Liputan6.com, Jakarta - Sekolah Bisnis IPB menjadi tuan rumah seminar bertajuk Disruptive Financial yang diselenggarakan oleh Salira Club bekerjasama dengan BEM Sekolah Bisnis IPB pada Minggu 6 Oktober 2024.
Seminar ini dihadiri oleh sekitar 70 peserta, yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum dengan tujuan untuk membuka wawasan tentang tren bisnis terbaru dan peluang di dunia keuangan.
Baca Juga
Dalam kesempatan itu, lulusan IPB angkatan 49 (2012) Ahong berbagi pengalamannya sebagai musisi dan pebisnis kreatif, di mana, ia pernah menjabat sebagai Ketua Ekonomi Kreatif Bogor. Ia juga telah membantu ratusan UMKM di Indonesia.
Advertisement
Ralita, yang merupakan Sekretaris Corporate Perhotelan di Indonesia dan suami aktuaria menjelaskan bahwa mereka berdua memilih bergabung dengan Salira karena ingin mencapai financial independence dan time freedom.
Mereka kemudian memperkenalkan Salira sebagai bagian dari Vision Agency, kantor pemasaran asuransi terbesar di Asia Pasifik dengan 25.000 mitra dan lebih dari 500 orang yang telah mencapai million dollar income. Keduanya menyampaikan bahwa Salira tidak hanya menawarkan peluang finansial, tetapi juga membangun komunitas yang saling mendukung.
"Saya berharap agar seminar ini dapat memberikan informasi tentang tren bisnis terbaru di luar sana dan membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai sistem bisnis," ujar perwakilan dekanat Sekolah Bisnis IPB sekaligus sebagai komisi kemahasiswaan Alfa Chasanah saat pembukaan acara, melalui keterangan tertulis, Senin (7/10/2024).
"Kami sangat terbuka untuk forum seperti ini dan ingin membantu mahasiswa melihat apa yang terbaru dan harus selalu kita pelajari," sambung dia.
Â
Bisnis Tak Hanya Sekedar Materi
Kemudian, perwakilan BEM Sekolah Bisnis IPB Muhammad Rafid Ibnu Riandi menyatakan, pihaknya sangat senang bekerjasama dengan Salira.
"Harapannya, kita bisa melihat sebuah bisnis tidak hanya dari segi materi dan fisik, tetapi juga dari visi dan peluang yang ditawarkan," terang dia.
Selanjutnya, sepasang suami istri yang menjadi mentor di Salira, Harris dan Intan Hadiyanti. Sebelum bergabung dengan di Vision Agency, Harris dan Intan telah menjalankan berbagai bisnis, termasuk fashion, jual beli mobil, dan perdagangan batubara. Namun, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan semua usaha tersebut dan fokus pada Bisnis Asuransi bersama Vision Agency.
"Apa itu peluang? Peluang adalah informasi yang diproses. Dulu, flashdisk menjadi salah satu alat penyimpanan paling populer. Banyak orang menggunakannya untuk menyimpan data penting," kata Harris.
"Namun, seiring berjalannya waktu, banyak masalah muncul. Kita sering mengalami kehilangan flashdisk, terkena virus, atau file yang terhapus tanpa sengaja. Ketika itu terjadi, kita jarang melihatnya sebagai peluang," sambung dia.
Rupanya, lanjut Harris, ada yang melihat masalah ini sebagai peluang. Dropbox dan Google Drive muncul untuk menawarkan solusi yang lebih aman dan praktis.
"Mereka menggantikan fungsi flashdisk dengan penyimpanan cloud yang mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi pengguna. Jadi, pertanyaannya adalah, jika kita mengikuti tren saat ini, apakah flashdisk masih relevan? Apakah masih ada peluang di dalamnya?," terang Harris.
Â
Advertisement
Bisa Kenali Perubahan
Harris menegaskan bahwa dalam dunia bisnis, kunci keberhasilan adalah kemampuan untuk mengenali dan merespons perubahan.
"Jadi, alih-alih terjebak dalam cara lama, kita perlu belajar untuk melihat masalah sebagai peluang baru. Di dunia yang terus berubah ini, kita harus berpikir kreatif dan berani mengambil risiko," ucap dia.
Selanjutnya, Harris dan Intan menekankan pentingnya memiliki goals atau tujuan dalam bisnis. Sebab menurut mereka, banyak bisnis di luar sana tidak memiliki tujuan, bahkan orang-orangnya pun sering tidak memiliki goals. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak UMKM tidak berkembang.
"Namun, ini adalah hal yang wajar, karena masyarakat kita cenderung menjadi 'money hater'. Ketika melihat mobil mewah melintas, mereka seringkali berkomentar negatif, seperti 'sombong amat'. Kita tidak akan bisa bermimpi untuk menjadi kaya jika kita membenci kekayaan," kata Intan.
"Mimpi harus measurable dan memiliki time frame. Misalkan kita analogikan untuk mencapai sebuah goals, kita harus memiliki kendaraan, baik itu kerja maupun bisnis. Ketika kita ingin pergi ke Bandung, kita memiliki banyak pilihan, yaitu naik mobil, motor, sepeda, atau bahkan jalan kaki," sambung Harris.
