Sukses

Sidang Kasus Korupsi, Petinggi Smelter Jelaskan Proses Bisnis PT Timah dengan Swasta

Menurut Tamron, perekonomian warga sekitar menjadi terganggu tanpa adanya solusi atas kelanjutan hidup mereka selama pengusutan kasus korupsi timah ini. Sebab, kerja sama yang dilakukan PT Timah dimaksudkan untuk mendorong produktivitas timah dan perekonomian warga Bangka Belitung.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menggelar sidang kasus korupsi komoditas timah atau korupsi timah dan menghadirkan sejumlah saksi pada Senin, 30 September 2024. Salah satunya Beneficial owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia, Tamron alias Aon yang juga terdakwa dalam perkara tersebut.

Di hadapan majelis hakim, para saksi mengulas proses bisnis dalam kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah smelter swasta, terkait peleburan pasir timah yang dibeli atau diperoleh dari hasil penambangan rakyat di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Menurut Tamron, perekonomian warga sekitar menjadi terganggu tanpa adanya solusi atas kelanjutan hidup mereka selama pengusutan kasus ini. Sebab, kerja sama yang dilakukan PT Timah dimaksudkan untuk mendorong produktivitas timah dan perekonomian warga Bangka Belitung.

"Tambang rakyat tersebut menjadi mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung, dengan demikian dengan adanya pengungkapan kasus ini, perekonomian Bangka Belitung sangat terpuruk sehingga membuat angka perekonomiannya rendah dari semua provinsi di Indonesia," tutur Tamron kepada majelis hakim.

Dia juga membantah adanya permainan di balik kesepakatan kerja sama PT Timah dengan swasta. Untuk 5 smelter yang terpilih, disebutnya lantaran paling siap di antara lainnya.

"Lima smelter yang terpilih dari adanya 30 smelter lainnya karena pertimbangan PT Timah yang melihat kesiapan smelter yang memasuki kategori PT Timah, bukan karena kedekatan," jelas dia.

 

2 dari 3 halaman

Terdakwa Lain yang Hadir di Persidangan

Terdakwa lainnya yang hadir menjadi saksi dalam persidangan adalah Suwito Gunawan selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang Bangka Belitung, Robert Indarto selaku Direktur Utama PT SBS, Rosalina selaku General Manager PT TIN, Achmad Albani selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP, Hassan Tjie selaku Direktur Utama CV VIP, dan Kwang Yung alias Buyung selaku Komisaris CV VIP.

Rosalina sempat mengakui, bahwa memang ada pertemuan antara terdakwa Harvey Moeis dengan sejumlah pihak. Namun, dalam momen tersebut hanya membahas penyesuaian harga beli timah oleh PT Timah Tbk. 

"Pertemuan yang dihadiri oleh Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin) dan Harvey terjadi di pertengahan 2019 dengan topik bahasan penyesuaian harga," ujarnya.

Dia juga menjelaskan keterlibatan smelter swasta dalam proses peleburan timah, yang kini terjerat di kasus korupsi tersebut. Menurutnya, smelter swasta dilibatkan karena proses peleburan akan lebih murah ketimbang dilakukan sendiri oleh PT Timah.

Pasalnya, PT Timah menggunakan tanur listrik untuk meleburkan timah, sementara smelter swasta ada yang menggunakan tanur batu bara untuk proses peleburan.

Rosalina pun mengkalkulasi, proses peleburan yang dilakukan PT Timah mungkin hanya USD 1.000 per ton dan smelter swasta membutuhkan biaya USD 2.000-2.500 per ton. Namun begitu, peleburan yang dilakukan PT Timah tidak bisa dilakukan sekali lantaran masih terdapat terak pada peleburan pertama, sehingga peleburan harus diulang sampai tiga kali. 

"Karena tanur batu bara pernah diganti menjadi tanur listrik, jadi biayanya membengkak," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Dakwaan Harvey Moeis

Sebelumnya, Harvey Moeis didakwa merugikan negara Rp300 triliun atas kasus korupsi komoditas timah. Dia juga memperkaya diri sebagai sebesar Rp420 miliar dan disangkakan dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya, Harvey memilih untuk tidak menyampaikan keberatan. 

Hal ini bermula saat majelis hakim mempersilakan Harvey untuk berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya menanggapi dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU. Setelah diskusi singkat kepada majelis hakim dia mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

"Saya mengerti dakwaannya, dan saya mohon izin untuk lanjutkan ke hal selanjutnya dengan tidak mengajukan eksepsi," ujar Harvey Moeis saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).

Dengan demikian, maka hakim melanjutkan sidang pada Kamis 22 Agustus 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi.

"Sidang ditunda sampai 22 Agustus 2024, dengan agenda saksi dari penuntut umum," kata Hakim Ketua.

Jaksa mendakwa Harvey Moeis yang merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin, merugikan negara sebesar Rp300 triliun atas kasus korupsi timah.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," kata jaksa membacakan surat dakwaannya.

Dalam dakwaan, Harvey bersama-sama dengan Direktur Utama Refined Bangka Tin, Suparta meminta pembayaran kepada tiga perusahaan sebagai biaya pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton.

"Yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Terdakwa Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin," ucap Jaksa.

Harvey sendiri yang menginisiasi untuk mengadakan kerja sama sewa alat procesing untuk pengelolaan timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah, Tbk. Bahkan dia berperan melakukan kepanjangan lima perusahaan tersebut kepada PT Timah Tbk.

"Melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam," jelas Jaksa.

Setelah kesepakatan dengan PT Timah Tbk, kelima perusahaan itu bisa menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Dengan diterbitkannya surat tersebut, kelima perusahaan tersebut bisa melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah, Tbk.

Selain itu, dia juga memperkaya dirinya dari uang panas tersebut sebesar Rp420 miliar. Beberapa uang mengalir ke istrinya, Sandra Dewi yang dibelikan berupa barang mewah.

Diantaranya 88 tas mewah merk Hermes, Channel, Dior, Gucci, Celline, Balenciaga, Louis Vuitton. Lalu ada juga perhiasan yang pernah dibeli sebanyak 141.

Atas dasar itu, dia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini