Sukses

Dasco Bantah Temui Jokowi di Istana, Sebelum Batalkan Keputusan Pengesahan Revisi UU Pilkada

Dasco menegaskan tidak bertemu Jokowi di Istana sebelum membuat keputusan pembatalan pengesahan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad membantah tuduhan, pembatalan Revisi UU Pilkada atas arahan Presiden Jokowi. Dia pun menegaskan tidak bertemu Jokowi di Istana sebelum membuat keputusan pembatalan pengesahan.

“Saya tidak ke sana (Istana), tidak ketemu Pak Jokowi. Boleh dicek di sumber-sumber wartawan di sana, tidak ada urgensinya,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Dasco juga membantah, alasan pembatalan pengesahan revisi beleid terkait akibat aksi massa yang mengepung Gedung DPR RI. Menurut dia, batalnya pengesahan disebabkan aturan teknis soal peserta rapat paripurna yang tidak mencapai quorum.

“Kalau tadi Anda monitor bahwa tidak jadi dilaksanakan atau batalnya pengesahan itu jam 10.00 pagi, jam 10.00 pagi itu belum ada massa, masih sepi dan tidak ada komunikasi apapun."

"Kita mengikuti tata tertib dan aturan yang berlaku tentang tata cara persidangan di DPR sehingga setelah ditunda 30 menit dari 9.30 sampai 10.00 dan menurut tata tertib itu tidak bisa diteruskan (masih tidak quorum) sehingga kita tidak bisa melaksanakan,” jelas dia.

Kepada awak media, Dasco mengaku peserta rapat hadir hanya 89 orang, 87 mengaku izin. Sedangkan dari Partai Gerindra sendiri hanya 10 orang.

“Sebanyak 89 hadir, izin 87 orang, oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat melalui badan musyawarah (bamus) untuk (menjadwalkan) rapat paripura karena quorum tidak terpenuhi,” dia menandasi.

2 dari 3 halaman

Dasco: Saat Pendaftaran Pilkada, Yang Berlaku Putusan MK Hasil JR Partai Gelora dan Buruh

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, bahwa pihaknya tidak jadi mengesahkan Revisi UU Pilkada menjadi undang-undang.

Dasco mengatakan, aturan pilkada saat pendaftaran calon kepala daerah 27 Agustus mendatang akan menggunakan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) hasil judisial review Partai Gelora dan Partai Buruh.

"Oleh karena itu kami tegaskan sekali lagi karena kita patuh dan taat dan tunduk kepada aturan berlaku bahwa pada saat pendaftaran nanti karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora," kata Dasco, saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).

Lebih lanjut, dia pun menegaskan, bahwa DPR tidak akan menggelar rapat paripurna kembali untuk mengesahkan revisi undang-undang pilkada.

"Rapat paripurna di DPR itu menurut aturan berlaku kecuali yang sudah diagendakan dari jauh hari sebelumnya hari Paripurna itu adalah hari Selasa dan Kamis tentunya untuk Paripurna itu juga harus mengikuti tahapan-tahapan seperti rapat Pimpinan bamus dan pengagendaan dalam rapat paripurna rapat paripurna terdekat," tegas dia.

"Kalaupun mau dilaksanakan itu tanggal 27 Agustus yang kita sama-sama tahu sudah masa pendaftaran sehingga kami merasa bahwa lebih baik itu tidak dilaksanakan karena masa pendaftaran sudah berlaku," imbub Dasco.

3 dari 3 halaman

Ribuan Mahasiswa Unjuk Rasa, Guru Besar UI: Gerakan Mahasiswa Adalah Gerakan Moral

Ribuan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70//PUU-XXII/2024. Guru Besar UI memberikan respons terhadap mahasiswa UI maupun mahasiswa lainnya.

Dekan FISIP UI, Prof Semiarto Aji Purwanto mengatakan, gerakan mahasiswa yang melakukan aksi merupakan gerakan moral untuk rasa kritis pada mahasiswa. Mahasiswa menjadi bagian dari intelektual untuk menyuarakan pendapatnya.

“Mereka punya pendapat, mereka punya pandangan ingin menyampaikan aspirasinya, itu bagian penting dalam kehidupan berdemokrasi,” ujar Semiarto.

Aksi mahasiswa yang terjadi di DPR merupakan bagian dari intelektual untuk menyampaikan keresahannya. Hari ini, para mahasiswa merealisasikan keresahannya dan aksi tersebut dinilai bagian dari demokrasi.

“Hari ini direalisasi, tapi sebenarnya ini bisa saja dari kehidupan berdemokrasi,” ucap Semiarto.

Polemik terhadap keputusan MK namun di sisi lain DPR mencoba menganulir melalui Baleg DPR menjadi RUU. Diduga upaya tersebut untuk memuluskan pihak tertentu menjelang pelaksanaan Pilkada 2024.

“Dalam konteks akademik kita memang melihat gejala-gejala, ini menjadi bagian penting buat kita untuk menyampaikan di dalam konteks akademik,” jelas Semiarto.

Pada konteks akademik berdemokrasi, para dosen atau pendidik memberikan penjelasan pada bidang akademik. Namun aksi mahasiswa melihat fenomena saat ini, merupakan gerakan moral dan bukan gerakan politik.

“Gerakan intelektual itu adalah gerakan moral, jadi bukan gerakan politik, ini adalah bagian dari upaya kita menganalisis kondisi keadaan,” ungkap Semiarto.

Gerakan mahasiswa melakukan aksi di DPR RI merupakan gerakan yang wajar dalam berdemokrasi.

“Sekali lagi baik-baik saja dalam konteks pendidikan. Ini pendidikan politik, partisipasi politik, dan ini positif saja,” terang Semiarto.

Sumber: Alma Fikhasari/Merdeka.com