Sukses

Kemendikbudristek Gelar Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024, Ini 5 Peraih Penghargaan Kategori Pelestari

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim memberikan penghargaan kepada lima orang penggerak budaya yang masuk sebagai kategori Pelestari dalam Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Tahun 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim memberikan penghargaan kepada lima orang penggerak budaya yang masuk sebagai kategori Pelestari dalam Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Tahun 2024.

Kelima nama terpilih adalah Siami, Endo Suanda, Senari, Sardjono, serta Komunitas Pelestari Sejarah Budaya Kadhiri (PASAK). Kelima peraih penghargaan tersebut dinilai berkontribusi penting mempertahankan warisan tradisi maupun sejarah kebudayaan dari masa lalu.

Kali ini, Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024 yang diselenggarakan Kemendikbudristek mengangkat tema Persembahan Istimewa Bagi Penggerak Budaya sebagai wujud apresiasi pemerintah yang dipersembahkan kepada para pelaku budaya di Indonesia.

Di mana, mereka telah berdedikasi dalam upaya pemajuan kebudayaan sekaligus mengajak masyarakat turut andil pada pelestarian kekayaan kebudaya nasional.

Salah satu penerima penghargaan, Endo Suanda, bukan hanya berprofesi sebagai seorang tenaga pendidik dan intelektual di bidang etnomusikologi. Ia juga menunjukkan bukti merawat dan melestarikan seni tradisi itu agar dikenal luas.

"Seni tradisi Indonesia yang dirawat secara baik akan menjadi fondasi kuat dalam membangun karakter dan kepribadian bangsa kita. Selain itu, seni tradisional juga bisa menghasilkan pengetahuan baru yang dapat diturunkan ke generasi selanjutnya," ujar Endo, melalui keterangan tertulis, Senin (23/9/2024).

Berbagai produksi dan pertunjukan seni tradisi telah dihasilkan Endo, bahkan mendirikan sejumlah organisasi komunitas yang bergerak di bidang seni tradisi Nusantara. Dia bahkan telah menghasilkan karya menulis puluhan publikasi maupun presentasi tentang seni tradisi.

Endo secara khusus amat gigih dan konsisten memperjuangkan pelestarian seni tradisi Topeng Cirebon dan mendokumentasikannya untuk pemajuan kebudayaan.

 

2 dari 3 halaman

Peraih Penghargaan Lainnya

Kemudian, meski telah berusia 71 tahun, semangat dan kerja keras Siami untuk selalu melestarikan kain tenun Wastra Osing dari Banyuwangi tidak pernah luntur. Bahkan, Siami merupakan satu-satunya yang hingga kini masih menenun kain khas Suku Osing itu.

Siami mewarisi keahlian menenun kain Wastra Osing dari ibunya. Kerapnya Siami melihat ibunya menenun, membuatnya tergerak untuk mempelajari dan mencobanya.

"Sehari-hari saya membuat kain tenun khas Osing produknya mulai dari memintal sampai menjadi kain tenun," kata Siami.

Siami sudah menenun tenun kain Wastra Osing selama puluhan tahun, bahkan seolah menjadi warisan dari neneknya.

"Kain Wastra Osing bermakna sakral untuk upacara adat seperti kelahiran, pernikahan, serta kematian untuk menggendong batu nisan," jelas Siami.

Lalu, kerja budaya yang dilakukan Senari memang patut diapresiasi dan menjadi contoh teladan. Selama lima dekade, Senari telah mencatatkan dan menyalin tulisan Lontar Yusuf yang merupakan seni tradisi khas Banyuwangi, Jawa Timur.

Senari adalah penulis senior dan amat dikenal dengan tulisan-tulisan lontarnya. Awalnya sebelum menjadi penulis lontar, Senari juga pelantun kitab Lontar Yusuf. Keseriusan Senari dalam melestarikan tulisan Lontar Yusuf membuat beberapa peneliti dari luar negeri mengoleksinya.

Kontribusi Senari dalam pemajuan kebudayaan Lontar Yusuf merupakan satu-satunya naskah kuno yang hingga kini masih eksis dalam masyarakat lokal Banyuwangi. Senari adalah seniman penyalin Lontar Yusuf luar biasa, bahkan masih mampu melantukan tulisan lontarnya di usianya yang sudah senja.

 

3 dari 3 halaman

Dua Peraih Penghargaan Lainnya

Selain itu ada Sardjono. Komitmen dan ketulusan Sardjono dalam melestarikan nilai budaya layak ditiru. Sejak 1982 hingga saat ini, pria kelahiran 78 tahun lalu di Salatiga ini konsisten menulis gending dan mocopatan, sebuah seni pewayangan dan pedalangan.

Sardjono tidak hanya memendam kecintaannya pada seni pewayangan dan pedalangan di dirinya sendiri. Namun ternyata ia juga aktif mengajarkan dan mengajak generasi muda menyenangi dan mengenal pewayangan sekaligus pedalangan.

"Sejumlah organisasi pewayangan dan pedalangan telah didirikan sejak tahun 1961. Sejak menekuni dunia pewayangan dan pedalangan, saya telah bertekad bahwa harus menjadi berkembang dan berkelanjutan pelestariannya oleh generasi selanjutnya," jelas dia.

Terakhir ada Komunitas Pelestari Sejarah Budaya Khadiri (Pasak). Pasak bukanlah organisasi baru yang peduli pada kebudayaan. Sejak 13 tahun lalu, Pasak telah melakukan serangkaian kegiatan guna menjaga warisan budaya dan melestarikan sejarah Kediri, Jawa Timur.

Pasak amat fokus pada pengenalan dan perlindungan situs bersejarah di Kediri. Selain itu, PASAK juga terlibat aktif dalam mengedukasi pelajar agar peduli pada masa depan budaya dan peninggalan sejarah Kediri.

Pasak juga kerap mencari keterangan sejarah dari para sesepuh dan tokoh masyarakat Kediri melalui rangkaian kegiatan diskusi rutin mingguan.

Pada 2018, Pasak diganjar penghargaan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek bekerjasama dengan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia atas komitmen, dedikasi, dan jasa dalam mendukung pelestarian kepurbakalaan di Jawa Timur.