Sukses

Sidang Kasus Korupsi, Bos Smelter Ungkap Kerja Sama dengan PT Timah hingga Setoran CSR

Tamron menjelaskan bagaimana dua CV yang terafiliasi dengannya bisa menjalin kerja sama sebagai mitra PT Timah, dalam melakukan aktivitas peleburan timah dari pertambangan rakyat.

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Tamron alias Aon selaku Beneficial Owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, hadir sebagai saksi persidangan Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017, terkait kasus korupsi komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024.

Dalam kesempatan itu, Tamron menjelaskan bagaimana dua CV yang terafiliasi dengannya bisa menjalin kerja sama sebagai mitra PT Timah, dalam melakukan aktivitas peleburan timah dari pertambangan rakyat. Dia membantah hal itu disebabkan faktor kedekatan.

"Bahwa pada 2018-2022 CV VIP ada kontrak kerja sama dengan PT Timah. Selama masa itu CV VIP melakukan pembelian pasir timah dari WIUP PT Timah," tutur Tamron kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Menurut Tamron, menjalin kerja sama dengan PT Timah Tbk merupakan upaya membantu pemerintah yang saat itu berupaya mendorong produktivitas timah nasional. Selain itu, pihaknya juga bersedia membeli pasir timah dari tambang rakyat karena ingin turut serta membantu para penambang rakyat, yang menjadikan pertambangan timah sebagai mata pencahariannya.

"Bahwa Saksi menjelaskan tambang rakyat tersebut menjadi mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung, dengan demikian dengan adanya pengungkapan kasus ini, perekonomian Bangka Belitung sangat terpuruk sehingga membuat angka perekonomiannya rendah dari semua provinsi di Indonesia," jelas dia.

Tamron juga mengulas terkait penyerahan dana CSR kepada Harvey Moeis melalui perusahaan jasa penukaran uang atau money changer milik Helena Lim. Menurutnya, dana CSR itu diserahkannya atas dasar sukarela untuk membantu masyarakat.

"Kami diminta HM untuk membantu menyumbang biaya CSR dan secara sukarela angkanya USD 500 per ton. Pembayaran dilakukan setelah pengiriman balok (setelah penglogaman), setelah itu berat tonase dikali biaya CSR, lalu hasilnya diberikan kepada Harvey Moeis untuk membantu masyarakat," ujar Tamron.

Lebih lanjut, Tamron menyatakan tidak pernah menyebut adanya setoran senilai USD 8.718.500 atau sekitar Rp122.059.000.000. Dia hanya mengatakan kepada penyidik, bahwa dana CSR yang ia serahkan ke Harvey Moeis sebesar USD 500 per ton.

"Penyidik menyimpulkan secara sepihak nilai dana CSR yang dikirim oleh PT VIP yaitu dengan mengkalikan nilai tonase dari PT VIP dengan USD 500/ton sehingga muncullah nominal dana CSR dari PT VIP adalah sebesar USD 8 juta yang dituangkan di dalam BAP," ungkapnya.

Sementara itu, soal perkenalannya dengan Helena Lim, bahwa keduanya sudah lama mengenal dan kerap menggunakan jasa tukar uang milik Helena Lim. Dia pun membantah baru mengenal Helena saat kerja sama pertambangan timah, yang kini kasusnya menjerat Harvey Moeis.

"Saya mengenal Helena dan usaha money changer-nya yakni QSE sejak lama sebelum adanya perjanjian sewa menyewa smelter, dan penggunaan jasa penukaran melalui QSE untuk pengumpulan dana CSR dilakukan bukan atas dasar dikenalkan oleh Harvey dan disarankan untuk menggunakan money changer-nya karena saksi sudah menggunakan QSE sebelum adanya perjanjian kerja sama," Tamron menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harvey Moeis Didakwa Rugikan Negara Rp300 Triliun

Sebelumnya, Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus korupsi komoditas timah. Dia juga memperkaya diri sebagai sebesar Rp420 miliar dan disangkakan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya, Harvey memilih untuk tidak menyampaikan keberatan.

Hal ini bermula saat majelis hakim mempersilakan Harvey Moeis untuk berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya menanggapi dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU. Setelah diskusi singkat kepada majelis hakim dia mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

"Saya mengerti dakwaannya, dan saya mohon izin untuk lanjutkan ke hal selanjutnya dengan tidak mengajukan eksepsi," ujar Harvey Moeis saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).

Dengan demikian, maka hakim melanjutkan sidang pada Kamis 22 Agustus 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.

"Sidang ditunda sampai 22 Agustus 2024, dengan agenda saksi dari penuntut umum," kata Hakim Ketua.

Jaksa mendakwa Harvey Moeis yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, merugikan negara sebesar Rp300 triliun atas kasus korupsi timah.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," kata jaksa membacakan surat dakwaannya.

 

3 dari 4 halaman

Peran Harvey Moeis dalam Korupsi Timah

Dalam dakwaan, Harvey bersama-sama dengan Direktur Utama Refined Bangka Tin, Suparta meminta pembayaran kepada tiga perusahaan sebagai biaya pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton.

"Yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin," ucap Jaksa.

Harvey sendiri yang menginisiasi untuk mengadakan kerja sama sewa alat procesing untuk pengelolaan timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah Tbk. Bahkan dia berperan melakukan kepanjangan lima perusahaan tersebut kepada PT Timah Tbk.

"Melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam," jelas Jaksa.

Setelah kesepakatan dengan PT Timah Tbk, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Dengan diterbitkannya surat tersebut, kelima perusahaan tersebut bisa melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk.

 

4 dari 4 halaman

Uang Panas Mengalir untuk Sandra Dewi

Selain itu, dia juga memperkaya dirinya dari uang panas tersebut sebesar Rp420 miliar. Beberapa uang mengalir ke istrinya, Sandra Dewi yang dibelikan berupa barang mewah.

Di antaranya 88 tas mewah merek Hermes, Channel, Dior, Gucci, Celline, Balenciaga, Louis Vuitton. Lalu ada juga perhiasan yang pernah dibeli sebanyak 141.

Atas dasar itu, dia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.