Sukses

Menanti Kejutan Megawati Umumkan Bakal Calon di Pilkada Jakarta dan Jateng

Putusan MK dan batalnya pengesahan revisi UU Pilkada diperkirakan bakal mengubah peta politik di sejumlah daerah, tak terkecuali di Jakarta dan Jateng.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah mengumumkan ratusan bakal calon kepala daerah yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Namun PDIP belum juga mengumumkan bakal calon yang akan diusung untuk Pilkada Jakarta maupun Jawa Tengah (Jateng).

PDIP diketahui sengaja membagi proses pengumuman bakal calon kepala daerah dalam tiga gelombang. Sejauh ini, PDIP sudah dua kali mengumumkan nama-nama kandidat yang diusung di Pilkada 2024. Artinya, bakal calon kepala daerah untuk Pilkada Jakarta dan Jateng akan diumumkan pada gelombang terakhir.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, kandidat calon kepala daerah untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih menunggu restu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. "Dari Jakarta menunggu keputusan Ibu Mega, demikian pula untuk Jawa Tengah, Jawa Timur," katanya di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Hasto memastikan, pengumuman gelombang tiga akan dilakukan sebelum pendaftaran pasangan calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tahapan pendaftaran pasangan calon (paslon) kepala daerah telah dijadwalkan pada 27-29 Agustus 2024.

"Tentu antara tanggal 24 sampai 27 Agustus, kita akan mencari momentum yang terbaik," ujarnya.

Batalnya pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada tentu akan mengubah peta pesta demokrasi lima tahunan ini terutama di beberapa daerah strategis, seperti Jakarta, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Di Jakarta misalnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 memberikan angin segar bagi Anies Baswedan yang hampir hampir gagal mengikuti kontestasi Pilgub 2024.

Pun demikian dengan PDIP dan sejumlah partai politik (Parpol) non-parlemen lainnya, kini bisa mengajukan calon untuk melawan duet Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Kendati putusan MK tersebut nyaris dianulir oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui revisi UU Pilkada. 

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno tak menampik bahwa putusan MK telah memberikan keuntungan bagi PDIP untuk bisa mengajukan sendiri calonnya di Pilgub Jakarta. Kini masyarakat, terutama warga Jakarta tengah menunggu kejutan apa yang akan dikeluarkan PDIP untuk melawan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dan bakal calon independen.

"Tentu kejutan yang paling banyak ditunggu itu kalau kemudian PDIP mengusung Anies Baswedan dan wakilnya adalah kader PDIP. Saya kira ini akan menjadi menarik ya. Karena apapun ada kesan bahwa di Jakarta Anies dan PDIP ini sama-sama dikucilkan oleh kekuatan politik KIM plus," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (23/8/2024).

Meski begitu, Adi mengakui penjodohan Anies dan PDIP tidak akan mudah. Sebab keduanya selama ini dikenal kerap memiliki pandangan politik yang berseberangan. Namun saat ini, Anies dan PDIP di Jakarta memiliki nasib yang sama, yakni 'dimusuhi' koalisi gemuk pro-penguasa.

"Karena PDIP dan Anies ini sama-sama dikucilkan ini sebenarnya waktu untuk mempertemukan keduanya dalam satu kepentingan politik bersama di Pilgub Jakarta, meski kita tahu jarak psikologi antara PDIP dan Anies Baswedan ini tidak mudah," tutur Adi.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin berpandangan, bahwa peta politik Pilkada Jakarta pasca-putusan MK bisa saja memunculkan kejutan, bisa juga tidak. Sebab peluang Anies diusung PDIP di Pilgub Jakarta masih 50:50.

"Kan seandainya jika Anies dicalonkan oleh PDIP pun Anies punya syarat, Anies harus jadi kader dulu. Anies harus jadi anggota partai banteng dulu. PDIP juga tidak akan mau mengusung Anies. Oleh karena itu saya melihat bisa ada kejutan Anies didukung PDIP kalau Aniesnya punya KTA PDIP," kata Ujang saat dihubungi Liputan6.com, Jumat.

Namun yang pasti, kata dia, putusan MK akan membuat Pilkada Jakarta berjalan lebih dinamis. Setidaknya, Ridwan Kamil-Suswono yang diusung koalisi gemuk KIM Plus akan mendapatkan lawan yang sebanding untuk memperebutkan kursi Jakarta-1.

Jika jadi mengusung Anies, PDIP bisa memasangkannya dengan kader yang dapat mendongkrak elektabilitas mereka di Jakarta. Beberapa nama yang potensial dipasangkan dengan Anies adalah mantan Gubernur Banten Rano Karno atau mantan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi.

"Bisa dengan Rano Karno, bisa dengan mantan Wali Kota Semarang itu, atau bisa dengan kader PDIP yang lain. Kita tunggu saja, keputusannya ada di tangan ibu Megawati," kata Ujang.

Adi Prayitno juga sependapat dengan Ujang Komarudin. Namun dia melihat duet Anies dengan Rano Karno di Jakarta lebih berpeluang ketimbang dengan kader PDIP lainnya.

"Anies-Rano menjanjikan," ucap dia.

Namun jika PDIP batal mengusung Anies, maka Megawati bisa mendorong kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk bertarung di Jakarta. Beberapa survei terakhir menempatkan elektabilitas Ahok berada di bawah Anies untuk Pilkada Jakarta 2024.

"Dari angka statistik Ahok. Elektabilitanyas runner up di bawah Anies. Tapi Ahok elektabilitasnya mentok, dan punya cacat bawaan terkait persoalan penista agama," kata Adi.

Dengan kata lain, jika PDI Perjuangan ingin menang melawan Ridwan Kamil di Jakarta, maka pilihannya lebih baik mengusung Anies Baswedan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Peta Pilgub Jateng Pasca-Putusan MK

Lebih lanjut, Adi Prayitno menuturkan bahwa PDIP tidak terpengaruh dengan putusan MK untuk Pilkada Jawa Tengah. Tanpa putusan-MK nomor 60 sekalipun, PDIP sejatinya sudah bisa mencalonkan sendiri kandidatnya untuk Pilgub Jateng.

"Karena perolehan kursi di DPRD-nya sudah lebih dari cukup, apalagi dengan putusan MK. Maka PDIP juga sebenarnya sangat lebih bisa confident (percaya diri) untuk memajukan kader internal mereka," katanya.

Namun begitu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini melihat bahwa PDIP sedang berhitung secara rasional untuk Pilgub Jateng. Meski wilayah tersebut dikenal sebagai 'kandang banteng', namun mantan Wakapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi yang digadang-gadang menjadi jagoan KIM tidak bisa dianggap remeh.

"Karena bagaimanapun Irjen Ahmad Luthfi ini kan punya nama besar dan disokong oleh kekuatan politik besar yaitu kekutan politik KIM yang waktu Pilpres menang di Jateng," ujar Adi.

Itu sebabnya, PDIP hingga saat ini belum mengumumkan secara resmi siapa bakal calon kepala daerah yang diusung di Pilgub Jateng, meski beberapa nama populer seperti mantan Panglima TNI Andika Perkasa sudah lama muncul di publik. Apalagi setelah putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 mengandaskan kans putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep maju di Pilgub 2024, tentu akan mempengaruhi peta politik di Jawa Tengah.

"Di Jateng mulai menguat nama Andika Perkasa. Tinggal nyari calon pendampingnya. Hendi kerap juga disebut potensial jadi wakil Andika. Oleh karena itu, sebenarnya PDIP hanya berhitung dengan waktu untuk segera mengumumkan siapa jagoan yang akan diusung, tentunya yang dinilai akan mampu memenangkan pertarungannya," ucap Adi Prayitno menandaskan.

Sependapat dengan Adi, Ujang Komarudin juga menyebut bahwa putusan MK akan sedikit mengubah peta politik di Jawa Tengah. Sebab Kaesang yang selama ini digadang-gadang parpol KIM maju sebagai pendamping Ahmad Luthfi, dipastikan gagal karena terbentur aturan batas usia.

Dia memprediksi, Pilgub Jateng akan diikuti oleh tiga paslon, yakni dari poros PDIP, KIM, dan koalisi parpol lain termasuk partai non-parlemen. 

"Kalau peta Pilkada Jateng tidak akan banyak berubah ya. Mungkin PDIP ada calonnya, lalu mungkin juga ada partai-partai non-parlemen bisa mengusung kandidatnya, tapi kelihatannya 2-3 pasangan calon paling banyak. Dari KIM ada Ahmad Luthfi dan pasangannya, lalu dari PDIP, bisa saja ada koalisi lain dari non-parpol kalau itu memenuhi syarat. Semuanya masih dinamis. Ada perbedaan konstelasi politik tapi sedikit," kata Ujang.

