkada.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.

"Tidak ada yang dadakan, RUU ini usul inisiatif DPR yang diusulkan sejak November 2023," kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Awiek mengklaim, putusan MK justru akan diakomodir di RUU tersebut. “Putusa MK nanti diakomodir, yang paling urgent adala parpol non parlemen bisa ikut mengusung paslon itu yang paling urgent, yang digugat itu toh. Soal rumusan kalimat tentu DPR punya kewenangan," kata dia.

Politikus PPP itu mengaku bahwa putusan MK itu final dan binding, namun ia menyebut DPR lah yang berkuasa membentuk UU. “Yang penting kami mengingatkan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 bahwa DPR memegang kekuasaan dalam pembentukan UU, itu klir. Ya terserah DPR gitu kan," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.