Liputan6.com, Tarakan Iraw Tengkayu, perayaan adat budaya khas Suku Tidung yang bermukim di Kota Tarakan Kalimantan Utara dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 6 Oktober 2024 mendatang. Persiapan sudah jauh hari dilakukan termasuk pembuatan replika Padaw Tujuh Dulung atau perahu tujuh haluan yang nantinya di larung ke laut.
Progres replika Padaw Tujuh Dulung sudah mencapai 60 persen. Padaw Tujuh Dulung ini dengan kelengkapannya, seperti mahligai, panji dulung, panji ulin, panji ganting, panji gapi, dan pari-pari.
Baca Juga
“Sudah 60 persen, bentuknya sudah jadi tinggal kita hias Padaw Tujuh Dulung ini dengan kelengkapannya, seperti mahligai, panji dulung, panji ulin, panji ganting, panji gapi, dan pari-pari. Kemudian dipasang sambulayak, dan dihias dengan tabur-tabur atau bentuk bintang sudut 8 bermakna keramaian, orang datang dari delapan penjuru angin,” terang Budayawan Tidung, Datuk Norbeck, Jumat (20/9/2024).
Advertisement
Padaw Tujuh Dulung yang sedang dibuat ini akan memiliki tiga warna, yaitu kuning yang dalam tradisi Tidung warna nomor satu atau yang ditinggikan, dimuliakan, dan dihormati. Kemudian ada warna hijau yang melambangkan keyakinan atau kepercayaan, dan merah adalah ketegasan.
“Proses penurunan Padaw Tujuh Dulung ini akan dilaksanakan pada 6 Oktober di Pantai Amal, dengan mempertimbangkan pasar surut air laut. Iraw Tengkayu sendiri merupakan pesta laut budaya dan tradisi Suku Tidung penduduk asli Tarakan. Iraw Tengkayu ini dilakukan dalam rangka merayakan memperingati pelantikan raja jaman dulu, kemudian bertema mengenang kejayaan kerajaan Tarakan. Dimana pada abad 17 atau 1731 masehi, sudah tidak Berjaya atau berada di bawah kerajaan lain, yaitu Kesultanan Bulungan,” beber Datuk Norbeck.
Mengenang Kejayaan Kerajaan Tarakan
Dengan adanya Iraw Tengkayu, masyarakat Tidung dapat mengenang kejayaan kerajaan Tarakan yang cukup luas, bahkan sampai ke Sabah Malaysia, dan Sulu di Filipina. Pelarungan Padaw Tujuh Dulung pada 6 Oktober nanti, melambangkan keberangkatan raja yang memiliki kekuasaan cukup luas, sehingga dibutuhkan kendaraan laut untuk menjangkau daerah-daerah kekuasaanya.
“Pada masa itu, kendaraan khas raja Tarakan adalah Padaw Tujuh Dulung. Di dalamnya itu ada sesaji, tetapi itu sebenarnya adalah simbol-simbol dimana jaman dulu saat berlayar ada bekal makanan yang dibawa, seperti ketan, nears, ayam panggang, dan hasil bumi lainnya. sedangkan untuk ayam jantan digunakan sebagai penanda waktu, misalnya saat berkokok di pagi hari menandakan subuh, serta saat di laut berkokok menandakan sedang air pasang,” bebernya.
Sebelum pelarungan, akan ada pawai budaya dimana replika Padaw Tujuh Dulung ini diarak keliling kota, dengan diikuti berbagai adat istiadat dari seluruh Indonesia.
“Pawai budaya itu mengantarkan Padaw Tujuh Dulung ke Pantai Amal, besoknya baru di larung. Rangkaian inilah dinamakan Iraw Tengkayu, karena beragam hiburan baik sifatnya tradisional maupun artis dari ibu kota,” pungkasnya.
(*)
Advertisement