Namun Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini belum bisa memprediksi siapa figur kuat yang bakal diusung PDI Perjuangan di Jawa Tengah. Sebab siapa pun nama yang muncul di masyarakat, keputusan tetap ada di tangan Megawati selaku Ketum PDIP.

"Yang tahu adalah Ibu Megawati dan kader PDIP. Ya mungkin Andika, mungkin yang lain Bambang Pacul, saya tidak tahu. Semua kemungkinan bisa terjadi. Oleh karena itu saya melihat kita belum tahu siapa yang diusung, didorong di Jawa Tengah oleh PDIP," ujar Ujang Komarudin memungkasi.

 

3 dari 5 halaman

KIM Plus Bakal Layu Sebelum Berkembang?

Batalnya pengesahan revisi UU Pilkada memang berpeluang besar mengubah peta politik tanah air. Bahkan koalisi gemuk KIM Plus di Jakarta bisa saja layu sebelum berkembang setelah upaya DPR menganulir putusan MK lewat revisi UU Pilkada gagal terlaksana.

"Pasca keputusan MK, tentu bisa berubah peta politik baik dari Jateng maupun Jakarta. Di Jakarta kemungkinan akan lebih banyak calonnya," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi Liputan6.com, Jumat.

Sebelum MK mengabulkan uji materi UU Pilkada yang dilayangkan Partai Buruh dan Partai Gelora, praktis hanya ada dua paslon yang akan bertarung di Jakarta yakni Ridwan Kamil-Suswono yang didukung KIM Plus dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana dari calon independen. Anies yang sempat didukung NasDem dan PKS nyaris tidak bisa maju karena tidak punya kendaraan politik, sementara PDIP hampir tidak bisa mengusung calon karena tidak cukup kursi.

"Dengan JR (judicial review) MK, maka konsekuensi logis pada komposisi peta koalisi, apakah mungkin balik kanan partai di KIM atau mereka akan solid dukung RK, itu akan terlihat dalam 2-3 hari ke depan. Namun dari sebelumnya Anies enggak bisa maju, maka Anies bisa maju sepanjang diusung PDIP," ujar Pangi.

"Soal partai lain juga berpotensi untuk maju, seperti PSI bisa usung sendiri. Kan sebenarnya dengan 7,5 persen ini banyak partai bisa usung sendiri. Inilah konsekuensi keputusan MK ini yang mengikat dan berlaku sejak diputuskan," katanya menambahkan.

Bukan tanpa alasan koalisi gemuk yang berisi parpol-parpol pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu itu akan bubar di Pilgub Jakarta. Sebab secara elektabilitas, Ridwan Kamil masih berada di bawah Anies Baswedan.

"Bagaimanapun misalnya parpol di KIM mengoreksi atau tidak jadi mendukung RK karena peluang Anies lebih besar berdasar elektoral dan data hari ini, ya bisa saja mereka balik kanan," ucapnya.

Namun kemungkinan KIM Plus bubar di Jakarta cukup kecil. Sebab kerja sama politik ini tidak hanya terbatas pada Pilgub Jakarta. Lebih dari itu, merapatnya PKB, NasDem, PKS, dan Perindo ke KIM juga memiliki kepentingan untuk Kabinet Prabowo-Gibran lima tahun ke depan. Apalagi PKS diuntungkan dengan pencalonan kadernya sebagai pendamping RK di Jakarta.

"Karena kalau mereka membatalkan dukungan ke RK, khawatirnya Nasdem, PKB, PKS akan dikoreksi kembali atau dievaluasi untuk tak bisa bergabung ke KIM. Itu mereka nampaknya lebih memilih kalaupun kalah di Jakarta tak masalah yang penting bisa masuk ke gerbong pemerintah untuk berkoalisi ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Saya melihat intensitas arahnya ke sana," kata Pangi.

"Tapi besok (peta politik) juga masih bisa berubah dukungannya, karena RK-Anies sama-sama sebanding meski peluang kans Anies lebih besar," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, Pangi menilai dampak positif dari putusan MK ini adalah potensi kandidat melawan kotak kosong di sejumlah daerah semakin menipis. Semula potensi Pilkada melawan kotak kosong di beberapa daerah cukup besar seiring banyaknya calon yang didukung oleh koalisi gemuk.

"Jadi tentu dampak juga di beberapa daerah yang sebelumnya PDIP enggak bisa berlayar, itu membuat yang diusung PDIP itu bisa berlaga di Pilkada yang sebelumnya berpotensi melawan kotak kosong. Saya yakin kotak kosong akan signifikan berkurang, bila parpol pede untuk mengusung kader sendiri," katanya.

Sementara terkait Pilgub Jateng, putusan MK akan mengubah strategi pemenangan parpol KIM setelah Kaesang Pangarep dipastikan gagal dipasangkan dengan Ahmad Luthfi, meski perubahannya tidak banyak.

"Untuk Jateng menurut saya enggak banyak perubahan, ada Luthfi-Gus Yasin (mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen). Peluang kans Luthfi (masih) besar dibanding calon lain," katanya.

Sedangkan PDIP dipastikan akan menyiapkan kader terbaiknya untuk bertarung melawan KIM di kandang banteng. Dia menyebut, nama Andika Perkasa cukup kuat di bursa Pilgub Jateng.

"Nanti kita lihat saja tanggal mainnya apakah akan ada kejutan nama yang santer sudah terdengar," ucap Pangi Chaniago memungkasi.

Klaim KIM Lebih Pilih Gus Yasin Ketimbang Kaesang

Sementara itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa KIM Plus tidak akan mengusung Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep di Pilkada Jawa Tengah. Kata dia, KIM Plus akan mengusung Ahmad Luthfi dan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Taj Yasin Maimoen alias Gus Yasin.

"Jujur ya, sebelum ada keputusan judicial review MK, kita sudah berembuk untuk memasangkan di Jateng Pak Luthfi dengan Gus Yasin," ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Menurut Dasco, masuknya nama anak bungsu Presiden Jokowi ke bursa cawagub Jawa Tengah hanya  sebatas usulan, namun keputusan akhir dari KIM Plus lebih ke Gus Yasin.

"Ya itu kan ada aspirasi dari beberapa usulan, tapi keputusannya bukan karena MK (putusan nomor 70 soal usia calon kepala daerah), keputusannya memang sudah dari seminggu lebih yang lalu kita putuskan Pak Luthfi-Yasin. Dan pada saat ini kan Mas Kaesang sedang tidak berada di Indonesia, karena memang ya dia enggak ikut daftar," kata Dasco.

Dasco juga membantah perubahan komposisi pasangan calon KIM Plus karena putusan MK nomor 60. "Kan memang ada aspirasi, tapi sudah diputuskan itu," kata Wakil Ketua DPR ini menandaskan.

4 dari 5 halaman

Menakar Peluang Anies Mendapat Restu Megawati

Wacana Anies Baswedan bakal diusung PDIP di Jakarta sejatinya sudah lama bergulir, jauh sebelum putusan MK keluar. Bahkan sejak Anies masih didukung Partai NasDem dan PKS, komunikasi PDIP dan PKB untuk mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah berlangsung.

Sejumlah elite PDIP kala itu juga tak menampik bahwa banyak akar rumput yang menginginkan partainya mengusung Anies untuk kembali bertarung menjadi orang nomor satu di Jakarta. Apalagi setelah Anies ditinggalkan NasDem dan PKS, sementara PDIP ditinggalkan PKB. Keduanya nyaris tidak bisa maju di Pilgub Jakarta. Hingga akhirnya MK melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 memberikan angin segar.

Keinginan akar rumput tersebut pun akhirnya sampai ke telinga Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dalam pidatonya saat pengumuman bakal calon kepala daerah gelombang dua pada Kamis, 22 Agustus 2024 kemarin, Megawati sempat menyinggung soal wacana PDIP akan mengusung Anies.

Megawati mengaku kaget ketika melihat satgas di depan DPP PDIP yang membentangkan spanduk dukungan untuk Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.

"Di depan aku kaget ada baju merah item, terus pasang spanduk harus gotong Pak Anies ya. Eh aku bilang enak aja ya, ngapain aku disuruh dukung Pak Anies," ujar Megawati.

Presiden ke-5 Republik Indonesia ini lantas mempertanyakan apakah benar Anies mau didukung PDIP. Menurutnya, Anies harus sesuai dengan aturan PDIP lebih dahulu.

