Sukses

Gelar Rakor, Plt. Sekjen Kemendagri Minta Pemda Cermati IPH yang Sebabkan Kenaikan Harga

Berdasarkan materi yang disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini, kenaikan IPH tertinggi di Pulau Sumatera terjadi di Kabupaten Aceh Besar dengan nilai perubahan IPH 0,97%.

Liputan6.com, Jakarta Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah digelar secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  Jakarta, Selasa (17/9). Dalam rapat tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Tomsi Tohir, meminta pemerintah daerah (Pemda) dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) tinggi untuk mencermati penyebab kenaikan harga. 

"Kami minta untuk semua kepala daerah yang IPH-nya naik tadi supaya mencermati kenapa kenaikan itu bisa terjadi sementara tetangga di kabupatennya atau tetangga di kotanya tidak naik," kata Tomsi. 

Berdasarkan materi yang disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini, kenaikan IPH tertinggi di Pulau Sumatera terjadi di Kabupaten Aceh Besar dengan nilai perubahan IPH 0,97%. Komoditas penyumbang andil IPH terbesar di wilayah Sumatra didominasi oleh telur ayam ras, minyak goreng, cabai rawit, dan daging ayam ras. 

Adapun kenaikan IPH di Pulau Jawa hanya terjadi di Kabupaten Blora dengan nilai perubahan 0,55%. Komoditas penyumbang andil kenaikan IPH terbesar di Kabupaten Blora yaitu minyak goreng (0,4959), cabai merah (0,0156), dan cabai rawit (0,0138). Tomsi mengingatkan Pemda Blora agar segera melakukan langkah pengendalian inflasi, begitu juga daerah lain dengan IPH tinggi. 

"Tadi sudah dijelaskan ada daerah-daerah tertentu yang naik, sementara tetangganya tidak ada yang naik, seperti di Blora. Kemudian kenaikan-kenaikan IPH yang tinggi-tinggi, dari Paniai, Bolaang Mongondow Selatan," ujarnya.

Di sisi lain, Pudji mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017 dan PMK Nomor 101/PMK.010/2021, target inflasi tahun 2020-2023 sebesar 3% plus minus 1%, yaitu terendah 2% dan tertinggi 4%. Kemudian target inflasi tahun 2024 sebesar 2,5% plus minus 1%, yakni terendah 1,50% dan tertinggi 3,50%.

Pihaknya melanjutkan, tingkat inflasi tahun kalender year-to-date (y-to-d) pada Agustus 2024 sebesar 0,87%, sehingga masih berada di bawah target inflasi 2024. Tingkat inflasi tahun kalender (y-to-d) pada Agustus 2024 ini lebih rendah jika dibandingkan inflasi tahun kalender bulan Agustus pada tahun-tahun sebelumnya kecuali 2021. Berdasarkan data yang dikantonginya, tingkat inflasi tahun kalender (y-to-d) pada akhir tahun 2023 juga berhasil sesuai target.

"Sementara itu, inflasi tahun ke tahun (year-on-year) Agustus 2024 sebesar 2,12%," ujar Pudji. 

 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini