Sukses

Bamsoet: Pelantikan Presiden dan Wapres RI Terpilih Ditetapkan dengan Ketetapan MPR

Bamsoet menjelaskan, rapat gabungan MPR juga menegaskan bahwa MPR akan membentuk Mahkamah Kehormatan MPR yang bersifat Ad Hoc, untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat MPR

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR RI ke-16, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengungkapkan bahwa pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI, serta pelantikan presiden dan wakil presiden di masa-masa mendatang, akan disempurnakan dengan Ketetapan MPR.

Menurut Bamsoet, hal ini berbeda dengan sebelumnya, di mana proses penetapan hingga pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hanya dilakukan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Berita Acara Pelantikan di MPR.

Bamsoet menjelaskan bahwa Ketetapan MPR tentang pelantikan tersebut telah diatur dalam Perubahan Tata Tertib MPR, tepatnya di Pasal 120 ayat 3, yang menyatakan bahwa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan Ketetapan MPR.

“Ketetapan MPR ini bersifat penetapan atau beschikking, serta bersifat administratif semata guna menindaklanjuti Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilihan Umum. Hal ini sesuai dengan wewenang MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat (2) UUD NRI 1945," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (24/9/24).

Politikus Golkar ini menjelaskan, rapat gabungan MPR  juga menegaskan bahwa MPR akan membentuk Mahkamah Kehormatan MPR yang bersifat Ad Hoc, untuk menjaga dan menegakkan kehormatan serta keluhuran martabat MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat. 

“Tugas Mahkamah Kehormatan MPR antara lain, melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan perundang-undangan, dan kode etik MPR; serta melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran kode etik MPR,” kata dia.

2 dari 3 halaman

Tugas Lainnya

Tugas lainnya, lanjut Bamsoet, yakni melakukan pengawasan terhadap perilaku dan tindakan pimpinan dan/atau anggota MPR, melakukan penyelidikan perkara pelanggaran kode etik MPR; memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik MPR; menyelenggarakan administrasi pelanggaran kode etik MPR; melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran kode etik MPR; serta mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik MPR.

"MPR perlu memiliki Mahkamah Kehormatan tersendiri. Karena sekalipun anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, namun MPR memiliki kewenangan, fungsi dan tugas yang berbeda dengan DPR dan DPD. Saat ini DPR telah memiliki Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan DPD memiliki Badan Kehormatan. Sehingga, apabila ada pengaduan terkait dengan kewenangan, fungsi dan tugas sebagai anggota MPR, harus diselesaikan oleh Mahkamah Kehormatan MPR. Bukan oleh lembaga lain, baik MKD DPR atau Badan Kehormatan DPR," jelas Bamsoet.

 

3 dari 3 halaman

Rekomendasi MPR

Bamsoet menerangkan, rapat gabungan juga mempersiapkan beberapa Rekomendasi MPR periode 2019-2024 yang akan diberikan kepada MPR periode 2024-2029. Beberapa poinnya antara lain terkait penuntasan pembahasan substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) agar bisa diselesaikan oleh MPR 2024-2029 sebelum Agustus 2025.

"Rekomendasi lainnya yakni untuk mengevaluasi keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4," pungkas Bamsoet.