"Dia bener nih kalau mau sama PDIP, kalau mau dengan PDI jangan kayak gitu dong ya, ya tinggal mau enggak nurut ya," ucap dia.

Sebab, Megawati menilai, Anies selama ini tak pernah dekat dengan PDIP. Sehingga, kata dia, aneh apabila baru merapat ke PDIP menjelang pendaftaran Pilkada 2024.

"Enak amat ya, sekarang kita dicari dukungannya. Bingung saya, dulu kamu ke mana ya kemarin sore ya, mbok jangan gitu dong," ucap Megawati.

Sementara itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan, peluang Anies Baswedan diusung PDIP tetap terbuka selama berkomitmen pada ideologi partai dan berpihak kepada rakyat kecil.

"Ya selama tadi, komitmen terhadap ideologi, keberpihakan pada wong cilik, platform partai. Itu dipegang dan bersedia untuk juga memenuhi komitmen, termasuk bagaimana partai menyiapkan visi misi, khususnya tentang politik tata ruang. Kemudian kelestarian lingkungan, sungai-sungai tata ruang di Jakarta diatur dengan baik, tentu (peluang diusung) terbuka," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Bahkan, lanjut Hasto, PDIP tetap menjalin komunikasi dengan Anies lewat Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah. "Ada (komunikasi). Bahkan Pak Basarah juga sudah bertemu dengan Pak Anies Baswedan," katanya.

Terkait pidato Megawati yang mempertanyakan alasan mengapa PDIP harus mendukung Anies di Pilkada Jakarta 2024, menurut Hasto, pernyataan itu bukan bentuk ketidaksukaan terhadap mantan Menteri Pendidikan tersebut.

"Bu Mega kan tadi bilang, Beliau enggak pernah enggak suka sama orang. Yang dilakukan oleh Bu Mega adalah menjaga nilai demokrasi, moral, kekuatan akar rumput, itu yang digaungkan Bu Mega," kata Hasto.

Anies Perlu Jadi Kader PDIP?

Mendikbud Anies Baswedan (kiri) menghadiri seminar nasional

Sedangkan soal apakah Anies akan ditawari menjadi kader PDIP, Hasto menjawab, "Bagi PDI Perjuangan, identifikasi kader ini kan pada komitmen tadi, pada Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, berpihak kepada wong cilik, berkepribadian dalam kebudayaan. Kemudian bagaimana kita ini adalah negara untuk semua, bukan untuk golongan tertentu. Ini yang menjadi komitmen PDI Perjuangan."

"Selama hal-hal tersebut juga disuarakan, maka itu sudah menjadi bagian dari kesadaran sebagai anggota PDIP," ucap Hasto Kristiyanto menandaskan.

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kehormatan Komarudin Watubun mengatakan bahwa Anies Baswedan berpeluang diusung di Pilkada Jakarta 2024 apabila menjadi kader PDIP.

"Yang kita harapkan memang harus menjadi kader partai," kata Komarudin di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024.

Dia tidak ingin calon kepala daerah yang diusung nantinya akan berkhianat terhadap PDIP. "Karena kita berpengalaman. Yang kita kaderkan saja bisa berkhianat, apalagi yang tidak dikaderkan. Kan gitu," ujar Komarudin.

Dia pun menegaskan, pada dasarnya PDIP akan memprioritaskan kader sendiri terlebih dulu untuk diusung maju di pilkada. Pasalnya, PDIP juga memiliki sejumlah kader potensial, seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.

Selain itu, masih ada juga anggota DPR RI dapil Jakarta yang potensial, yaitu Eriko Sotarduga dan Masinton Pasaribu.

"Kita masih punya kader, ada Ahok, ada Djarot, ada Eriko, ada Masinton. Kan itu kader-kader partai semua. Tinggal kita lihat siapa yang kira-kira ditugaskan, Ibu Ketua Umum tugaskan untuk dipilih oleh rakyat DKI Jakarta," ungkap Komarudin yang dikutip dari Antara.

Selain itu, menurutnya, kewenangan memutuskan calon kepala daerah ada di tangan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. "Hak prerogatif yang berbicara. Jadi, Anda tidak usah takut. PDI Perjuangan pasti akan tiba saatnya, PDI Perjuangan akan ajukan calon," katanya menegaskan.

5 dari 5 halaman

Infografis Menakar Bakal Calon Pilkada Jakarta dan Pilgub Jateng KIM Plus vs PDIP

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini