Liputan6.com, Jakarta - Langit pagi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hari ini, Jumat (4/10/2024) keseluruhannya diprakirakan berawan, berawan tebal, dan kabut. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta siang nanti seluruhnya diprakirakan berawan tebal.
Baca Juga
Untuk malam hari nanti, cuaca Jakarta diprediksi BMKG akan berawan, kecuali Jakarta Selatan bakal turun hujan dengan intensitas ringan dan Jakarta Timur bakal berawan tebal.
Advertisement
Wilayah penyangganya yaitu Bekasi, Depok, dan Kota Bogor, Jawa Barat di siang hari diprakirakan berawan. Begitupun di malam hari nanti seluruhnya akan berawan tebal. Kecuali Kota Bogor pada malam hari akan hujan ringan.
Tak jauh berbeda di Kota Tangerang, Banten juga diprakirakan BMKG siang hari bakal berawan dan malam nanti hujan ringan.
Berikut informasi prakiraan cuaca Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
Kota | Pagi | Siang | Malam |
Jakarta Barat | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan |
Jakarta Pusat | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan |
Jakarta Selatan | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Hujan Ringan |
Jakarta Timur | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan Tebal |
Jakarta Utara | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan |
Kepulauan Seribu | Berawan Tebal | Berawan Tebal | Berawan |
Bekasi | Berawan Tebal | Berawan | Berawan Tebal |
Depok | Berawan | Berawan | Berawan Tebal |
Kota Bogor | Kabut | Berawan | Hujan Ringan |
Tangerang | Berawan | Berawan | Hujan Ringan |
Kolaborasi untuk Aksi Iklim lewat ICCEF 2024
Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) turut ambil bagian dalam acara Indonesia Climate Change Expo & Conference (ICCEF) 2024 yang diselenggarakan di Balikpapan pada 20-22 September 2024.
Acara ini mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, hingga masyarakat umum untuk bersama-sama membahas tantangan lingkungan yang mendesak.
Tahun ini, tema acara berfokus pada “Kegiatan Industrialisasi Berkelanjutan dan Gaya Hidup dalam Perubahan Iklim untuk Lintas Generasi”. Kegiatan ini diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kota Balikpapan.
Ruandha Agung Sugardiman selaku Ketua Harian I Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, mengatakan bahwa pemerintah Republik Indonesia memiliki ambisi menciptakan dan mengembangkan NCDs (Nationally Determined Contributions) yang kedua. Target ambisi tersebut tidak mungkin terjadi tanpa kolaborasi dan kerja keras semua pihak.
"Target Second NDCIndonesia itu dapat dicapai dengan kerja sama dan peran aktif pemangku kebijakan, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta komunitas peduli lingkungan, tokoh masyarakat, akademisi, dunia usaha, pers, hingga para generasi muda," ujarnya.
Sebagai partisipan booth di acara ini, IBCSD, dengan dukungan dari APRIL Group, menampilkan inisiatif-inisiatif berkelanjutan bisnis yang relevan dengan tema acara. Stan IBCSD menampilkan solusi-solusi inovatif dari sektor bisnis yang mendukung upaya Indonesia dalam menurunkan emisi dan mempromosikan praktik keberlanjutan.
Amal Fatullah Randy, Deputy Head of Community Development APRIL Group, menekankan komitmen APRIL dalam mendukung masyarakat menghadapi perubahan iklim melalui program-program berbasis komunitas, seperti Program Kampung Iklim (Proklim) dan Program Desa Bebas Api.
Aloysius Wiratmo, Program Developmentand External Engagement Manager IBCSD,menambahkan bahwa keterlibatan sektor bisnis dalam upaya keberlanjutan sangatlah krusial. IBCSD, sebagai organisasi yang mewakili kepentingan bisnis, terus mendorong terciptanya kolaborasi lintas sektor dalam mencapai target-target nasional terkait perubahan iklim.
"Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam mengatasi tantangan besar seperti perubahan iklim. IBCSD selaku asosiasi bisnis terus berupaya memfasilitasi sektor bisnis untuk turut serta dalam diskusi dan aksi nyata menuju pencapaian target FOLU Net Sink 2030 dan tujuan pembangunan berkelanjutan lainnya. Kami sangat antusias dapat berpartisipasi dalam ICCEF 2024 ini dan menunjukkan kontribusi konkret sektor bisnis bagi lingkungan," ujar Aloysius.
Indonesia Climate Change Expo & Conference 2024 di Kalimantan Timur diharapkan mampumenjadi pendorong bagi peningkatan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas di tingkat daerah untuk bersama-sama mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dan tahan terhadap dampak perubahan iklim.
Advertisement
Riset Ungkap Masyarakat Indonesia Tidak Percaya Adanya Krisis Iklim
Center for Digital Society (CfDS) mengungkap riset bahwa ada sebagian masyarakat yang masih tidak percaya dengan adanya krisis iklim. Itu sebabnya strategi untuk memberantas misinformasi krisis iklim harus dilakukan sedini mungkin.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan berbagai kebijakan dan strategi untuk mengatasi krisis iklim. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menaruh perhatian pada isu ini. Bahkan muncul kelompok-kelompok penentang yang mempercayai konspirasi asal muasal dan penyebab krisis iklim.
Padahal dampak krisis iklim sudah mulai dirasakan di tengah masyarakat seperti kegagalan panen, kekeringan, kenaikan suhu bumi, dan masalah lainnya timbul akibat aktivitas manusia yang menghasilkan karbon secara terus menerus.
"Riset dari CfDS itu menemukan 24,2% dari responden percaya bahwa krisis iklim itu buatan elite global. Mereka ini disebut climate change denier atau kelompok yang menolak mempercayai krisis iklim," ujar Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Novi Kurnia dilansir laman UGM.ac.id.
Berdasarkan riset tersebut, 98 persen misinformasi ditemukan berasal dari media sosial. Jumlah ini terdiri dari bermacam-macam bentuk misinformasi, seperti konten hoaks, parodi, kesalahan konteks, sampai konten palsu.
Ditemukan 57,7% merupakan false connection atau kesalahan informasi terkait krisis iklim. Meskipun sebagian besar responden mampu memilah misinformasi krisis iklim, namun hanya 20 persen yang mampu menyangkal kembali segala bentuk misinformasi.
"Indonesia termasuk tinggi populasi yang tergolong climate change denier ini, karena mereka juga yang menyebarkan misinformasi. Mumpung pertumbuhannya masih belum banyak, justru harus segera dilawan," Novi menambahkan.
Menurutnya, persebaran informasi seputar krisis iklim memang belum populer di masyarakat, riset pun harus dilakukan dengan menganalisis informasi yang sudah terverifikasi sebagai hoaks oleh fact-checker. Tapi potensi persebaran misinformasi tentu akan meningkat jika publik mulai menaruh perhatian pada isu krisis iklim.