Sukses

Wakil Ketua Baleg Sebut Ada Anggota DPR Dilarang Istri untuk Ikut Pengesahan RUU Pilkada

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek mengungkapkan, ada sejumlah anggota DPR RI dilarang istri untuk hadir dalam rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada, Kamis (22/8/2024).

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek mengungkapkan, ada sejumlah anggota DPR RI dilarang istri untuk hadir dalam rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada, Kamis (22/8/2024).

"Ya terserah apapun. Orang tidak kuorum itu karena misalkan ditelepon istrinya suruh jangan berangkat, ditelepon masyarakatnya suruh jangan berangkat, itu kan aspirasi juga," kata Awiek, saat diwawancarai di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Kendati demikian, Politikus PPP ini tak menyebutkan siapa anggota tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa ada anggota yang dilarang datang oleh istrinya.

"Lah iya, saya oleh konstituen dilarang untuk hadir ke paripurna ada yang begitu. Tidak usah saya sebutkan. Bahkan ada juga yang ikut pasang-pasang apa itu?," ujar dia.

Bahkan, kata Awiek juga banyak anggota dewan yang memasang postingan 'peringatan darurat' di media sosial.

"Ya, anggota DPR kan ada yang pasang-pasang begitu. Itu kan aspirasi dari publik," ucapnya.

Lebih lanjut, Awiek itu menegaskan, bahwa tidak ada undang-undang baru. Lantara, pengesahan di rapat paripurna tak dilanjutkan.

"Jadi kami tegaskan, sampai saat ini tidak ada undang-undang baru. Dan ketika tidak ada undang-undang baru, maka yang berlaku adalah undang-undang lama dan keputusan MK," kata dia.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Akan Koordinasi dengan DPR

Rapat paripurna pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada ditunda karena tidak memenuhi kourum rapat.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan DPR.

"Kita belum tahu apa yang akan terjadi ya, nanti sebentar kami akan berkomunikasi dengan DPR untuk apakah akan dilaksanakan kembali sidang paripurna, kami akan konsultasi dulu," kata Supratman, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Lebih lanjut, dia pun tak bisa menjawab apakah sebelum pendaftaran calon kepala daerah pada 27 Agustus revisi undang-undang pilkada sudah bisa disahkan atau tidak.

Sebab, hal itu menjadi hak DPR RI. Supratman hanya mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan DPR terlebih dahulu.

"Ya itu kan hak DPR, bukan kita. Kan bukan kita nih. Nanti kita koordinasi dulu ya," ujar dia.

3 dari 3 halaman

Dasco: Seandainya Revisi UU Pilkada Tak Jadi Disahkan, Akan Ikuti Putusan MK

Sebelumnya, Revisi Undang-Undang Pilkada atau RUU Pilkada ditunda lantaran rapat paripurna tidak memenuhi kuorum. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, jika DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada itu maka aturan yang akan digunakan yakni keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Nah seandainya dalam waktu pendaftaran itu undang-undang yang baru belum, ya berarti kan kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi. Kan itu jelas," kata Dasco, kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Diketahui, MK membuat putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan itu mengubah ketentuan dalam pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.

Partai atau gabungan partai politik tak lagi harus mengumpulkan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ambang batas pencalonan berada di rentang 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut.

Kemudian dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024, MK ingin usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung saat penetapan calon kepala daerah. Putusan MK ini berbeda dengan putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu yang ingin syarat minimal usia tersebut dihitung saat pelantikan.

Dasco juga menegaskan, bahwa tahapan yang dilakukan DPR RI dalam membahas revisi undang-undang Pilkada sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Begini kita ada mekanisme kita harus ikuti aturan dan tata tertib yang berlaku kalau enggak nanti dibilang DPR kok enggak ikut aturan, ada apa nih? Kan begitu sehingga kita harus hitung bener. Dan apa yang kami lakukan kemarin-kemarin itu sesuai dengan mekanisme dan tata aturan yang berlaku tentang revisi undang-undang pilkadanya," ujar dia.

 

 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com