Namun, lanjut dia, jika ada situasi mendesak di Bandung, seperti perlu mendonorkan darah ke orang tersayang yang perlu dilakukan dalam waktu maksimal dua jam, apakah kita akan memilih naik sepeda, jawabannya tentu tidak, karena itu tidak logis.
"Kita pasti akan memilih mobil, bahkan dengan kecepatan tertinggi, meskipun kita tidak suka balapan. Mengapa? Karena kita sedang mengejar waktu. Ini menunjukkan betapa pentingnya time frame dalam sebuah goals," terang Harris.
"Tujuan kita di sini adalah mencapai financial freedom. Saya teringat satu podcast yang melakukan wawancara dengan Raditya Dika yang menyebutkan bahwa dia mencapai financial freedom sejak 2019," sambung dia.
Dia menjelaskan bahwa jika kita mampu menghasilkan 4% dari kapital kita, maka kita bisa membayar kualitas hidup yang kita inginkan. Ini adalah esensi dari financial independence.
Â
Bangkrut atau Financial Failure
Harris juga menekankan bahwa seorang pebisnis harus fokus pada satu bidang terlebih dahulu sebelum melebarkan sayap.
"Lihatlah Elon Musk, yang memulai dari PayPal, atau Raffi Ahmad, yang fokus pada acara musik Dahsyat di RCTI sebelum memperluas bisnisnya ke berbagai bidang. Mereka mengumpulkan modal dan kemudian berinvestasi serta memperluas ke bisnis yang mereka sukai," terang dia.
"Namun, untuk memilih sebuah bisnis, harus ada tolak ukur. Seperti yang diajarkan oleh dosen saya di SBM ITB, tolak ukur bisnis harus mencakup beberapa hal: produk dan pasar yang masih ada serta bahkan menciptakan peluang baru, modal yang terukur, dan risiko kehilangan modal yang terukur. Selain itu, kita juga harus memiliki time frame yang jelas kapan kita akan keluar dari bisnis tersebut," sambung dia.
Harris kemudian bertanya apakah asuransi sama seperti iPhone 15 dan berapa orang yang punya?
"Berarti banyak suka, tapi tidak punya karena bukan kebutuhan. Pertanyaan selanjutnya, dari produk asuransi, permasalahan apa yang diselesaikan?," kata dia.
Harris menjelaskan bahwa kondisi darurat seperti genteng bocor, ban mobil bocor, atau tembok rembes mungkin tidak menyebabkan kebangkrutan, karena bisa dibayar oleh income bulan depan. Begitu juga, ketika berbicara tentang bencana, sakit, bisnis tutup, atau pemutusan hubungan kerja (PHK), itu masih bersifat sementara dan bisa diatasi.
"Di sini, kita berbicara bukan hanya tentang bangkrut, tetapi juga tidak bisa bangkit lagi akibat sakit kritis. Penyakit kritis seperti kanker, serangan jantung, atau stroke dapat membuat kita kehilangan produktivitas," terang Harris.
Â
Advertisement
Kadang Tak Jadi Solusi
Harris menjelaskan, platform keuangan seperti BPJS dan asuransi konvensional sering kali tidak dapat menjadi solusi karena terfokus pada tagihan medis saja, sementara kehilangan produktivitas dan income yang hilang tidak ditangani.
Harris kemudian menjelaskan program asuransi yang inovatif, yaitu Rekening Proteksi Allianz Syariah (Allisya), yang bukan hanya membayar tagihan medis sesuai yang ditagihkan, tetapi juga menyediakan santunan sakit kritis sebagai pengganti income yang hilang akibat kehilangan produktivitas.
"Program ini juga menawarkan pembebasan premi hingga usia 65 tahun bagi mereka yang sudah terkena sakit kritis, sehingga tidak perlu khawatir tentang tagihan medis yang tidak terbayar karena sudah tidak mampu membayar premi," kata dia.
"Bagaimana jika kita sehat-sehat saja? Kami menawarkan pahala jariyah yang insya Allah akan terus mengalir. Rasanya sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak memiliki asuransi," sambung dia.
Setelah itu, Harris membahas tentang kekuatan perusahaan yang menjalin kemitraan dengan Allianz Syariah.
"Kenapa Allianz? Allianz berdiri sejak 1890, telah berusia 134 tahun, dan mampu melewati dua perang dunia. Keuangan Allianz sangat stabil dan kuat, dengan 40,5 kuadriliun dana kelola, termasuk dari pengelolaan investasi keuangan perusahaan global seperti Mercy, BMW, Mastercard, dan HSBC," papar Harris.
Menurut dia, Allianz dipercaya oleh 80 juta nasabah di 70 negara dan diakui sebagai perusahaan keuangan terbaik di Indonesia.
"Pertanyaannya, kenapa harus memilih asuransi syariah? Mari kita lihat penetrasi asuransi di negara maju seperti Jepang yang mencapai 600%, Singapura 250%, Malaysia 48%, dan Thailand 30%. Sementara itu, di Indonesia, penetrasi asuransi hanya 7%," kata Harris.
"Artinya, 93 dari 100 orang di Indonesia belum memiliki asuransi, salah satunya karena mayoritas penduduk kita adalah Muslim, di mana 87% adalah Muslim. Dengan potensi pasar yang besar ini, peluang di industri asuransi syariah sangatlah besar," tambahnya.