Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Advokasi Institute (AI) Fadli Rumakefing menilai, korupsi di Indonesia, khususnya di lingkungan penyelengga negara, Kementerian/Lembaga kian hari dari waktu ke waktu telah mengancam seluruh aspek kehidupan sosial kemasyarakatan dan kebangsaan.
“Korupsi telah membawa malahpetaka yang sangat besar bagi masa depan bangsa dan menghancurkan cita-cita luhur sejak diperjuangan dan dimerdekakan negara ini dari penjajahan dan penindasan oleh bangsa asing dikala itu,” ujar Fadli melalui keterangan tertulis, Jumat (30/8/2024).
Baca Juga
Selain itu, lanjut dia, korupsi juga merupakan kejahatan sosial kemanusiaan yang sangat berimplikasi negatif tehadap kemajuan negara baik di sektor ekonomi, masyarakat, maupun budaya.
Advertisement
Fadli menilai, beberapa puluh tahun belakang ini telah terjadi suatu fenomena sosial di Indonesia yakni dengan meningkatnya kekayaan para penyelenggara negara baik (ASN) maupun jabatan-jabatan politik di Kementerian/Lembaga negara secara drastis dan fantastis, hasil dari tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dia menjabarkan, menurut catatan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2023, dihitung sejak dari 2004-2022, penyelenggara negara yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, 344.
“Termasuk Ketua DPR dan juga Ketua DPRD. Ada 38 menteri dan kepala lembaga. Ada 24 gubernur dan 162 bupati dan wali kota. Ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi,” terang Fadli.
“Ada 8 komisioner, di antaranya komisioner KPU, KPPU, dan KY. Dan juga ada 415 dari swasta dan 363 dari birokrat,” sambung dia.
Oleh karena itu, Fadli menilai pentingnya RUU Perampasan Aset harus benar-benar diseriusi dan diselesaikan demi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Mengingat Indonesia kini telah berada dalam suatu situasi darurat korupsi,” ucap dia.
Pentingnya RUU Perampasan Aset
Meski disisi lain, menurut Fadli, RUU Perampasan Aset telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010.
“Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU Perampasan Aset termasuk dalam program legislasi nasional, namun tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas RUU,” kata dia.
Kemudian, lanjut Fadli, RUU Perampasan Aset pada periode Prolegnas 2020-2024, kembali dimasukkan dan Pemerintah mengusulkan agar RUU Perampasan Aset ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020.
“Sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR RI. Pada tahun 2023, pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2023,” ucap dia.
Dengan begitu, Fadli menyebut, besar harapan masyakat Indonesia kepada Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto agar RUU Perampasan Aset harus menjadi atensi khusus.
“Mengingat salah satu janji dan komitmen beliau adalah memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, baik akar serabut, maupun akar tunggal,” terang dia.
Advertisement
Saat Ini Hukuman Dinilai Tak Berbanding Lurus
Sebab, menurut Fadli, fenomena hari ini, di mana, hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi tidak berbanding lurus dengan kejahatan korupsi yang dilakukan.
“Dan penjara bagi para koruptor bukanlah suatu momok yang menakutkan,” ucap dia.
Sehingga, kata dia, hukuman penjara dianggap sebagai hukuman yang biasa-biasa saja.
“Olehnya itu, RUU Perampasan Aset ini harus segera diselesaikan sebagai Langkah ikhtiar supremasi penegakkan hukum di sektor tindak pidana korupsi,” tandas Fadli.