Liputan6.com, Jakarta: Pembelian empat pesawat tempur Sukhoi dan dua helikopter Mi-35 dari Rusia berbuntut panjang. Komisi I DPR menilai kebijakan pemerintah itu menyimpang dari undang-undang. Itulah sebabnya, dalam rapat internal, Komisi I sepakat membentuk Panitia Kerja untuk menelusuri pembelian tersebut. Demikian penegasan Wakil Ketua Komisi I DPR Effendy Choirie, baru-baru ini, di Jakarta.
Menurut Effendy, DPR menemukan beberapa aspek penyimpangan dalam imbal beli antara Indonesia dan Rusia. Di antaranya adalah pelanggaran terhadap UU No 2 Tahun 2002. Dalam UU tersebut dijelaskan, hanya Departemen Pertahanan yang berhak membeli dan menyediakan alat-alat perang untuk TNI. Bukan Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Badan Urusan Logistik [baca: DPR: Pembelian Sukhoi Menyalahi Prosedur]. Selain itu, rencana pembelian Sukhoi sebesar US$ 199,9 juta tak tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan begitu pembelian Sukhoi juga melanggar UU APBN tahun berjalan. Effendy mengatakan, Panja akan diketuai Ketua Komisi I Ibrahim Ambong. Anggota Panja akan memulai rapat pada pekan depan.
Kepala Perum Bulog Jatim Mucharto mengatakan, prosedur pembayaran melalui mekanisme anggaran bukan urusan Bulog lagi. Perum Bulog sebagai pihak yang ditugaskan pemerintah untuk melaksanakan imbal beli sudah mengeluarkan dana tunai sebesar US$ 26 juta yang digunakan sebagai uang muka. Saat ditandatangani kesepatan imbal beli, Mucharto menjabat sebagai Direktur Perencanaan Bulog [baca: Bulog Membayar Cicilan Tahap Pertama Sukhoi].
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Hamzah Haz menegaskan, pemerintah siap menjelaskan proses pembelian Sukhoi pada DPR. Penjelasan itu diharapkan dapat menjelaskan latar belakang dan maksud pembelian empat pesawat Sukhoi dan dua helikopter. Selain itu, bisa mengetahui prosedural pembelian pesawat tempur tersebut.(ULF/Tim Liputan 6 SCTV)
Menurut Effendy, DPR menemukan beberapa aspek penyimpangan dalam imbal beli antara Indonesia dan Rusia. Di antaranya adalah pelanggaran terhadap UU No 2 Tahun 2002. Dalam UU tersebut dijelaskan, hanya Departemen Pertahanan yang berhak membeli dan menyediakan alat-alat perang untuk TNI. Bukan Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Badan Urusan Logistik [baca: DPR: Pembelian Sukhoi Menyalahi Prosedur]. Selain itu, rencana pembelian Sukhoi sebesar US$ 199,9 juta tak tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan begitu pembelian Sukhoi juga melanggar UU APBN tahun berjalan. Effendy mengatakan, Panja akan diketuai Ketua Komisi I Ibrahim Ambong. Anggota Panja akan memulai rapat pada pekan depan.
Kepala Perum Bulog Jatim Mucharto mengatakan, prosedur pembayaran melalui mekanisme anggaran bukan urusan Bulog lagi. Perum Bulog sebagai pihak yang ditugaskan pemerintah untuk melaksanakan imbal beli sudah mengeluarkan dana tunai sebesar US$ 26 juta yang digunakan sebagai uang muka. Saat ditandatangani kesepatan imbal beli, Mucharto menjabat sebagai Direktur Perencanaan Bulog [baca: Bulog Membayar Cicilan Tahap Pertama Sukhoi].
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Hamzah Haz menegaskan, pemerintah siap menjelaskan proses pembelian Sukhoi pada DPR. Penjelasan itu diharapkan dapat menjelaskan latar belakang dan maksud pembelian empat pesawat Sukhoi dan dua helikopter. Selain itu, bisa mengetahui prosedural pembelian pesawat tempur tersebut.(ULF/Tim Liputan 6 SCTV)