Liputan6.com, Jakarta - Proses investigasi terus berlanjut terhadap kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dokter Aulia Risma Lestari.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) ada dugaan Risma harus mengeluarkan atau dipalak sejumlah dana di luar biaya pendidikan resmi. Menurut Kemenkes RI, ada oknum di PPDS Anestesi Undip yang memalak uang senilai Rp20-40 juta.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia M Nasser mengatakan Kemenkes RI terlalu cepat mengambil kesimpulan sebab belum tentu benar.
Advertisement
Hal itu disampaikan Nasser saat jumpa pers secara daring bersama Kolaborasi Anti-Korupsi yang terdiri dari LBH Undip, Badan Pembelaan Anggota Ikatan Dokter Indonesia serta Komite Solidaritas Profesi dan Satuan Anti Kebohongan, Senin (2/9/2024).
Nasser kemudian mengungkap keterangan dr Firda, salah satu teman seangkatan Almarhum Risma yang hadir dalam jumpa pers daring. Firda mengatakan apa yang disampaikan Kemenkes adalah tidak benar.
“Tidak benar adanya pemalakan atau pemungutan dari senior,” kata Firda seperti dikutip Selasa (3/9/2024).
Firda menuturkan, hal yang sebenarnya terjadi adalah dana kolektif satu angkatan PPDS yang diberikan oleh semua peserta didik.
“Nominalnya juga sesuai kesepakatan satu angkatan. Tidak ada patokan harga untuk kumpulan (patungan) satu angkatan itu per bulannya,” kata Firda.
Untuk Operasional Angkatan
Firda menyebut, dalam satu angkatan, total ada 11 mahasiswa-mahasiswi, termasuk almarhum. Tujuan dana digunakan untuk operasional angkatan dan biaya makan malam ketika bertugas.
“Dari rumah sakit hanya mendapat jatah makan siang, sehingga untuk makan malam para mahasiswa harus membeli sendiri,” jelas Firda.
Firda meluruskan soal nominal Rp40 juta. Sebab dana terkumpul sekira Rp15-20 juta dan dipakai untuk operasional. Selepas itu, tidak ada lagi.
Advertisement
Tak Ada Pemalakan
Senada dengan Firda, dr Angga, salah satu mahasiswa PPDS Undip yang lebih senior memastikan selama menjalani pendidikan tidak ada pemalakan dari pihak mana pun.
Menurut Angga, mahasiswa semester satu hanya diminta dana Rp 10 juta per orang untuk operasional angkatan selama satu semester.
“Itu juga bisa dicicil tidak harus cash (tunai). Saya pun cicil sebanyak empat kali,” ujar dia.