Sukses

Bendungan Era Jokowi jadi Harapan Baru Petani NTB dan NTT Tingkatkan Kemakmuran

Selama sepuluh tahun memerintah, Presiden Jokowi telah membangun beberapa bendungan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan air dan pangan nasional.

Liputan6.com, Jakarta Hamparan sawah yang luas membentang sejauh mata memandang, menciptakan panorama hijau yang menenangkan. Bukan hanya menyuguhkan pemandangan indah, tetapi juga menjadi sumber utama mata pencaharian bagi para petani.

Pada awal Juli lalu itu, para petani di Kecamatan Brang Ene, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai panen. Di tengah sawah yang membentang itulah Mustamirin mengucap syukur. Bukan hanya karena panen yang berarti mendapat cuan, petani Brang Ene ini semringah karena optimis tahun-tahun ke depan hasil sawahnya bakal melimpah. Harapan Mustamirin membuncah karena Bendungan Tiu Suntuk di daerahnya sudah selesai dibangun dan diresmikan Presiden Joko Widodo.

“Bendungan Tiu Suntuk memang sangat dinantikan oleh warga dan petani yang ada di Kecamatan Brang Ene ini,” kata Mustamirin.

Selama ini, Mustamirin dan para petani di Brang Ene hanya bisa melakukan dua kali tanam dalam setahun. Mereka tak punya cukup air untuk tiga kali tanam. Saat kemarau datang, sawah kerontang. Bendungan itulah yang menjadi harapan baru bagi mereka untuk meningkatkan kemakmuran.

“Dengan adanya Bendungan Tiu Suntuk ini, yang sebelumnya dua kali panen dalam setahun mungkin bisa jadi tiga kali,” harap Mustamirin.

Dia berterima kasih karena pemerintah telah membangun bendungan yang bisa jadi cadangan air bagi masyarakat NTB, termasuk untuk irigasi ribuan hektare sawah.

“Dan semoga dengan adanya Tiu Suntuk juga dapat meningkatkan hasil panen petani menjadi lebih baik dari sebelumnya,” imbuh Mustamirin.

Dibangun mulai 2020, Bendungan Tiu Suntuk kelar pada 2023. Bendungan ini baru diresmikan Jokowi pada Kamis 2 Mei 2024. Saat peresmian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut bendungan yang dibangun dengan anggaran Rp1,4 triliun ini sangat penting untuk persediaan air warga.

“Sekali lagi air menjadi sangat penting bagi kehidupan kita utamanya di NTB, baik itu untuk pertanian, baik itu juga untuk air baku, air minum kita,” ujar Jokowi.

Bendungan berkapasitas 60,8 juta m3 ini mampu menjadi nadi baru irigasi di dua kecamatan: Brang Ene dan Jereweh. Jaringan irigasi yang siap dibangun dari bendungan ini sekitar 50 kilometer. Total potensi suplai air irigasi dari bendungan Tiu Suntuk mencapai 4.000 hektare.

“Suplai air irigasi ini akan meningkatkan indeks pertanaman menjadi 300 persen sehingga para petani bisa panen tiga kali dalam setahun,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Bob Arthur Lombogia.

Selain irigasi, Bendungan Tiu Suntuk menjadi penyedia air baku 68 liter/detik. Bendungan Tiu Suntuk juga punya potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) sebesar 0,8 MW. Bendungan dengan luas genangan 321,5 hektare ini juga bisa mengurangi banjir sebesar 439 m3/detik atau seluas 489 hektare, khususnya di Kecamatan Taliwang yang merupakan daerah rawan banjir.

2 dari 2 halaman

Pembangunan Bendungan Jadi Target Pemerintahan Jokowi

Tiu Suntuk bukan satu-satunya bendungan yang dibangun Jokowi di NTB. Selama sepuluh tahun memerintah, Jokowi telah membangun beberapa bendungan di NTB, antara lain Bendungan Bintang Bano dan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Bendungan Mila dan Bendungan Tanju di Dompu, Bendungan Beringin Sila di Kabupaten Bima, dan Bendungan Meninting di Lombok Barat.

Dan, NTB bukan satu-satunya wilayah tempat pembangunan bendungan. Jokowi menyebar proyek pembangunan bendungan ke berbagai wilayah. Presiden yang memerintah selama dua periode itu menargetkan membangun 61 bendungan selama sepuluh tahun memimpin negeri ini. Hingga Agustus lalu, sudah ada 43 bendungan yang diresmikan mantan Walikota Solo tersebut.

“Tahun ini ada 13 bendungan lagi selesai, sisa 5 bendungan selesai awal 2025,” kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Abdul Muis.

Sejak dilantik pada 2014, Jokowi memang menetapkan pembangunan bendungan sebagai salah satu prioritas untuk meningkatkan ketahanan air dan pangan nasional. Dia juga ingin menjadikan bendungan untuk mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan, mengurangi risiko bencana, dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertanian dan energi terbarukan.

Investasinya memang tidak kecil. Bendungan-bendungan itu telah menelan puluhan triliun. Selain untuk renovasi bendungan lama, anggaran yang sudah digelontorkan juga dipakai untuk membangun bendungan-bendungan baru dan memperbaiki infrastruktur yang sudah ada agar kapasitas penyimpanan airnya meningkat dan pengelolaannya lebih efisien.

Menurut Abdul Muis, bendungan-bendungan yang sudah selesai dibangun itu telah menambah daerah irigasi premium sebesar 396 ribu hektare, tambahan air baku 52.000 liter/detik, dan potensi PLTA sebesar 255 MW.

Bendungan-bendungan tersebut juga diikuti oleh pembangunan jaringan irigasi baru seluas 1,18 juta hektare, serta dilaksanakan rehabilitasi bendung dan jaringan irigasi eksisting seluas 4,38 juta hektare –dari total 7,5 juta hektare sawah– pada 2014 hingga 2024.

“Sehingga dengan tambahan pasokan air dari bendungan baru, pembangunan irigasi baru serta rehab irigasi eksisting, indeks pertanaman meningkat dari sekitar 1,4 (2014) menjadi 2,5 (2024),” imbuh Abdul Muis.

Manfaat nyata bendungan-bendungan yang dibangun itu dirasakan rakyat kecil, semacam Mustamirin dan petani di Kecamatan Brang Ene, Sumbawa Barat. Bendungan itu telah memberi harapan baru untuk meningkatkan kemakmuran.

Mari kita dengar cerita lain, kita bergeser sedikit ke Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kehidupan warga di wilayah perbatasan dengan Timor Leste itu juga membaik dengan adanya Bendungan Rotiklot.

Semua mafhum, NTT beriklim tropis kering. Musim hujan sangat pendek, Januari sampai Maret. Setelah itu, kemarau panjang. Tanah jadi kerontang. Padahal, warga cuma mengandalkan curah hujan untuk bercocok tanam. Jika curah hujan dalam tiga bulan itu bagus, artinya ada harapan panen. Jika tidak, alamat puso. Gagal panen.

“Jika curah hujan bagus, berarti panen bagus, kalau curah hujan kurang tiada hasil,” kata Markus Taus, Kepala Desa Fatuketi, Kabupaten Belu.

Maka dibangunlah Bendungan Rotiklot pada 2015 untuk mengatasi kekeringan. Bendungan itu beroperasi tiga tahun berselang dan baru diresmikan Jokowi pada 2019. Bendungan ini terhubung dengan Sungai Mota Rotiklot 6,41 km dengan luas daerah aliran sungai 11,69 km2. Bendungan ini mampu menampung 2,9 juta m3 air dengan luas genangan 11,69 m2.

Bendungan Rotiklot memberikan manfaat besar bagi para petani. Sawah dan ladang yang semula kering saban kemarau kini bisa mendapat air. Setidaknya ada 139 hektare lahan padi dan 500 hektare lahan palawija yang mendapat irigasi dari Bendungan Rotiklot.

Mari bergeser ke Kupang. Masih di  NTT. Kita dengar pengakuan Dian, yang merasa nenek moyangnya kurang beruntung karena dulu hanya bertani mengandalkan air hujan. Seperti daerah Belu, curah hujan Kupang juga kurang. Tanah yang kering membuat tanaman malas tumbuh.

“Tapi beda dengan sekarang, petani bisa menanam lebih cepat dan mudah mendapatkan air,” kata Dian.

Perubahan nasib itu terjadi setelah pemerintah membangun Bendungan Raknamo. Bendungan yang dibangun mulai 2014 hingga 2018 itu kini mampu mengalirkan air ke 1.200 hektare sawah. Warga benar-benar merasakan manfaat bendungan tersebut.

“Penghasilan petani di desa kami juga sudah sangat meningkat. Itu karena sejak dibangunnya bendungan Raknamo,” tutur Dian.

 

(*)

Video Terkini