Liputan6.com, Jakarta Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) menyampaikan pernyataan sikap terkait dokumen edaran dari Kementerian Agama (Kemenag) RI yang mengusulkan agar azan Magrib ditampilkan dalam bentuk running text pada siaran langsung misa akbar yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
Misa tersebut akan disiarkan di televisi pada Kamis, 5 September 2024, dari pukul 17.00 hingga 19.00 WIB. Langkah tersebut memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat Muslim Indonesia.
Menanggapi hal ini, Aktivis YKMI, Reza Milady Fauzan, menyatakan sikap. Reza mengatakan, pihaknya menyambut baik kedatangan Paus Fransiskus sebagai tamu kehormatan Indonesia karena akan membawa pesan perdamaian. Namun dia menyayangkan sangat menyayangkan jika penayangan pelaksanan Misa umat Katolik Bersama Paus Farnsiskus meski mengubah kumandang azan magrib di saluran televisi menjadi running text.
Advertisement
"Ini yang justru menyelisihi aspek etika dan keadaban, penghormatan atas adat budaya religi bangsa Indonesia,” ujar Reza.
Lebih lanjut, YKMI menegaskan bahwa toleransi tidak berarti menghilangkan seruan panggilan azan umat Islam atau urgensi siaran perayaan misa umat Katolik.
"Kami meyakini bahwa toleransi itu bukanlah berarti saling menghilangkan antara seruan panggilan azan umat Islam dan urgensi siaran perayaan misa umat Katolik,” lanjutnya.
YKMI juga mendukung agar stasiun televisi tetap menyiarkan azan Magrib bersamaan dengan pelaporan misa sebagai langkah yang baik dalam menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama di Indonesia.
"Oleh karena itu kami mendukung agar stasiun TV di samping terus melaporkan tentang misa, juga tetap terus menyiarkan azan sebagai tindakan yang sangat baik dan menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama di Indonesia,” ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Agama telah bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait penyiaran Azan Magrib dan Misa Akbar bersama Paus Fransiskus lewat running text.
Juru Bicara Kementerian Agama, Sunanto, menyatakan surat Kemenag ke Kominfo bersifat permohonan dan memuat dua substansi. Pertama, saran agar Misa bersama Paus Fransiskus pada 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00–19.00 WIB di seluruh televisi nasional. Kedua, agar penanda waktu magrib ditunjukkan dalam bentuk running text sehingga misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik di Indonesia.
Jadi substansinya, pemberitahuan waktu Magrib di TV disampaikan dengan running text. Sementara, panggilan azan di masjid dan musalla tetap dipersilakan,” jelas Sunanto, dalam keterangannya, Rabu (4/9/20240).
Hanya Wilayah Waktu Indonesia Barat
Sunanto menegaskan bahwa surat yang dibuat hanya berkenaan dengan siaran azan Magrib di televisi yang biasanya mengacu hanya pada waktu magrib di Jakarta (WIB).
“Azan Mabrib di wilayah Indonesia Timur, tetap bisa disiarkan karena sudah masuk waktu sebelum pelaksanaan Misa,” sebutnya.
Sunanto meyakini warga Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius dan menjunjung toleransi sehingga dapat memahami upaya yang dilakukan Kementerian Agama ini adalah jalan tengah sebagai wujud hidup dalam kemajemukan.
“Semua bisa menjalankan ibadahnya. Misa berjalan. Pemberitahuan masuk waktu Magrib disampaikan lewat running text dan tetap Azan berkumandang di masjid dan musalla. Umat Katolik beribadah dalam Misa, umat Islam tetap melaksanakan ibadah Salat Magrib. Ini potret toleransi dan kerukunan umat di Indonesia yang banyak dikagumi dunia,” tegasnya.
“Sekaligus ini juga kontribusi besar umat Islam untuk toleransi di Indonesia dan dunia,” lanjutnya.
Sunanto menambahkan, hakikatnya azan Magrib disiarkan melalui televisi untuk mengingatkan umat Islam yang sedang menonton televisi agar menunaikan Sholat.
“Saya tidak tahu apakah pada saat Misa bersama Paus Fransiskus ada umat Islam yang ikut menonton melalui siaran televisi? Jika pun ada, kita sudah mengingatkan waktu Magrib masuk melalui running text tersebut,” tandasnya
Advertisement