Sukses

Mantan Pimpinan KPK: RUU Perampasan Aset Lebih Baik Jadi Program 100 Hari Prabowo-Gibran

Ia menyampaikan pernyataan tersebut usai Presiden Joko Widodo mendorong DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perampasan aset lebih baik menjadi program 100 hari pemerintahan baru.

“Mungkin sebaiknya ketika bulan-bulan pertama, mungkin akan lebih bagus dijadikan program 100 hari Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Undang-Undang Perampasan Aset itu,” kata Laode di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (28/4/2024) seperti dilansir Antara.

Ia menyampaikan pernyataan tersebut usai Presiden Joko Widodo mendorong DPR RI untuk segera menyelesaikan pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset.

“Kalau itu sih dari zaman saya di KPK memang kami sudah push (dorong) terus Undang-Undang Perampasan Aset itu segera diselesaikan,” ujar pimpinan KPK periode 2015-2019 itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pernyataan Jokowi

Sebelumnya, Presiden Jokowi saat menyampaikan keterangan melalui video yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (27/8), mendorong penyelesaian pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset oleh DPR RI.

"Saya menghargai langkah cepat DPR dalam menanggapi situasi yang berkembang (revisi UU Pilkada). Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset," kata Presiden.

Presiden menyebut RUU Perampasan Aset sangat penting untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga diharapkan bisa segera diselesaikan oleh DPR RI.

3 dari 3 halaman

Pengamat Harap DPR Segera Bahas dan Sahkan RUU Perampasan Aset

DPR RI didesak segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah sekitar 14 tahun bertahan di parlemen.

Desakan itu mengemuka dalam acara Ngeteh Bareng dan Diskusi Ilmiah bertajuk 'Quo Vadis Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana' gelaran DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta pada Jumat 15 Agustus 2024.

"Rezim yang akan datang bisa mengakomodasi pemikiran yang sudah dirumuskan cukup lama bahkan hampir 20 tahun," ujar Guru Besar Hukum Pidana UKI Jakarta Mompang L Panggabean, melalui keterangan tertulis, Sabtu (24/8/2024).

Dia menyampaikan, RUU Perampasan Aset ini harus segara disahkan untuk merampas aset-aset terkait tindak pidana kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

"Ini perlu diatur lebih jelas lagi menyangkut substansi hukumnya supaya kita bisa melihat bagaimana menggunakan piranti perampasan aset," terang Mompang.

Selain itu, dia berpandangan bahwa harus ada lembaga yang khusus menangani perampasan aset hasil tindak pidana dengan aturan yang detail dan tidak berbenturan dengan lembaga lain.

Kemudian, kata Mompang, perlunya menciptakan budaya hukum masyarakat dan penegak hukum untuk mendukung lembaga perampasan aset serta lembaga pendukungnya.

"Lembaga-lembaga pendukung seperti Bank Indonesia, OJK, PPATK, dan sebagainya yang nantinya bisa bekerja sama dalam pemulihan hasil tindak pidana," tandas Mompang.

Senada, pembicara selanjutnya yaitu Dewan Pakar DPC Peradi Jakbar Hendrik Jehaman mengatakan, RUU Perampasan Aset ini harus segera disahkan.

"Saya pikir ini sudah mendesak karena UU Tindak Pidana Korupsi itu tidak mengakomodir soal aset," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini