Sukses

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pelontar Gas Air Mata, Ini Respons KPK

Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, laporan yang dilayangkan tersebut saat ini masih ditelaah oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi di institusi Polri. Laporan tersebut mencakup dugaan mark up dalam pengadaan unit pelontar gas air mata (projectile launcher), dengan nilai yang disebut mencapai Rp26 miliar.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, laporan yang dilayangkan tersebut saat ini masih ditelaah oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK.

"Bila ada laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi dan bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpul info," kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (4/9/2024).

Tentunya apabila berdasarkan laporan sipil itu, tim KPK menemukan ada bukti awalan yang cukup, maka selanjutnya akan dilimpahkan ke Deputi Penindakan dan naik ke tahap penyidikan.

"Bila belum laya, akan diminta pelapor untuk melengkapi lagi kekurangannya," jelas Tessa.

Dalam laporan yang dilayangkan oleh koalisi sipil, Agus Sunaryanto yang merupakan peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pengadaan alat pelontar gas air mata tersebut ada mark up alias penggelembungan harga di tahun 2022 dan tahun 2023 hingga mencapai Rp26 miliar.

"Terkait dengan paper projectil launcher tahun 2022 dan tahun 2023, dugaan indikasi Mark up (penggelembungan harga) ini mencapai sekitar Rp26 miliar," ujar Agus melalui keterangannya.

 

2 dari 2 halaman

Modus Pengkondisian

Modusnya menurut Agus ada pengkondisian pemenangan terhadap tender pada tahap lelang gas air mata. Tender pemenang yang dimaksud adalah PT TMDC.

"Dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merk tertentu. Itu satu hal," ucap

Agus juga mendesak agar KPK mengusut dugaan kasus korupsi pada pelontar gas air mata tersebut. Mengingat menurut dia sumber dana itu berasal dari pajak masyarakat.

"Satu keberanian untuk menangani kasus -kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, kemudian yang kedua bisa menjadi legacy (warisan) kepada pimpinan berikutnya," pungkasnya

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Sumber: Merdeka.com