Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP PDIP Puan Maharani menegaskan, perihal pemecatan Tia Rahmania bukan karena mengkritik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron. Sebab, surat keputusan pemecatan Tia dikeluarkan sebelum kritik tersebut dilayangkan kepada Nurul Ghufron.
Baca Juga
"Enggak ada hubungannya, karena memang acara yang di Lemhannas (saat kritik Ghufron), itu kan dilaksanakan sesudah surat itu, kemudian dilayangkan kepada KPU. Jadi enggak ada hubungannya," kata Puan Maharani saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Advertisement
Puan menilai, dalam polemik pemecatan Tia terjadi kesalahpahaman. Dia mengatakan tudingan itu seolah mengarah pada ketidaksukaan partai politik dengan KPK.
"Ini jangan kemudian ada salah pengertian.Sepertinya ada perbedaan atau ada ketidaksukaan antara partai politik dengan KPK. Tidak ada hubungannya," ujar Puan.
Dia enggan lebih lanjut menanggapi terkait pemecatan Tia. Puan mendorong untuk bertanya ke DPP PDIP yang menangani hal itu, khususnya ke mahkamah partai.
"Ya memang di internal partai kita mempunyai mahkamah partai yang bisa memutuskan secara internal berkait apakah salah satu caleg dari internal bisa kemudian dilantik atau tidak dilantik. Tapi bagaimana detailnya silakan tanyakan kepada DPP partai," ucap Puan.
Sebelumnya, Tia Rahmania dan Rahmad batal dilantik sebagai calon legislatif (caleg) DPR terpilih periode 2024-2029. Hal itu diketahui dari Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Nomor 1368 Tahun 2024. Surat itu ditandatangani Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochamad Afifudin per 23 September 2024.
"Menetapkan perubahan penetapan calon terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan Umum tahun 2024, terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Daerah Pemilihan Jawa Tengah V dan Banten I, sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini,” tulis surat tersebut dikutip Kamis, 26 September 2024.
Sementara, Tia mengkritik Nurul Ghufron saat sesi pembekalan sebelum dilantik sebagai anggota DPR di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Senin, 23 September 2024. Sesi pembekalan itu bertema 'Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Calon Anggota DPR Periode 2024-2029'.
Dia mengungkit kasus pelanggaran etik Ghufron yang sudah diputus Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
“Mending Bapak bicara kasus Bapak, gimana Bapak bisa lolos dewas, dewan etik kemudian di PTUN sukses. Bagaimana kasus Bapak memberikan rekomendasi kepada ASN, bagaimmana kasus-kasus Bapak yang lain bisa lolos. Mohon maaf Bapak bukan produk dari kami. Korupsi itu intinya etika dan moral Pak," ujar dia
Sengketa Internal
Ketua DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun buka suara prihal pemberhentian Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo sebagai Anggota DPR terpilih periode 2024-2029. Komarudin menjelaskan, pemberhentian dua kader PDIP itu karena adanya sengketa di internal partai terkait perolehan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
"Jadi, kasus itu bukan mereka dua saja. Itu ada juga di di DPR RI, kemudian (DPRD) Kabupaten Kota, itu namanya sengketa internal partai. Jadi kan itu sengketa pileg kemarin, pemilihan legislatif 2024 itu," kata Komarudin, saat dikonfirmasi, Kamis (26/9/2024).
PDIP, kata Komarudin, memiliki Mahkamah Partai untuk menyelesaikan sengketa internal. Adapun Tia digugat oleh rekan satu daerah pemilihan (dapil) yaitu Bonnie Triyana.
Dari hasil pemeriksaan Mahkamah Partai, terbukti bahwa Tia melakukan pergeseran suara supaya memperoleh suara tertinggi di dapilnya Banten I.
"Dalam pemeriksaan di mahkamah, terbukti bahwa terjadinya pergeseran suara," ujar Komarudin.
"Intinya, karena ini suara terbanyak yang masuk, mereka menggeser-geser suara untuk memenuhi syarat supaya mereka yang jadi terbanyak," sambungnya.
Setelah itu, Mahkamah Partai memanggil Tia untuk dimintai klarifikasi. Apabila terbukti ada pergeseran suara yang merugikan orang lain, maka harus dikembalikan.
Dalam pemeriksaan itu, Tia maupun Rahmad tidak bisa membuktikan dan mempertahankan nilai suara mereka. Sedangkan penggugat bisa membuktikan dengan C1-nya bahwa ada pergeseran suara di situ.
"Atas dasar itu, maka mahkamah memutuskan untuk merekomendasikan kepada DPP untuk DPP menyampaikan keputusan kepada yang kedua yang bersangkutan itu," kata Komarudin.
Karena terbukti bersalah dan melakukan pergeseran suara, maka Mahkamah Partai merekomendasikan mereka untuk mengundurkan diri atau diberhentikan.
Namun Tia maupun Rahmad tak mau mengundurkan diri. Oleh karena itu PDIP akhirnya memberikan sanksi pemecatan.
"Jadi semua mekanisme organisasi kita terapkan, dan terakhir mereka dua tidak mau mengundurkan diri, maka itu bagian dari pembangkang terhadap keputusan mahkamah partai. Sanksi pemecatan," imbuh Komarudin.
Reporter: Alma Fikhasari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement