Puluhan warga di Komplek Direktorat Zeni TNI AD di Jalan Kesatrian III dan IV, Asrama Berland, Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur, menolak mengosongkan rumahnya. Warga yang sudah menempati lokasi ini selama puluhan tahun, menolak mendapat uang kerohiman yang dinilai tidak sepadan.
"Uang Rp 35 juta itu sebanding? Bukan karena jumlah uangnya, tapi kita di sini sudah puluhan tahun. Lagian, uang segitu, kita mau ke mana, harga rumah sekarang lebih dari itu," kata warga RT 006 RW 03, Jalan Kesatrian III, Bambang Tri (45) kepada Liputan6.com Rabu (24/3/2013).
Bambang mengatakan, pemberitahuan pengosongan rumah mereka begitu mendadak. Terhitung sejak bulan Maret 2013, sudah ada 3 kali pertemuan antara perwakilan warga dengan Zeni yang diwakilkan oleh Sekretaris Direktorat Zeni TNI AD, Kolonel Czi Diding Sutisna Sukarma.
"Pertemuan itu bukan musyawarah atau dialog. Tapi lebih kepada perintah untuk mengosongkan. Jadi tidak ketemu solusi, cuma perintah," kata Bambang. Di lokasi ini, ada 33 rumah tinggal. Sebagian besar mereka merupakan anggota TNI AD purnawirawan. "Isinya pejuang, bapak-bapak kita. Tapi dari 33 warga itu ada beberapa yang masih jadi anggota TNI AD aktif," kata dia.
Dalam 3 kali pertemuan itu, warga hanya diberitahu rumah-rumah ini diperuntukkan untuk pembangunan 2 tower rumah susun bagi para prajurit TNI AD. "Kita diminta paksa untuk keluar, karena penghuninya purnawirawan. Kita dianggap tidak punya hak," kata Bambang.
Lalu datang surat peringatan yang isinya perintah pengosongan pada 23 April 2013 kemarin. Dalam surat itu warga diminta untuk mengosongkan dengan tenggat waktu terhitung surat peringatan sampai 14 Mei 2013. Para warga secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan termasuk listrik dan air.
Menurut Bambang, Rumah-rumah ini tidak memiliki bukti fisik seperti sertifikat tanah dan bangunan. Pada tahun 2006 lalu, 22 warga sudah pernah menjadi korban penggusuran. Saat itu, pihak Zeni menggusur untuk pembangunan 9 rumah dinas bagi para prajurit TNI AD.
Tapi akhirnya, 9 rumah dinas yang dibangun itu tidak dihuni maksimal. Bahkan lebih banyak yang kosong, sementara 22 warga yang digusur itu sekarang tidak tahu ke mana," kata dia. Untuk itu, 33 warga yang ada sekarang menolak digusur. Karena tidak ada solusi terbaik yang menguntungkan warga. "Pengalaman 2006 itu, warga semua sepakat menolak digusur," kata dia.
Saat coba dikonfirmasi tentang penggusuran ini, pihak Direktorat Zeni TNI AD di Matraman, menolak memberikan tanggapan. Penjaga pos Zeni melarang wartawan masuk dan meminta surat tugas peliputan. Padahal, kartu identitas wartawan sudah ditunjukkan. "Silakan keluar, atau nanti kembali lagi dengan surat peliputan," kata petugas jaga Zeni TNI AD di Matraman. (Ism)
"Uang Rp 35 juta itu sebanding? Bukan karena jumlah uangnya, tapi kita di sini sudah puluhan tahun. Lagian, uang segitu, kita mau ke mana, harga rumah sekarang lebih dari itu," kata warga RT 006 RW 03, Jalan Kesatrian III, Bambang Tri (45) kepada Liputan6.com Rabu (24/3/2013).
Bambang mengatakan, pemberitahuan pengosongan rumah mereka begitu mendadak. Terhitung sejak bulan Maret 2013, sudah ada 3 kali pertemuan antara perwakilan warga dengan Zeni yang diwakilkan oleh Sekretaris Direktorat Zeni TNI AD, Kolonel Czi Diding Sutisna Sukarma.
"Pertemuan itu bukan musyawarah atau dialog. Tapi lebih kepada perintah untuk mengosongkan. Jadi tidak ketemu solusi, cuma perintah," kata Bambang. Di lokasi ini, ada 33 rumah tinggal. Sebagian besar mereka merupakan anggota TNI AD purnawirawan. "Isinya pejuang, bapak-bapak kita. Tapi dari 33 warga itu ada beberapa yang masih jadi anggota TNI AD aktif," kata dia.
Dalam 3 kali pertemuan itu, warga hanya diberitahu rumah-rumah ini diperuntukkan untuk pembangunan 2 tower rumah susun bagi para prajurit TNI AD. "Kita diminta paksa untuk keluar, karena penghuninya purnawirawan. Kita dianggap tidak punya hak," kata Bambang.
Lalu datang surat peringatan yang isinya perintah pengosongan pada 23 April 2013 kemarin. Dalam surat itu warga diminta untuk mengosongkan dengan tenggat waktu terhitung surat peringatan sampai 14 Mei 2013. Para warga secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan termasuk listrik dan air.
Menurut Bambang, Rumah-rumah ini tidak memiliki bukti fisik seperti sertifikat tanah dan bangunan. Pada tahun 2006 lalu, 22 warga sudah pernah menjadi korban penggusuran. Saat itu, pihak Zeni menggusur untuk pembangunan 9 rumah dinas bagi para prajurit TNI AD.
Tapi akhirnya, 9 rumah dinas yang dibangun itu tidak dihuni maksimal. Bahkan lebih banyak yang kosong, sementara 22 warga yang digusur itu sekarang tidak tahu ke mana," kata dia. Untuk itu, 33 warga yang ada sekarang menolak digusur. Karena tidak ada solusi terbaik yang menguntungkan warga. "Pengalaman 2006 itu, warga semua sepakat menolak digusur," kata dia.
Saat coba dikonfirmasi tentang penggusuran ini, pihak Direktorat Zeni TNI AD di Matraman, menolak memberikan tanggapan. Penjaga pos Zeni melarang wartawan masuk dan meminta surat tugas peliputan. Padahal, kartu identitas wartawan sudah ditunjukkan. "Silakan keluar, atau nanti kembali lagi dengan surat peliputan," kata petugas jaga Zeni TNI AD di Matraman. (Ism)