Liputan6.com, Jakarta - Langit pagi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hari ini, Selasa (1/10/2024) keseluruhannya diprakirakan berawan dan berawan tebal. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta siang nanti hampir seluruhanya diprakirakan berawan, kecuali Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu cerah berawan.
Baca Juga
Untuk malam hari nanti, cuaca Jakarta diprediksi BMKG akan berawan tebal, kecuali Jakarta Barat bakal berawan.
Advertisement
Wilayah penyangganya yaitu Bekasi, Depok, dan Kota Bogor, Jawa Barat di siang hari diprakirakan berawan dan berawan tebal. Begitupun di malam hari nanti seluruhnya akan berawan tebal.
Tak jauh berbeda di Kota Tangerang, Banten juga diprakirakan BMKG siang hari bakal kabut dan malam nanti berawan tebal.
Berikut informasi prakiraan cuaca Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Jakarta Barat |  Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Jakarta Pusat |  Berawan Tebal |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Jakarta Selatan |  Berawan |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Jakarta Timur |  Berawan Tebal |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Jakarta Utara |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |  Berawan Tebal |
 Kepulauan Seribu |  Berawan Tebal |  Cerah Berawan |  Berawan Tebal |
 Bekasi |  Berawan Tebal |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Depok |  Berawan |  Berawan |  Berawan Tebal |
 Kota Bogor |  Berawan |  Berawan Tebal |  Berawan Tebal |
 Tangerang |  Berawan |  Kabut |  Berawan Tebal |
Perubahan Iklim Mengancam Kehidupan Global
Sebelumnya, perubahan iklim menjadi tantangan global terpenting bagi umat manusia saat ini. Laporan dari berbagai lembaga dunia di antaranya World Meteorological Organization (WMO), Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyatakan bahwa perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang apabila tidak dilakukan aksi mitigasi.
Dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh perubahan iklim menuntut perlunya respons global untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi.
Menurut laporan World Meteorological Organization (State of the Global Climate 2023) menyatakan bahwa tahun 2023 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah, dengan anomali temperatur global 1,45 derajat celcius di atas periode praindustri dan selama sembilan tahun terakhir periode 2015-2023 adalah sembilan tahun terpanas sepanjang sejarah.
Seiring dengan kegiatan peringatan Hari Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Nasional Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ke-77 tahun pada 21 Juli 2024, diadakan kegiatan 'Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan: Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia' di Auditorium BMKG.
"Perubahan iklim ini adalah isu yang tidak bisa diabaikan. Jika tidak ada upaya mitigasi yang serius, dampaknya akan semakin parah dan merugikan masyarakat luas," ujar Plt Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dikutip dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id.
Advertisement
Adaptasi yang Efektif
Lebih lanjut Dwikorita menjelaskan, adaptasi efektif adalah bersifat sangat lokal, yang membutuhkan informasi cuaca, iklim dan air yang dapat diandalkan untuk mendukung pembuatan kebijakan adaptasi.
"Teruntuk para generasi muda alpha yang saat ini memiliki peran besar untuk menjaga kestabilan pemanasan global agar tidak meningkat diharapkan agar mereka dapat menjadi aktor utama upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, termasuk melalui sektor energi terbarukan," papar dia.
Adapun beberapa solusi yang bisa mereka lakukan saat ini bagi generasi muda (alpha) dalam menciptakan solusi inovatif untuk mengatasi perubahan iklim.
Termasuk, kata Dwikorita, penggunaan teknologi ramah lingkungan dan praktik berkelanjutan, generasi muda diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam pengambilan keputusan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
"Serta membangun jaringan dan kolaborasi dengan berbagai organisasi dan komunitas untuk memperkuat upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim," pungkas Dwikorita.